Kisah ini sering calonteolog.com sebut sebagai
kisah pencitraan Yesus kepada banyak orang di Betfage. Kisah, ketika Yesus
ingin memasuki kota Yerusalem, dan dengan sengaja
singgah di daerah itu. Hal yang membuat calonteolog.com mengindikasikan bahwa
Yesus bukan hanya lewat, namun Dia datang ke situ dan mengetahui bahwa ada satu
hal yang akan dan sedang ingin dia lakukan di Betfage. Ya, calonteolog.com menyebut hal ini sebagai pencitraan. Sebab Dia
mengetahui nubuatan Zakharia 9:1, lalu membangun dan menyematkan citra Raja itu
ditampilkan dalam diriNya. Lihat saja,
di kota Betfage itu, disuruhnya kedua muridNya untuk pergi ke kampung yang ada
di depan dan mengambil seekor keledai betina. Menariknya, bentuk pencitraan ini
dilakukan secara mulus. Sebab murid menemukan keledai itu dan bahkan bisa
membawakannya untuk Yesus, persis seperti apa yang diperintahkannya.
Bagaimana bisa? Bagaimana bisa calonteolog.com menyebut
hal ini sebagai pencitraan?
Faktanya kata “pencitraan”
sendiri bermakna positif karena seorang yang melakukan pencitraan adalah seorang yang
sedang menampilkan dirinya secara sadar bahwa
itulah dirinya, bukan malah menipu diri dengan menampilkan hal lain yang tidak
ada dalam dirinya. Tetapi, kata ini seketika
memiliki konotasi negatif di Indonesia. Entah,
siapa yang memulai hal ini.
Kembali pada kisah Matius 21:1-9, dalam pencitraan
yang dilakukanNya, Yesus sama sekali tidak bersandiwara. Bahkan dia tidak
menyewa nenek-nenek dengan bayaran 500rb, hanya untuk menampilkan diri sebagai
seorang yang rendah hati. Apalagi dengan meminta salah satu mahasiswi cantik untuk
mencairkan suasana ketika Yesus berada di Betfage. IA tidak melakukan hal itu
sama sekali! Sebab itu bukan pencitraan tetapi penipuan kepada orang lain,
bahkan juga kepada diri sendiri.
Yesus berbeda. Dia melakukannya dengan setia dan
konsisten pada citra yang ditampilkannya pada saat itu, sebelumnya ataupun
setelahnya. Tidak ada semangat-semangat yang panas di awal saja saja, atau
hal-hal yang dia gambarkan sebagai sesuatu yang bukan di luar nalar manusia, sekalipun itu bukan di luar kemampuanNya.
Malah semua citra yang ditampilkan bisa dimiliki dan dilakukan manusia. Hanya kadang
kerapuhan manusia yang membuat dirinya menolak untuk melakukan dan mengikuti
jalan yang Yesus pakai. Ya, citra yang diabaikan dan sering kali kita memalingkan diri
untuk melakukan Citra itu.
“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu.” --- Yohanes 14:12
Calonteolog.com
menyebutkan Yesus melakukan sesuatu yang bukan di luar nalar manusia, sekalipun
itu bukan di luar kemampuanNya. Dikarenakan, Yesus yang dengan sengaja
membangun dan menyematkan Citra seorang Raja yang dinubuatkan dalam Zakharia itu
adalah seorang Raja yang memberikan damai dan melawan ketidakadilan tanpa
kekerasan sama sekali. Ini yang sebenarnya masih masuk dalam nalar manusia. Tapi,
terkadang menjadi di luar nalar. Karena ego yang berlebihan, untuk tidak mau
merendahkan hati dan belajar kepada Yesus.
Namun
orang-orang itu tampaknya tidak mengharapkan jalan damai yang dilakukan Yesus. Sebab
yang mereka inginkan adalah Raja yang membebaskan mereka dari penjajahan bangsa
Romawi. Bukan raja yang mati di Kayu Salib. Inilah yang saya maksudkan bukan diluar
kemampuan Yesus. IA mampu melakukan dan memenuhi keinginan manusia, tapi IA memilih
untuk tidak melakukan hal tersebut. Sebab, demikianlah citra yang dia ajarkan
kepada kita. Untuk tidak melakukan perlawanan kepada kekerasan dengan hal yang
sama. Memberikan pembebasan dan penyembuhan mental tanpa anarkisme. Namun juga
tidak melakukan pembiaran pada kekerasan itu juga. Justru melakukannya dengan
kesadaran akan seorang yang membawa misi damai kepada dunia. Melakukan perlawanan
tanpa kekerasan. Memberikan penyembuhan tanpa anarkisme.
Jadi sangat
heran ketika orang-orang Kristen saat ini, sering kali menjadi pahlawan-pahlawan
konyol yang marah ketika melihat ketidakadilan dan melakukan hal yang sama pada
pelaku yang melakukan ketidakadilan. Seperti kasus yang baru-baru ini terjadi
kepada Audrey (Korban Bulyying) dari teman-teman sekolahnya. Pelaku yang
diperiksa justru mendapat perlakuan hal yang sama oleh jari-jari Netizen. Seolah-olah
membela dan memperjuangkan kemanusiaan. Tapi perjuangannya, justru semakin tidak
memanusiakan para pelakunya. Untuk apa?
Hal-hal
yang demikian itu hanya membuat rantai kekerasan semakin berlanjut. Kita tidak
akan pernah melmberhentikannya, justru kita hanya akan melahirkan dendam yang
baru kepada para pelaku yang melakukan bullying atau bahkan trauma yang sama. Bukankah
jauh lebih baik kita berempati pada korban dan memberikan dukungan kepada para
pelaku untuk memperbaiki kesalahan yang mereka lakukan kepada Audrey?
Sekalipun
demikian, calonteolog.com agak pesimis dengan hal ini. Sebab, bila Yesus
melakukannya dengan ketulusan, tanpa sebuah paksaan ataupun kepentingan. Sementara
Gereja yang menyatakan dirinya sebagai pengikut Kristus, justru sering kali
ditemukan melakukan hal yang berbeda.
Yesus
melakukannya ini tanpa paksaan sama sekali. Sehingga dia tidak merasa bosan
untuk melakukannya. Sekalipun ada masalah ataupun kekecewaan yang dia dapatkan
ketika melihat murid-murid yang sering kali didekatNya malah, tidak memahami diriNya.
Namun, apakah itu membuat Yesus untuk memberhentikan pelayananNya di dunia?
Sama sekali tidak. Bahkan sekalipun dia harus menangis karena Dia sadar, tidak
lama lagi orang-orang yang memujiNya justru adalah orang-orang yang akan
memberikan penghukuman. IA-pun tetap menjalankan secara konsisten.
Tetapi,
apakah citra itu ditangkap dan dilakukan oleh orang-orang yang hidup dan
menyaksikan semua perjalanan dan pelayanan Yesus di Dunia? Tentu,
calonteolog.com tidak memungkuri bila banyak terjadi pertobatan setelahnya. Sekalipun
masih ada juga orang-orang yang justru memilih untuk menyaksikan dan
memberitakan hal yang berbeda kepada banyak orang juga. Tapi bukan itu poin
utamanya, justru yang menjadi pertanyaan penting adalah Gereja? Bagaimana
dengan Gereja saat ini?
Apakah,
Gereja juga membangun dan menampilkan Citra yang sama seperti Yesus? Jika ia,
mengapa ada seorang Guru Sekolah Minggu yang memberikan kekerasan baik secara verbal
ataupun non-verbal, hanya untuk menyuruh anak-anak Sekolah Minggu mendengar pengajaran
Guru tersebut. Lalu bagaimana ketika pejabat-pejabat Gereja justru merasa sulit
untuk meminta maaf pada apa yang telah dilakukannya sehingga membuat hati
orang-orang lain yang datang justru terluka. Malah melakukan pembenaran dengan
mengatakan, bahwa Firman Tuhan harus menampar orang-orang yang bersalah. Jika
Gereja melakukan hal yang sama, mengapa banyak orang merasakan sakit hati pada
tindakan penghakiman yang dilakukan oleh Gereja kepada dirinya? Sungguh, dalam
bayangan calonteolog.com Yesus menangis kembali. Karena CitraNya bukan hanya
disalibkan oleh orang-orang yang berseru ketika di Betfage, tetapi juga karena
CitraNya ditolak dari orang-orang yang mengaku sebagai pengikutNya.
Komentar
Posting Komentar