Berdoa berarti berbicara dengan Allah dan mendengarkan-Nya, atau memuji
Allah dengan perkataan dan nyanyian. Dalam beberapa waktu, orang semakin banyak
mengkategorikan soal Doa. Ini tidak menjadi satu masalah, selama Doa ini masih
berdiri pada hakikatnya. Misalnya Doa pengakuan yang dimaksudkan untuk mengakui
berbagai perbuatan dan pikiran yang keliru, dan doa permohonan yang bertujuan
untuk memohan pertolongan Allah. Doa juga disampaikan untuk mengucap syukur
kepada Allah karena berkat-berkat-Nya. Manusia dapat berdoa kepada Allah
sendirian, seperti yang sering Yesus lakukan (Mat. 14:23). Mereka dapat berdoa
bersama dalam kata atau nyanyian, atau dipimpin oleh seorang yang berbicara
kepada Allah. Sehingga dari hal ini kita menyadari bahwa doa itu bukan hanya
sekedar meminta kepada Allah saja. Karena di dalam Doa kita bisa pula mengaku
atas kesalahan kita dan mengucap syukur atas pemberian Tuhan kepada kita.
Sehingga tidak heran bila doa dijadikan sebagai alat komunikasi kita dengan
Allah. Bahkan keseringan doa juga membuktikan bagaimana kedekatan manusia
dengan Allah. Bagaimana mungkin kita mengaku mengasihi dan percaya kepada-Nya
jika Doa menjadi pilihan terakhir kita saat menghadapi kehidupan kita?
Umumnya kita mengenal mazmur sebagai
kitab nyanyian dan doa. Di dalamnya terdapat berbagai doa yang mengungkapkan
ucapan syukur (Mzm. 11, 18, 63, 103), pujian kepada Allah (Mzm. 19, 104, 148),
pengakuan akan kesalahan dan dosa (Mzm. 51), permohonan untuk dibebaskan dari
musuh (Mzm. 59, 69), permohonan agar Allah memenuhi janji-janjiNya (Mzm. 89),
pujian kepada Allah karena hukum-Nya (Mzm. 119), dan pujian terhadap apa yang
telah Allah perbuat bagi umat-Nya (Mzm. 136).
Para nabi menceritakan bagaimana
mereka mengalami hubungan langsung dengan Allah. Sebagai contoh, lihat Yes. 6;
Yer. 11:18-20, 17:7-18. Bagi Yehezkiel, Doa bagi umat Allah harus diucapkan
khususnya oleh para imam (Yeh. 40-48). Namun, dalam Yes. 66:22-23, segenap umat
manusia diharapkan bersama-sama memuji Allah pada suatu hari kelak.
Dalam injil, Yesus sering kali
berdoa (Mrk. 1:35-38, 6:46), khususnya di taman sebelum Ia ditangkap (Mrk
14:36-39) dan sekali lagi di salib (Mrk. 15:34), ketika Ia mengutip Doa dari
Mzm. 22. Yesus memberikan sebuah contoh doa untuk digunakan pada kita
murid-murid-Nya, yakni “Doa Bapa Kami” (Luk. 11:1-4; Mat. 6:9-13). Dalam Yoh.
17, Yesus mengucapkan doa permohonan yang panjang bagi para murid-Nya. Sehingga
hal ini membuktikan kepada kita bahwa Doa yang bertele-tele itu bukan soal
panjang dan pendeknya dari Doa yang diucapkan.
Bagi Paulus, Doa dimungkinkan karena
Kristus telah memperkenalkan kepada murid-Nya kebaikan Allah yang tidak
bersyarat. Allah menerima mereka karena Kristus telah mengurbankan darah-Nya
sendiri bagi mereka (Rm. 5:1-11). Dengan mendamaikan manusia dengan Allah,
Yesus telah memberikan Roh Kudus untuk menolong para murid-Nya berdoa (Rm.
8:26-27; 1 Kor 2:10-13). Surat Efesus menyertakan doa penulis, agar para pengikut
Yesus dapat bertumbuh dalam pengenalan dan pengetahuan akan Allah dan kuasa
Allah (Ef. 1:15-22), dan yang terpenting, Paulus mengajak umat Allah untuk
berdoa setiap saat (Kol. 4:2; Flp 4:6)
Suatu kisah, ketika seorang anak
kecil tersesat dalam sebuah hutan. Dalam perjalanannya ia bertemu dengan seekor
beruang yang besar. Anak kecil itu begitu ketakutan sehingga ia pun menangis
dan berdoa. Tapi karena selama ini si anak hanya bisa mengucapkan doa makan,
maka ia justru berkata “Tuhan berkatilah makanan ini...”
Kisah ini memang hanya humor. Namun,
seandainya saja hal itu benar-benar terjadi, apakah kira-kira Tuhan tetap akan
menolong anak itu? Ataukah Dia tidak mau menolong hanya karena anak itu salah
mengucapkan doa? Menurut saya, tentu Tuhan akan tetap menolong anak itu. Sbeab
jika ia tidak menolong hanya kerna anak itu salah mengucapkan doa, maka Tuhan
kita adalah Allah yang terbatas oleh kata-kata. Karena, saat kita sedag berdoa
dalam segala kelemahan kita, maka saat itu Roh Kuduslah yang kaan berdoa untuk
kita dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.
Berdoa bukanlah sesuatu yang dilihat
dari formula-formula apa yang harus disampaikan, atau kata-kata mutiara apa
yang perlu ingin kita ucapkan. Bahkan Doa bukanlah sesuatu yang dinilai dari
estetika dan keindahannya. Walaupun bukan berarti bahwa hal itu tidak perlu.
Karena dalam beberapa situasi doa yang indah dari seorang yang ditunjuk untuk
berdoa, mampu membuat orang lain menjadi semakin dikuatkan. Tetapi bukan
berarti Doa yang tidak dengan formula-formula, kata-kata mutiara adalah doa
yang menganggu telinga kita. Karena bagi Tuhan, ketulusan, kejujuran bahkan
kerendahan hati membuat Doa setiap orang menjadi manis bagi-Nya. Karena kita
sendiripun tidak ingin dipandang dari rupa, melainkan hati. Tentu, sudah
seharusnya pula kita tidak tertawa terlebih mendiskriminasi Doa yang mungkin
tidak sesuai dengan formula-formula yang sering kita susun. Karena Tuhan kita
bukan menilai rupa, tapi melihat hati yang berbicara kepadaNya.
Komentar
Posting Komentar