CITRA YANG DIABAIKAN : Matius 21:1-9



Kisah ini sering calonteolog.com sebut sebagai kisah pencitraan Yesus kepada banyak orang di Betfage. Kisah, ketika Yesus ingin memasuki kota Yerusalem, dan dengan sengaja singgah di daerah itu. Hal yang membuat calonteolog.com mengindikasikan bahwa Yesus bukan hanya lewat, namun Dia datang ke situ dan mengetahui bahwa ada satu hal yang akan dan sedang ingin dia lakukan di Betfage. Ya, calonteolog.com menyebut hal ini sebagai pencitraan. Sebab Dia mengetahui nubuatan Zakharia 9:1, lalu membangun dan menyematkan citra Raja itu ditampilkan dalam diriNya.  Lihat saja, di kota Betfage itu, disuruhnya kedua muridNya untuk pergi ke kampung yang ada di depan dan mengambil seekor keledai betina. Menariknya, bentuk pencitraan ini dilakukan secara mulus. Sebab murid menemukan keledai itu dan bahkan bisa membawakannya untuk Yesus, persis seperti apa yang diperintahkannya.

Bagaimana bisa? Bagaimana bisa calonteolog.com menyebut hal ini sebagai pencitraan?

Faktanya kata “pencitraan” sendiri bermakna positif karena seorang yang melakukan pencitraan adalah seorang yang sedang menampilkan dirinya secara sadar bahwa itulah dirinya, bukan malah menipu diri dengan menampilkan hal lain yang tidak ada dalam dirinya. Tetapi, kata ini seketika memiliki konotasi negatif di Indonesia. Entah, siapa yang memulai hal ini.

Kembali pada kisah Matius 21:1-9, dalam pencitraan yang dilakukanNya, Yesus sama sekali tidak bersandiwara. Bahkan dia tidak menyewa nenek-nenek dengan bayaran 500rb, hanya untuk menampilkan diri sebagai seorang yang rendah hati. Apalagi dengan meminta salah satu mahasiswi cantik untuk mencairkan suasana ketika Yesus berada di Betfage. IA tidak melakukan hal itu sama sekali! Sebab itu bukan pencitraan tetapi penipuan kepada orang lain, bahkan juga kepada diri sendiri.

Yesus berbeda. Dia melakukannya dengan setia dan konsisten pada citra yang ditampilkannya pada saat itu, sebelumnya ataupun setelahnya. Tidak ada semangat-semangat yang panas di awal saja saja, atau hal-hal yang dia gambarkan sebagai sesuatu yang bukan di luar nalar manusia, sekalipun itu bukan di luar kemampuanNya. Malah semua citra yang ditampilkan bisa dimiliki dan dilakukan manusia. Hanya kadang kerapuhan manusia yang membuat dirinya menolak untuk melakukan dan mengikuti jalan yang Yesus pakai. Ya, citra yang diabaikan dan sering kali kita memalingkan diri untuk melakukan Citra itu.

 “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu.” --- Yohanes 14:12
Calonteolog.com menyebutkan Yesus melakukan sesuatu yang bukan di luar nalar manusia, sekalipun itu bukan di luar kemampuanNya. Dikarenakan, Yesus yang dengan sengaja membangun dan menyematkan Citra seorang Raja yang dinubuatkan dalam Zakharia itu adalah seorang Raja yang memberikan damai dan melawan ketidakadilan tanpa kekerasan sama sekali. Ini yang sebenarnya masih masuk dalam nalar manusia. Tapi, terkadang menjadi di luar nalar. Karena ego yang berlebihan, untuk tidak mau merendahkan hati dan belajar kepada Yesus.

Namun orang-orang itu tampaknya tidak mengharapkan jalan damai yang dilakukan Yesus. Sebab yang mereka inginkan adalah Raja yang membebaskan mereka dari penjajahan bangsa Romawi. Bukan raja yang mati di Kayu Salib. Inilah yang saya maksudkan bukan diluar kemampuan Yesus. IA mampu melakukan dan memenuhi keinginan manusia, tapi IA memilih untuk tidak melakukan hal tersebut. Sebab, demikianlah citra yang dia ajarkan kepada kita. Untuk tidak melakukan perlawanan kepada kekerasan dengan hal yang sama. Memberikan pembebasan dan penyembuhan mental tanpa anarkisme. Namun juga tidak melakukan pembiaran pada kekerasan itu juga. Justru melakukannya dengan kesadaran akan seorang yang membawa misi damai kepada dunia. Melakukan perlawanan tanpa kekerasan. Memberikan penyembuhan tanpa anarkisme.

Jadi sangat heran ketika orang-orang Kristen saat ini, sering kali menjadi pahlawan-pahlawan konyol yang marah ketika melihat ketidakadilan dan melakukan hal yang sama pada pelaku yang melakukan ketidakadilan. Seperti kasus yang baru-baru ini terjadi kepada Audrey (Korban Bulyying) dari teman-teman sekolahnya. Pelaku yang diperiksa justru mendapat perlakuan hal yang sama oleh jari-jari Netizen. Seolah-olah membela dan memperjuangkan kemanusiaan. Tapi perjuangannya, justru semakin tidak memanusiakan para pelakunya. Untuk apa?

Hal-hal yang demikian itu hanya membuat rantai kekerasan semakin berlanjut. Kita tidak akan pernah melmberhentikannya, justru kita hanya akan melahirkan dendam yang baru kepada para pelaku yang melakukan bullying atau bahkan trauma yang sama. Bukankah jauh lebih baik kita berempati pada korban dan memberikan dukungan kepada para pelaku untuk memperbaiki kesalahan yang mereka lakukan kepada Audrey?

Sekalipun demikian, calonteolog.com agak pesimis dengan hal ini. Sebab, bila Yesus melakukannya dengan ketulusan, tanpa sebuah paksaan ataupun kepentingan. Sementara Gereja yang menyatakan dirinya sebagai pengikut Kristus, justru sering kali ditemukan melakukan hal yang berbeda.

Yesus melakukannya ini tanpa paksaan sama sekali. Sehingga dia tidak merasa bosan untuk melakukannya. Sekalipun ada masalah ataupun kekecewaan yang dia dapatkan ketika melihat murid-murid yang sering kali didekatNya malah, tidak memahami diriNya. Namun, apakah itu membuat Yesus untuk memberhentikan pelayananNya di dunia? Sama sekali tidak. Bahkan sekalipun dia harus menangis karena Dia sadar, tidak lama lagi orang-orang yang memujiNya justru adalah orang-orang yang akan memberikan penghukuman. IA-pun tetap menjalankan secara konsisten.

Tetapi, apakah citra itu ditangkap dan dilakukan oleh orang-orang yang hidup dan menyaksikan semua perjalanan dan pelayanan Yesus di Dunia? Tentu, calonteolog.com tidak memungkuri bila banyak terjadi pertobatan setelahnya. Sekalipun masih ada juga orang-orang yang justru memilih untuk menyaksikan dan memberitakan hal yang berbeda kepada banyak orang juga. Tapi bukan itu poin utamanya, justru yang menjadi pertanyaan penting adalah Gereja? Bagaimana dengan Gereja saat ini?


Apakah, Gereja juga membangun dan menampilkan Citra yang sama seperti Yesus? Jika ia, mengapa ada seorang Guru Sekolah Minggu yang memberikan kekerasan baik secara verbal ataupun non-verbal, hanya untuk menyuruh anak-anak Sekolah Minggu mendengar pengajaran Guru tersebut. Lalu bagaimana ketika pejabat-pejabat Gereja justru merasa sulit untuk meminta maaf pada apa yang telah dilakukannya sehingga membuat hati orang-orang lain yang datang justru terluka. Malah melakukan pembenaran dengan mengatakan, bahwa Firman Tuhan harus menampar orang-orang yang bersalah. Jika Gereja melakukan hal yang sama, mengapa banyak orang merasakan sakit hati pada tindakan penghakiman yang dilakukan oleh Gereja kepada dirinya? Sungguh, dalam bayangan calonteolog.com Yesus menangis kembali. Karena CitraNya bukan hanya disalibkan oleh orang-orang yang berseru ketika di Betfage, tetapi juga karena CitraNya ditolak dari orang-orang yang mengaku sebagai pengikutNya.

Komentar