“Kerja..kerja..kerja..” adalah
slogan yang di dengungkan oleh Presiden kita Joko Widodo dan menamakan Kabinet
yang di pimpinnya dengan nama “Kabinet Kerja”. Slogan ini mengajak bangsa
Indonesia untuk bangkit bersama bahu-membahu menjadi bangsa yang maju dan
berdaulat, jika kita “mau” pasti bisa. Slogan ini juga menjadi motivasi bagi
seluruh rakyat Indonesia untuk menggapai kehidupan yang lebih baik. Walaupun
pada akhirnya ada juga dalam pemerintahan Jokowi yang karena terlalu asik bekerja
sampai lupa, bahwa uang rakyat juga ikut dimakan olehnya.
Secara
khusus bagi kita orang Kristen tentunya menyambut baik slogan yang telah di
dengungkan oleh Presiden kita. Terlebih jika kita mendalami Firman Tuhan bagi
kita saat ini yang mengatakan “Jika seorang yang tidak mau bekerja,
janganlah ia makan”.
Seperti
halnya Paulus yang mencoba untuk mengingatkan kepada jemaat di Tesalonika untuk
bekerja dan mencukupkan dirinya bukan dari hasil pemberian orang lain.
Melainkan dari jerih payahnya sendiri untuk bekerja. Walaupun Paulus menyadari
saat itu, sedang berkembangnya mengenai ajaran kedatangan Yesus yang kedua
kalinya, namun ini jangan dijadikan sebagai alasan untuk orang-orang di
Tesalonika untuk berhenti bahkan tidak bekerja atas dirinya. Paulus juga mengingatkan bagi mereka yang berpangku
tangan dari pemberian kasih orang lain supaya jangan mereka mencukupkan
hidupnya hanya dengan belas kasihan orang lain yang pada akhirnya hanya akan
menimbulkan kemalasan.
Maka
dari itu, Rasul Paulus memperlihatkan tiruan dan contoh bagi mereka. Sekalipun
mereka menyadari, pula sesungguhnya dia sebagai pekerja yang memberitakan Injil
Kristus selayaknya hidup dari pekerjaannya, sebagaimana dikatakan di 1 Korintus
9: 13 “Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat
kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang
melayani mezbah, mendapat bahagian dari mezbah itu?”Tetapi Paulus tetap
berusaha dan berjerih payah siang dan malam untuk kehidupannya, itu
dilakukannya untuk menjadi contoh dan tiruan bagi jemaat Tuhan untuk meniru
dirinya dalam semangat kerja keras dalam bekerja. Bayangkan bila banyak pendeta
juga melakukan hal demikian, mungkin dia tidak akan sibuk dalam ceramahnya tentang
persembahan-persembahan kepada Tuhan, eh
sepertinya kepada hamba Tuhan, bukan pada Tuhan. 😊
Sebagaimana
yang dikatakan oleh Tuhan Yesus “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang,
maka Aku pun bekerja juga” (Yohanes 5:17). Bahwa nilai
bekerja itu ditunjukkan dalam diri Tuhan kita, mulai dari penciptaan sampai
pada masa Yesus dan hingga saat ini melalui Roh Kudus-Nya Tuhan kita tetaplah
bekerja. Maka kita pun umat ciptaanNya di panggil untuk ikut ambil bahagian
dalam karya penciptaanNya, yaitu untuk mengusahakannya. Jika Tuhan kita saja
bekerja sampai saat ini, masakan kita umatNya bermalas-malasan duduk bersilah
tangan.
Namun,
kita harus pahami bahwa sebagai umat Tuhan, bekerja tidak hanya sekedar
memenuhi kebutuhan hidup, tetapi ada makna yang lebih dalam dari situ.
Sebagaimana Tuhan Yesus mengatakan di dalam Yohanes 6: 27 “Bekerjalah,
bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan
sampai kepada hidup yang kekal”. Dari sinilah kita memahami segala
pekerjaan yang kita lakukan dalam kehidupan kita ini, bahwa banyak yang dapat
kita kerjakan, tetapi tidak semua pekerjaan itu berguna bagi kehidupan kita dan
juga untuk keselamatan kita. Sebagaimana nasehat Paulus yang mengatakan “apapun
juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan
dan bukan untuk manusia” (Kolose 3: 23). Maka yang kita perbuat
dan kerjakan tentulah perkerjaan yang baik yang membangun kehidupan jasmani dan
rohani kita.
Tetapi
yang menjadi menarik ketika
saya membaca salah satu teks dalam
Amsal yang mengingatkan untuk tidak mengejar barang-barang yang sia-sia, karena
Manusia
yang demikian disebut tidak berakal budi.(Bdk Amsal 12:9-11) Nah
bila pembahasannya kita lebih kembangkan dalam pertanyaan-pertanyaan reflektif,
misalnya; Apakah seorang
perempuan juga harus bekerja? Apakah seorang perempuan tidak perlu bekerja?
Bagaimana ketika suami meminta istrinya untuk tidak bekerja dan fokus kepada keluarganya saja?
Menarik, adalah ketika penelitian mengungkapkan bahwa seorang laki-laki suku
karo itu, katanya akan mencari perempuan-perempuan Karo
yang memiliki betis gede. Alasanya
adalah karena perempuan yang berbetis gede adalah perempuan yang secara fisik
sangat memungkinkan untuk nantinya membantu Suaminya bekerja di ladang dsb. Terlepas dari kebenarannya,
tetapi dari hal ini saya menyadari bahwa dulu seorang perempuan karo itu dapat
mengurus anak, suami dan rumah bahkan membantu pekerjaan suami di ladangnya.
Suatu moment yang mungkin sudah tidak relevan untuk saat ini, karena situasi
dan kondisi yang berbeda di tempat kita masing-masing. Tapi bagiku, manusia itu
semakin maju dan berkembang dari hari ke harinya. Jika saja dulu, seorang perempuan mampu berbuat demikian bijaknya. Mungkin perempuan sekarang akan lebih bijak dalam menghadapi situasi dan
kondisi saat ini. Bagaimana,
para pembaca pria?
Komentar
Posting Komentar