Refleksi Johanes 21:15-19
Alkitab mengungkapkan banyak tokoh yang pernah gagal:
Adam, Abraham, Nuh, Daud, dll. Sejarah
gereja mencatat banyak pemimpin besar yang jatuh: Jimmy Swaggert and Jim
Bakker, Robert Liardon, Ted Haggard, dll.
Jumat Agung dan Paskah mengungkapkan dua rasul yang jatuh, yaitu Yudas
Iskariot dan Simon Petrus. Menjadi tokoh yang gagal itu sebenarnya bukanlah masalah,
karena setiap orang pernah gagal dalam hidupnya. Justru yang menjadi masalah
adalah saat kita pernah berbuat salah kepada seseorang dan kita dimaafkan dan
dipulihkan, namun orang lain yang tidak masuk dalam bagian dari cerita kita
justru ikut-ikutan berkomentar dan menyalahkan kita. Hal ini pulalah yang
terjadi pada refleksi saya saat menuliskan ini, yakni percakapan antara Yesus dan Petrus.
Dari teks ini, banyak pengkhotbah mengungkapkan tentang bagaimana Petrus mengungkapkan kasih Agape dan Phileo. Tidak salah pada bagian tersebut, karena memang pada kenyataannya perbendaharaan bahasa Indonesia kita yang memang kurang dalam mengistilahkan dari apa yang sedang dipercakpkan antara Yesus dan Petrus. Maksudnya kita kekurangan tata bahasa Indonesia untuk menggambarkan secara spesifik tentang kasih! Berbeda dengan bahasa Yunani, bahasa asli Perjanjian Baru, memiliki 4 kata yang berbeda untuk menggambarkan apa itu kasih secara spesifik: Agape (kasih yang Ilahi), Phileo (kasih persahabatan), Storge (kasih persaudaraan), Eros (kasih yang berlandaskan nafsu)
Tapi yang
menjadi sangat menyedihkan adalah ketika banyak orang justru mempersalahkan
Petrus dan beranggapan bahwa kasih Petrus tidak bisa sampai seperti Yesus
mengasihinya. Petrus seketika dihakimi dalam setiap mimbar-mimbar Gereja dengan
mengatakan bahwa kasih Petrus rendah yang hanya mementingkan diri sendiri dan
sebagainya. Ini saya sebut tidak mengenakan, mengapa? Karena setelah Yesus
menanyakan ketiga kalinya, Petrus sedih dan kesedihan ini dianggap oleh banyak
orang sebagai ketidak-mengertian Petrus pada Yesus. Benarkah Petrus tidak
mengerti dengan apa yang disampaikan oleh Yesus? Atau pertanyaan sebaliknya
benarkah Yesus merendahkan jawaban yang sedang disampaikan Petrus kepadaNya?
Benarkah Petrus sampai menjelang hari kenaikan Yesus, ia masih saja tidak
mengerti dengan apa yang selama ini Yesus sampaikan kepadanya?
Pada perjalanan
Yesus menuju Yerusalem, saat Yesus dielu-elukan. Injil mengatakan bahwa para
murid tidak mengerti atas apa yang dimaksudkan oleh Yesus, namun ketika Yesus
telah disalibkan nantinya maka para murid mengerti akan apa yang disampaikan
Yesus. Pertanyaannya sekarang adalah, benarkah Petrus masih tidak mengerti
dengan apa yang dimaksudkan Yesus? Padahal situasi kala itu sudah melewati
penyaliban (Lih. Yoh. 12:16). Lalu kapankah Petrus akan mengerti pada apa yang
disampaikan Yesus?
Pada perjumpaan
yang diceritakan dalam Mat 28: 8-15, para murid yang ketakutan dan khawatir
berjumpa dengan Yesus, dan menyuruh mereka untuk kembali ke Galilea. Pesan yang
mengajak agar para murid mengulang kembali moment-moment itu untuk merefresh
dan memahami apa yang selama ini diajarkan Yesus kepada mereka dari awal tempat
pertama kali Yesus bertemu dengan muridnya di Galilea. Lalu jika demikian,
benarkah Petrus masih juga tidak mengerti dan memahami atas apa yang sedang
disampaikan oleh Yesus kepadanya mengenai kasih? Jangan-jangan kita adalah
orang-orang yang menghakimi Petrus kembali karena kesalahanya yang sebelumnya,
sementara Yesus sendiri telah memulihkan dan mengasihi Petrus?
Marilah
kita tidak menjadi penghakim yang baru atas Petrus. Karena Petrus yang kita
hakimi justru menjadi pribadi yang telah memberikan pertaubatan kepada banyak
orang. Justru percakapan ini menjadi pesan, bahwa keempat bentuk kasih yang ada
tertulis dalam alkitab ataupun 2 bentuk kasih yang disampaikan oleh Yesus
bukanlah sesuatu yang sifatnya memiliki ranking. Justru, setiap kasih itu
sebenarnya dimiliki dalam pribadi Yesus pula. Sama seperti yang diungkapan oleh
Origenes salah satu Bapa Gereja yang sangat terkenal yang mengatakan bahwa
“Kristus adalah paduan agape dan eros”. Bahkan tidak menutup kemungkin dengan
bentuk kasih lainnya.
Marilah
kita untuk berfikir sedikit berbeda, bayangkan bahwa Petrus dan Yesus adalah
seorang sepasang kekasih yang belum berapa lam rujuk kembali. Dapat kita
bayangkan bagaimana Petrus berusaha meyakinkan Yesus atas kesalahannya
sebelumnya tidak akan ia perbuat kembali? Bukankah hal ini sering terjadi,
ketika dalam sinetron-sinteron ada seorang laki-laki yang berbuat salah dan
bersujud untuk meminta maaf kepada perempuan tersebut. Lalu perempuan tersebut
pura-pura ngambek dan berharap agar si laki-laki terus bermohon dan meminta
maaf kepadanya dan berjanji untuk melakukan yang terbaik? Sungguh indah bukan,
makanya sinetron-sinetron indonesia bisa tayang dalam ratusan episode. Karena
memang adegan-adegan seperti ini menjadi sesuatu yang sangat indah untuk kita
lihat. Memaafkan dan saling mengungkapkan kasih kepada pasangannya?
Pertanyaannya
sekarang, kapan kita terakhir kali mengungkapkan kasih kita kepada orang yang
kita cinta? Jangan-jangan kita terlalu sibuk mengurusi tentang bagaimana
perceraian keluarga orang lain sampai kita lupa mengungkapkan kasih kita
kepada pasangan yang kita kasihi, terlebih menjaga hubungan baik kita di dalam
keluarga. Dan kapan terakhir kali kita mengungkapkan kasih kita kepada Tuhan,
jangan-jangan selama ini kita hanya sibuk meminta dan mengeluh tentang
permasalahan-permasalahan kita terhadap Tuhan?
Komentar
Posting Komentar