Tidak lama lagi kita akan memilih para calon pemimpin kita. Tentu akan
marak sekali kita temukan artikel-artikel yang membantu kita sebagai pemilih
untuk lebih cerdas dalam menentukan pilihan kita. Demikian pula dengan refleksi
ini, juga turut ingin membantu kita untuk menentukan pilihan.
Adapun
refleksi ini muncul juga dari salah satu tema dari pelayanan saya dalam ibadah
keluarga mengenai “Ciri-ciri Pemimpin Yang Disukai Allah”. Dari bahan tersebut,
saya memiliki opini bahwa, tampaknya ada banyak orang di wilayah-wilayah tertentu
yang masih membutuhkan kepemimpinan-kepemimpinan yang memiliki kharisma. Segala
sesuatunya dilihat dari bagaimana dan seperti apa figur dari calon pemimpin
tersebut. Tetapi, di sisi lain saya menyadari pula semakin banyak diperlukan
tokoh-tokoh, pemimpin-pemimpin yang mempunyai kemampuan manajemen yang
rasional. Karena itu, tidak ada satu pemimpin yang utuh, kemudian melingkupi
semua seperti Orde Baru. Tetapi dalam banyak sektor, harus ada banyak bentuk
kepemimpinan.
Walaupun
disadari pula, bahwa semakin banyak yang melihat kepemimpinan dari kharisma
alias figurnya. Makanya dari itu, yang dikedepankan adalah soal figur dari
orang tersebut. Dalam banyak kampanye yang diperdebatkan dan banyak diserang
adalah figur dari lawan calonnya. Ketika tidak terpilih, calon yang terpilih
disebut-sebut PKI, antek asing dan aseng, ataupun Hoax lainnya tentang lawan
calon. Dengan kata lain, figur seorang pemimpin menjadi sesuatu yang dipandang
sebagai yang sangat penting dalam kepemimpinan kedepannya. Seolah-olah figur
yang demikian, akan menghasil kepemimpinan yang demikian.
Tentu, tidak
ada yang salah dengan hipotesa yang seperti ini. Karena memang figur pemimpin
yang rendah hati akan menghasilkan kepemimpinan yang rendah hati pula. Tapi
siapa yang tau tentang figur sebenarnya. Bukankah banyak figur yang selama ini
hanya sekedar ditampilkan untuk mengelabui banyak orang. Misalnya saja seperti
paslon yang selalu ribut dan memperdebatkan tentang figur paslon lainnya dan
membentuk figurnya seolah-olah jauh lebih dari lawan paslonnya. Apa yang
terjadi? Ketika dia memimpin, maka dia seolah-olah bingung dengan figur dari
dirinya dan lupa terhadap sistem ataupun program yang seperti apa harus
diberlakukan untuk tempat dan wilayah kemenangannya. Ketika ada seorang nenek tua
yang menjadi salah satu tim pemenangnya melakukan pelanggaran, maka sistem yang
ada bisa dikompromikan dengan nenek tua tersebut.
Dengan
situasi yang demikian, maka tidak heran bila dalam beberapa kalangan akan
muncul seperti gagasan-gagasan mengenai seorang Ratu Adil. Gagasan yang menurut
hemat saya sebenarnya rasional. Karena yang diinginkan adalah munculnya suatu
kepemimpinan yang kuat yang mampu untuk menjaga keamanan dan memberikan buah
dari keamanan itu, yaitu prosperity (kemakmuran).
Seperti halnya orang-orang beragama Yahudi yang dalam satu masa pernah berharap
untuk kedatangan Mesias yang baru seperti Musa dan membawa mereka kepada
situasi yang lebih baik dari saat itu. Hal semacam ini kemudian menjadi semacam
ideologi yang bagi kalangan orang modern seolah-olah tidak ada nalarnya.
Padahal semua itu ada nalarnya. Namun itu memang berbeda dengan ideologi
modern. Dalam ideologi modern, pemimpin itu diciptakan. Sebetulnya hal itu
sah-sah saja. Tetapi kita jangan sampai terjebak hanya pada pikiran-pikiran
milenium yang sekarang marak dikalangan paranormal, sehingga paranormal
kemudian diapresiasi untuk menjelaskan fenomena modern. Ya repot semua.
Menurut
hemat saya, sah-sah saja ketika mempunyai gagasan milenium seperti Ratu Adil,
atau figur kepemimpinan yang berkenan bagi Tuhan seperti tema kita saat ini.
Hanya saja, perlu diingat juga bahwa rakyat akan selalu menilai pemimpin itu
juga dari kemampuannya memberikan jaminan keamanan dan kemakmuran. Mereka tidak
menghiraukan dari mana ia datang. Itu yang membedakannya dengan pemimpin modern
yang diciptakan dan kita ketahui persis. Pemimpin milenium tidak usah berdebat
publik. Tetapi pemimpin modern yang mau jadi presiden haru mau berdebat publik.
Karena masyarakat modern menginginkan, kalau ada seorang mau menjadi pemimpin
orang seperti apa, bicaranya seperti apa, programnya seperti apa dan lain-lain.
Nah kalau ada seorang pemimpin yang mampu menggabungkan itu, kemudian dilihat
masyarakat sebagai Ratu Adil atau entah apa, tapi pada saat yang sama dia juga
bisa bekerja secara rasional, kan dahsyat itu. Walaupun jarang kan?
Karena
itu pula, jika ditanya untuk kepemimpinan ke depan, mana yang akan lebih
menentukan figur atau sistem. Maka bila dilihat dari Ulangan 17:14-20 dan
situasi saat ini, jawabanya adalah sistem. Karena Musa sedang menghadirkan satu
sistem, bukan figur seorang pemimpin. Musa sedang membangun sistem mengenai "figur pemimpin" yang boleh memimpin bangsa Israel saat itu. Tentu dengan
berbagai pertimbangan dari figur-figur orangnya masing masing. Sehingga saya
juga sedang tidak ingin membandingkan antara figur dan sistem.
Oleh
karena itu, saya semakin lama semakin yakin bahwa yang kita perlukan itu
perbaikan sistem ataupun program. Sistem ataupun program yang baik hanya akan merekrut
orang yang baik. Kalau sistem yang jelek, tidak akan mau merekrut orang baik.
Karena apa? Karena orang yang baik akan merusak sistem itu sendiri. Oleh karena
itu, dialektika antara figur tadi, orang yang punya visi, mempunyai kemampuan
dalam memecahkan persoalan, itu juga tidak bisa dengan begitu saja dilontarkan
dalam memecahkan pesoalan, itu juga tidak bisa dengan begitu saja dilontarakan
di dalam sistem yang jelek. Juga harus ada sistem ataupun yang memang
betul-betul bisa memberikan semacam ruang bagi dia untuk melakukan
pekerjaannya. Sistem Orde Baru, misalnya tidak memungkinkan lahirnya
pemimpin-pemimpin yang mandiri. Semua harus ABS (asal bapak senang). Oleh
karena itu, tidak bisa kita hanya bicara tentang kualitas figur, tetapi harus
juga diiringi dengan perbaikan sistem. Karena sepertinya untuk kemajuan kedepan
khususnya pada daerah kita masing-masing misalnya, menurut saya, sekarang ini
yang penting sistem daripada berbicara tentang figur. Kita harus benar-benar
yakin pada setiap sistem ataupun progra, yang diberikan, visioner kah? rasional kah? Jangan hanya menggunakan sistem-sistem
yang sekedar “coba-coba”, karena untuk negara
jangan coba-coba.
Komentar
Posting Komentar