SEMUA YANG SETIA, PERCAYA, MENUNGGU DAN BERHARAP MENDAPATKAN ANUGERAH DARI TUHAN


Renungan dari Lukas 13:23-30

Hal yang lumrah bila beberapa orang mungkin akan mengatakan, 
Bagaimana mungkin bisa sukacita. Jika yang bisa aku lakukan hanyalah menunggu dan berharap. Bukankah setiap orang kristen diminta untuk selalu memiliki pengharapan?
Sangatlah manusiawi, sebab tidak semua orang mampu menunggu. Saat kita janjian dengan orang lain, namun kedatangan orang itu justru tidak sesuai dengan waktu yang kita janjikan, maka ada rasa kesal. Itu sangat manusiawi, ketika seorang merasa tidak mendapatkan kepastian karena harus menunggu kedatangan orang yang telah berjanji dengannya. Sama halnya seperti kisah yang terjadi pada teks ini, ketika orang-orang yang selama ini menanti-nantikan kedatangan Mesias, melihat Yesus dan bertanya-tanya, kapan dan bagaimana Kerajaan Allah itu? Hal inilah, yang saya sebut sebagai rasa yang manusiawi, bertanya-tanya tentang kapan dan bagaimana. 

Tetapi. firman yang datang kepada kita saat ini menunjukan, jika penantian yang kita lakukan bukanlah penantian pasif. Kitapun tidak sedang menanti secara sendiri. Bukan pula penantian yang tidak pasti. Hal-hal inilah yang menjadi pembahasan saya dalam artikel ini;

Dalam percakapan ini, kita menyadari bahwa hitung-hitungan Allah bukan hitung-hitungan manusia. Ketika kita melihat percakapan Yesus dengan orang itu, kita melihat bagaimana dia sedang mengkali-kali. Banyakah? Sedikitkah? Orang-orang Indonesia, kali-kalinya jago. Bagi-baginya aja yang kurang. Tapi sehebat-hebatnya orang Indonesia dalam mengkali-kali. Tampaknya tetap saja hitung-hitungan Tuhan itu lebih hebat dari orang Indonesia. Sebab itu, jangan bermain hitung-hitungan sama Tuhan.

Seorang yang melakukan hitung-hitungan melakukannya seperti ini,

 “Jika semua itu adalah anugerah. Santai sajalah, toh juga kita sudah menjadi orang yang percaya. Toh kita juga tidak pernah dihitung amal dan ibadahnya seperti agama yang orang lain percayai. Lalu buat apa terlalu berusaha. Toh yang penting kan balance, duniawi dan surgawi”.
pemikiran ini menunjukan pribadi seseorang yang mulai bermain hitung-hitungan dengan Tuhan dan keselamatannya. 

Tetapi mari kita tinjau kembali, apa yang kita definisikan tentang sesuatu hal yang duniawi? Jika duniawi yang kita maksudkan adalah dosa. Maka tentu tidak ada balance antara dosa setengah dengan amal banyak. Bahkan keyakinan kita mengatakan, dosa sedikit saja tidak layak ada di Rumah Bapa kita. 

Tetapi jika yang kita maksudkan hal duniawi adalah sesuatu yang sifatnya manusiawi dan menyentuh hal-hal seperti ekonomi, budaya, sosial dan politik secara “etis”. Maka hal itu bukan sesuatu yang menjadi masalah, karena hal itu bersifat lumrah, selagi kita ada di dunia.Justru seseorang yang mengatakan kalau dirinya tidak pernah menyentuh hal-hal yang duniawi sifatnya bisa dipertanyakan.

Karena itu kisah ini saya lihat, seperti seorang yang sedang menerima nomor antrian. Anda tidak bisa menentukan apakah setiap antrian akan berlangsung selama 5 atau 2 menit. Karena itu dalam setiap nomor antrian, yang akan anda lakukan hanyalah menunggu dan membuat diri anda tetap tenang dan kuat. Anda akan menghadapi yang namanya kejenuhan, godaan ingin tidur dan meninggalkan nomor antrian. Itupun sesuatu yang sifatnya manusiawi. Karena itu, Yesus mengatakan pula untuk tetap berjuang. Ya, mungkin demikianlah yang dilakukan Yesus bila kita melihat seluruh keseluruhan cerita ini, memberikan pemahaman dan tugas untuk tetap setia menunggu. 

Belum lama ini sedang viral di media sosial kita lagu “sayur kol”. Lagu “Sayur Kol” itu dipublikasikan 10 Agustus 2017, tapi menjadi viral saat ini. Mungkin, bila kita menjadi salah satu bagian dari personil band ini kita akan berfiki, “ah sudahlah laguku ini tidak laku. Tidak ada yang menonton.” Apalagi terdapat orang-orang yang banyak menilai rendah dengan karya kita. 

Tetapi, dari perkataan ini kita diajak untuk berfikir bahwa. Waktu kita bukan waktu Tuhan. Bahkan kita tidak bisa menentukan kapan dan dimana seseorang mendapatkan anugerah itu, sebab anugerah untuk kita sendiri saja kita tidak bisa mengetahuinya.
Berjuanglah itu yang teks ini sarangkan kepada kita untuk tetap terus kita lakukan. Berjuang untuk tetap setia bisa bersamanya. Aku setia koq, buktinya sampai saat ini aku tetap menjadi pelayannya. Buktinya aku masih menjadi orang Kristen. Aku juga seorang yang rajin ibadah. Aku juga seorang yang aktif dalam bergereja. Sumbanganku juga banyak kepada Gereja ini

Sadarkah kita bila, “Seorang suami yang menikahi wanitanya selama 30 tahun, lalu diusia pernikahannya menuju 31 tahun, ia mendapat masalah dan harus menceraikan istrinya juga akan disebut sebagai orang tidak setia” Artinya kesetiaan itu bukan soal berapa lama, tapi terus menerus dilakukan sepanjang akhir hayat kita.

Lalu, untuk apa aku tetap menunggu? Untuk apa aku tetap setia? Toh yang penting, nomor antrian sudah ada padaku. Aku tidak perlu takut untuk hal itu, apalagi aku sudah dibaptiskan dan menjadi sidi pula. Bagaimanapun aku bisa pergi sebentar lalu, kembali lagi dan memastikan kalau akan dipanggil setelahnya. Memperkirakan hal gitu saja masa susah? Kemajuan pada bidang kesehatan misalnya sudah semakin maju, lalu apa yang ditakutkan? Yang penting aku sudah dibaptis, aku sudah mendapatkan Sakramen. Itukan semua sudah aku ikuti? Ya, demikianlah perkataan seorang Kristen saat ini, yang merasakan bahwa dia telah mendapatkan anugerah dan menerima anugerah itu. Seperti apa yang disampaikan para pemuka agama untuknya.

Tidak jauh berbeda pula, dengan apa yang dituliskan dalam teks yang menjadi renungan kita, banyak orang yang pernah makan bersama tuan tersebut, namun tuan tersebut sudah bangkit dan tidak lagi mengenalnya. Demikianlah, bahwa ini bukan tentang berapa kali ritus-ritus keagamaan yang dilakukan kepadamu, berapa kali anda mengikuti perjamuan, ataupun berapa ember air yang dicipratkan pendeta, atau berapa kali diceburkan muka anda oleh Pendeta anda di sungai. Tapi ini tentang Anugerah. Ya, hanya anugerah, kesetian dan perjuangan anda.

Sebab timur barat, utara selatan akan datang untuk mengambil nomor antrian. Ada banyak orang yang diberikan dan mendapatkan anugerah itu atau tiket antrian itu. Lalu anda mengatakan  "aku ingin pergi sebentar lalu akan datang kembali dan meminta nomor antriannya kembali". Prinsip banyak orang saat ini, berasa muda, jangan terlalu serius dengan Agama. Ketika mulai menua, maka serius pada agama. Tidak sadar, bahwa ada banyak orang yang akan mengantri kembali dan anda akan menunggu.

Karena itu, anda bisa saja kembali menjadi orang yang dibelakang, sekalipun anda datang lebih dulu. Sebaliknya, orang yang datang belakangan bisa menjadi didepan anda. Karena itu, beriman kepada Tuhan itu bukan soal status religius, seorang Kristen yang sudah lama atau tidak. Seseorang yang kamu anggap saat ini adalah paling berdosa dan paling hina sekalipun, saat ia datang kepada Allah dengan menyerahkan seluruh kehidupanNya kepada Tuhan akan diterimaNya. Secara cuma-cuma dan Gratis.

Kemarin saya melihat suatu iklan yang menarik. Ia mengatakan kalau di dunia ini tidak ada yang Gratis. Lalu datang seorang perempuan dengan memberikan apel. Lalu perempuan itu mengatakan “Ini, Gratis. Aku mendapatkannya karena anugerah”. Didunia inipun ada Gratis, yaitu anugerah daripada Allah. Tenang, pendeta tidak akan menyuruh anda untuk membeli anugerah itu dengan memberikan perpuluhan kepada Gereja. Anugerah ini diberikan kepada-mu. Maka bagikanlah anugerah itu, berjuanglah dalam pintu yang sempit itu, dan tetaplah setia dengan penuh sukacita. Persiapkanlah itu, dalam hatimu. 

Komentar