Ada suatu kisah tentang seorang supir bis Rumah Sakit Jiwa. Supir tersebut
ditugaskan oleh pimpinan dokter untuk membawa orang-orang yang mengalami
gangguan jiwa pergi rekreasi ke suatu tempat, beberapa dokter lainnya menunggu
mereka di tempat yang tuju. Dengan kata lain, si supir hanya ditemani oleh
beberapa ODGJ tersebut. Dalam perjalanannya, sesuatu yang tidak diharapkan
terjadi. Salah satu bannya kempes dan membuat perjalanan harus diberhentikan
sebentar. Supir tersebutpun menghentikan Bis dan turun untuk mengganti ban yang
kempes. Karena kesalnya, ban tersebut ditendang beberapa kali oleh si supir.
Lalu kemudian ia membuaka secara perlahan baut-baut yang ada pada bannya.
Karena kesalnya, ban tersebut ditendang lagi oleh si supir dan membuat keempat
bautnya terlempat ke salah satu kali yang ada di dekat supir tersebut berhenti.
Semakin stress dan mengeluh lah ia, kemudian salah seorang pasien ODGJ
berterika kepada si supir, “Hey, mengapa mukamu muram dan bersedih”. Si supir
awalnya diam saja, karena menggap tidak akan mendapatkan apa-apa dari si pasien
tersebut. Sampai akhirnya, pasien tersebut berteriak kembali dan akhirnya
membuat si supir kesal dan bercerita tentang masalahnya. Yang menarik, si
pasien tersebut memberikan solusi, katanya. “Engkau masih memiliki 3 ban dengan
empat baut yang utuh. Ambillah dari setiap ban tersebut satu baut, lalu pasanglah
diban yang tidak memiliki baut tersebut. Mungkin agak goyang, tapi itu lebih
baik dan akan menghantarkan kita ke bengkel terdekat.”. Si Supir bingung,
karena solusi yang diberikan oleh ODGJ cukuplah masuk akal. Kemudian ia
bertanya kepada pasien tersebut. “Anda pintar, tapi mengapa anda menjadi pasien
ODGJ?”. Dengan penuh tawa dia berkata kepada supir, “Saya Gila, tapi saya tidak
Goblok sepertimu”.
Apa yang disampaikan dalam
kisah ini sangatlah sederhana, bahwa banyak orang Kristen yang berhadapan dengan
masalah malah menjadi goblok, mereka menjadi kuatir, pesimis dan penuh
ketakutan. Padahal Dia punya Allah yang penuh kuasa.
Dalam I Tesalonika 5:17-18, dituliskan bagaimana Penulis
mengingatkan kepada jemaat di Tesalonika untuk berjaga-jaga setiap saat untuk
menyambut kedatang Yesus yang kedua kalinya. Dengan cara tetap berdoa dan
mengucap syukur dalam segala hal. Nasihat yang tampaknya masih relevan untuk
saat ini. Bahwa setiap orang harusnya masih tetap berdoa, sebagai bentuk
penyerahan diri secara total kepada Tuhan. Bukannya menjadi Goblok, seperti
yang disampaikan oleh Pasien ODGJ sebelumnya. Orang Kristen harusnya tidak
perlu diam dalam kekhawatiran dan stress dalam menghadapi setiap khawatir. Juga
ketakutannya.
Tapi, benarkah bahwa
manusia tidak ada yang mengeluh? Benarkah bahwa manusia tidak boleh mengeluh?
Bila kita kembali pada Alkitab dan melihat beberapa kisah seperti Habakuk
misalnya. Maka kita mendapati bahwa Habakuk sekalipun ia beriman kepada Tuhan,
Ia juga berkeluh kesah dan menyampaikan aduannya kepada Tuhan. Bukankah ini
membuktikan bahwa Tuhan kita bukanlah Tuhan yang tersinggung ketika
anak-anaknya datang dengan wajah yang kusut dan muram? Bahkan dari Habakuk kita
juga belajar bagaimana doa orang yang beriman dapat berisi pengaduan sekaligus
pujian, mempertanyakan sekaligus percaya. Bahkan inilah bukti bahwa dalam doa,
kita menjalin relasi yang baik dengan Tuhan.
Bahkan lebih daripada itu,
melalui doa kita menyadari bahwa di dalam Yesus ada kekuatan dan didalamnya
juga ada ketenangan. Karena itu kita menanggalkan seluruh beban kita dan
meletakannya dalam doa dan pengharapan dalam Kristus secara total. Ini pula
yang menjadi bukti, bahwa orang Kristen tidak pernah bisa terlepas dari yang
namanya keyakinan kepada Kristus. Makanya didalam doa, kita juga harus dengan
penuh keyakinan. Tanpa keyakinan doa itu juga akan sia-sia. Sehingga, sekalipun
situasi dan kondisi tidak mendukung bahkan membuat kita terjepit, kita tetap
tidak boleh sampai kehilangan keyakinannya kepada Krsitus.
Kita saat ini ada dalam
masa penantian akan kehadiran Yesus untuk kedua kalinya. Dalam masa penantian
ini, mungkin kita akan menghadapi banyak sekali percobaan; banyak mungkin orang
yang akan mengecewakan kita, banyak pula orang yang menyakiti kita, meneror
bahkan membunuh saudara-saudara kita. Tetapi kita tidak boleh hilang keyakinan
dan harapan. Kita harus memiliki iman selayaknya seorang anak-anak yang
berantam dengan temannya. Anak-anak yang kalah saat berantam, umumnya akan
mengatakan, “Awas, aku bilang engkau kepada Bapaku. Mungkin saat ini aku sakit
engkau buat. Tapi Bapaku tidak akan pernah diam melihat kesakitanku”. Kita
masih memiliki Tuhan, kita masih memiliki Bapa yang akan membela kita. Itulah
keyakinan kita yang kita sebut dengan iman percaya kita.
Saudaraku, masihkah kita
memiliki keyakinan dan pengharapan yang demikian? Orang yang memiliki keyakinan
dan pengharapan kepada Kristus adalah orang-orang yang beriman. Dan mereka yang
beriman akan tetap berdoa, sebagai bukti bahwa dirinya beriman. Karena tanpa
keyakinan dan harapan (iman) orang sebenarnya akan mati, sekalipun jasmaninya
hidup. Dengan itu pula, doa menjadi bukti bahwa orang Kristen tetap hidup.
Itulah sesungguhnya apa yang ingin dikatakan oleh Martin Luther King, Jr.,
“Menjadi seorang Kristen tanpa doa sama tiak mungkinnya dengan kehidupan tanpa
bernapas.” Dengan cara lain Oswald Chambers berkata, “Doa adalah napas hidup
orang Kristen; bukanlah apa yang membuatnya hidup, namun bukti bahwa ia hidup.”
Komentar
Posting Komentar