Situasi sulit dapat diresponi secara berbeda oleh orang yang berbeda.
Sebagian orang mungkin memilih untuk melarikan diri dan mencari tempat aman.
Sebagian lagi memutuskan untuk mengompromikan kebenaran dan mengorbankan
integritas mereka. Yang lain tetap bertahan, tetapi tidak berhenti mengeluh,
meratapi nasib, dan menyalahkan pihak lain. Beberapa bahkan menunjukkan
keputusasaan mereka dengan cara bunuh diri. Tetapi ada pula yang bukan sekadar
bertahan, tetapi justru menjadi lebih baik melalui berbagai penderitaan yang
dialami.
Siapakah,
dalam hidup ini yang tidak pernah mengalami penderitaan? Dalam salah satu kesempatan
seorang Jack Ma mengatakan bahwa mereka yang berfikiran sukses tidak pernah
mengeluh. Sebab ketika mereka mengeluh mereka telah menjadi seorang yang gagal.
Bagi seorang calonteolog.com. Apa yang disampaikan oleh Jack Ma ini tidak sedang
mengabaikan atau mengingkari suatu keluhan. Bukan berarti orang-orang sukses
tidak pernah melihat dan mengalami penderitaan, lalu mengeluh pada apa yang
terjadi dalam hidupnya.
Tetapi,
bagi calonteolog.com seorang sukses tidak akan pernah menghindari dan menangisi
situasi yang terjadi padanya saat ini. Mungkin ia menderita, tetapi dia tidak
berhenti dan diam dalam penderitaan tersebut. Ia selalu berusaha mencari solusi
terbaik untuk dia bisa keluar dari masalah tersebut. Pertanyaannya adalah,
apakah seorang Kristen bisa berlaku hal yang sama?
Kita
tahu dalam surat 1 Petrus 4:12-19, penulis mendorong serta menguatkan semangat
orang Kristen. Karena mempertahankan iman mereka kepada Kristus, mereka menghadapai
berbagai kesulitan. Apakah penulis mengatakan bahwa dengan sukacita yang diharapkan muncul. Maka dalam diri orang-orang Kristen saat itu seketika juga akan
kehilangan penderitaannya? Tentu, Tidak!
Sebab
mereka adalah para pendatang yang menjadi kaum minoritas (1:1; 2:11). Status sebagai
orang-orang Kristen yang hidup di tengah orang-orang yang tidak mengenal Tuhan,
turut memperbesar peluang mereka untuk menghadapi beragam tantangan dan
kesusahan (4:16)
Adapula
kisah seorang buta sejak lahir disembuhkan oleh Yesus (Bdk Yoh 9:1-41). Menurut
saudara, apakah setelah penyembuhan itu. Ia terlepas dari penderitaan dan tantangan
yang ada di depannya? Tentu, Tidak! Sebab dalam kisah tersebut, diperlihatkan beberapa
orang yang mempertanyakan, bahkan malah merendahkan dirinya.
Diantara
para saudara juga sering atau mungkin pernah mendengar beberapa teolog yang mengatakan
bahwa ketika mereka yang mengalami masalah dan penderitaan. Baginya, saat itu
para teolog sedang mengalami pemurniaan dari Allah. Saya tidak mengingkari
pernyataan-pernyataan seperti ini, tetapi bila pemurniaan itu diperhadapkan
pada dirimu sendiri. Sepertinya orang-orang demikian terlalu meninggikan
hatinya. Sebab bukan diri atau pribadi yang di-uji melainkan iman dan
pengharapan dalam Kristuslah yang di uji.
Termasuk pula seorang calontelog.com, terkadang juga menyadari bahwa tidak selamanya penderitaan
itu bisa berasal dari luar diri kita. Sering kali, penderitaan itu berasal dari
dalam pikiran kita, atau malahan sering kali berasal dari ke-aku-an kita
masing-masing. Karena itu, kita sering merasa terluka dan rapuh ketika kita
berusaha menerima kehendak Allah dan mengabaikan kehendak kita sendiri. Termasuk,
ketika kita melihat kisah Yesus, terkhusus pada saat ia berdoa di Taman Getsmani. Jelas
terlihat bagaimana kemanusiaan Yesus menunjukan bahwa hal yang sulit adalah
ketika mengatakan “Bukan kehendakku, tetapi kehendakmulah yang terjadi”.
Tapi
pernahakah Yesus menghindari penderitaannya? Pernahkah Yesus dalam hidupnya
tidak menghadapi penderitaan? Sepertinya, semua pelayanannya begitu banyak
dipenuhi oleh penderitaan dan tidak pernah sedikitpun Ia memilih untuk
menghindari apalagi meninggalkan semua pelayanan itu. Dia memberikan sepenuhnya
diriNya untuk mengasihi manusia.
Karena
itu, sadarilah bahwa seluruh penderitaan ini memiliki tujuan. Ini bukanlah
sesuatu yang terjadi secara kebetulan yang seringkali tidak memiliki tujuan. Penderitaan
kita bukanlah peristiwa kebetulan. Petrus secara jelas menyebut penderitaan ini
“karena kehendak Allah” (1 Petrus 4:19). Penderitaan yang saudara alami karena
mempertahankan, memperjuangkan dan membagikan imanmu, semuanya “dikehendaki
Allah” (1 Petrus 3:17).
Justru
karena penderitaan yang kita alami berasal dari iman, kita telah mengambil bagian
menjadi sama seperti Kristus dalam penderitaanya. Ya, setiap dari kita sedang mengambil salibnya masing-masing untuk
bersama-sama memikulnya sampai menuju kepada kemuliaan.
Karena
itu bersukacitalah atas penderitaanmu, bukan karena saudara sedang menyangkal
diri dari realitas atau mengabaikan kesedihan. Justru penderitaan itu sungguhlah
nyata. Tetapi, karena penderitaan tersebut saudara telah benar-benar menjadi seorang
yang mengikuti dan ikut ambil bagian menjadi anak-anakNya. Bersukacitalah karena
itu, terlebih Kristus yang tidak pernah meninggalkanmu dalam setiap penderitaan
yang saudara alami. Bahkan dalam kerapuhan dan penderitaanmulah, saudara bisa
lebih mudah menyadari, kasih Tuhan sungguh sempurna dan nyata dalam
hidup anda.
Komentar
Posting Komentar