Dalam refleksi kali ini,
calonteolog.com merasa agak kebingungan dengan Pengkhotbah 11:1 yang menuliskan
tentang, “"Lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan mendapatnya
kembali lama setelah itu". Sebab, dalam beberapa pembacaan disebutkan
bahwa ayat ini sehubungan dengan penangkapan ikan; melemparkan umpan ke dalam
air, yang kembali berupa ikan yang ditangkap. Tapi sekalipun demikian,
bagaimana ikan itu bisa ditangkap. Kalau si Pengkhotbah tidak membawa jaring untuk
menangkap ikannya. Tentu roti yang dibuangpun sia-sia.
Lain ahli menghubungkan
dengan pelayanan: modal yang ditanam dalam perusahaan semacam itu, kembali
berupa untung. Ya kali, untung.
Kalau rugi bagaimana? Namanya usaha, pasti ada naik turunnya kan?
Kalau rugi bagaimana? Namanya usaha, pasti ada naik turunnya kan?
Ada juga yang merefleksikan
hal ini sebagai seseorang yang diajarkan untuk mau mengambil risiko. Pada pemahaman
ini calonteolog.com sedikit setuju. Sebab, ada kemungkinan si
Pengkhotbah memberikan dan mengajarkan realitas yang baru kepada para
pendengarnya. Tentang suatu hal yang mungkin akan kembali, tapi tidak dapat
diperkirakan kehadirannya. Sehingga para pendengar tidak perlu terlalu banyak
mengharapkan, agar tidak keccewa. Sebab ada kata “lama setelah itu” dalam
ayat tersebut.
Bahkan hal ini juga yang
membuat calonteolog.com teringat akan seorang teolog bernama A.B. Simpson
berkata, "Saya percaya jerih payah dan doa yang dipanjatkan 20 tahun yang
lalu tidak akan berlalu begitu saja. Memang mungkin kita tidak dapat melihat
langsung hasil karya dan pengorbanan kita sekarang ini, tetapi pada suatu saat
semuanya akan nyata dalam keindahan dan kemuliaan.
Kasih yang saudara
berikan, pengampunan yang saudara tunjukkan, kesabaran dan ketekunan yang
dikaruniakan dalam hidup saudara akan menghasilkan buah yang lebat. Orang yang saudara
tuntun kepada Kristus mungkin menolak diperdamaikan dengan Allah. Hatinya
mungkin terlihat sedemikian kerasnya sehingga doa dan usaha saudara terasa
sia-sia belaka. Namun sesungguhnya semua itu tidak akan sia-sia, melainkan akan
berhasil pada suatu saat-mungkin sesudah Anda sendiri melupakannya. Atau
malah seperti yang ayah calonteolog.com ajarkan, ketika banyak para
revolusioner yang diingat dan dikenang bukan semasa hidupnya. Tetapi setelah ia
pergi dari tempat tersebut ataupun ketika ia telah benar-benar meninggalkan
dunia ini.
"Biarlah Allah yang
menentukan waktunya! Mungkin segala sesuatu berjalan begitu lambat, tetapi
yakinlah bahwa segala sesuatu itu pasti ada hasilnya. Ada masa menabur
dan musim semi terlebih dahulu sebelum tiba saatnya musim menuai dan musim
gugur." Dengan kata lain, seseorang bukan cuman menunggu dan terpaku pada
waktu Tuhan. Tetapi juga tetap bekerja dan menaruh harapnnya kepada Tuhan. Jangan
sampai Tuhan sudah bekerja, manusianya yang malah berpangku tangan dan menunggu
Tuhan mengubahkan keadaannya.
Tetaplah menabur! Pada
waktu-Nya, dan sesuai dengan kehendak-Nya, Allah akan mengirimkan hasil
panennya
Eittss…. Pemabhasan kita
belum selesai sampai disini. Karena calonteolog.com hanya sedikit setuju dengan
tafisran sebelumnya.
Sebab ada tafsiran
lainnya yang membuat calonteolog.com lebih tertarik. Dalam tafsiran tersebut
disebutkan bahwa salah satu arti dari kata ibrani untuk “roti” adalah “butir-butir
gandum” yang dapat dipakai untuk membuat roti. Sehingga dalam pemahaman
tersebut, dimaksudkan (mungkin) adalah orang Mesir yang menaburkan butir-butir
gandum atas air yang menggenangi lading-ladang mereka ketika sungai Nil banjir
setiap tahun. Kelihatannya butir-butir itu tenggelam dan dilupakan, tetapi pada
saatnya akan panen.
Dengan kata lain, ada
semacam pemahaman yang diberikan kepada kita untuk menerapkan sikap murah hati dan menolong orang lain (Pengkh 11:2); bahwa
kita harus memberi dengan dermawan karena pada suatu hari mungkin kita sendiri
sangat memerlukan pertolongan (bd 2Kor 8:10-15)
Ya,
hal ini semacam mengajak saudara untuk membuat asuransi saudara sendiri dengan
menanamkan kebaikan-kebaikan kepada orang lain dalam setiap kehidupan yang
saudara jalani. Walaupun tetap saja, tidak sedikit orang yang tidak menikmati
asuransinya, bahkan tidak sedikit juga lebih memilih untuk tidak membuat
asuransi semacam ini.
Namun bukan ini yang
membuat calonteolog.com tertarik dengan pemahaman ini. Calonteolog.com tertarik
dengan pola pikir seseorang yang menaburkan butir-butir gandum ke air yang menggenangi
lading-ladang mereka ketika sungai Nil justru sedang banjir. Mereka tidak
terjebak pada keadaan dan kondisinya, justru mereka tetap menaruhkan harapannya
kepada Tuhan bahkan ketika situasi sedang tidak mendukung sama sekali, dengan
menaruhkan setiap butir-butir gandum tersebut. Sementara, ada banyak orang saat
ini yang justru menyerah pada keadaanya. Banyak pengangguran yang selalu
menyerah pada situasi yang dijadikan kambing hitam untuk dia tidak bekerja. Ataupun
orang-orang yang lebih memilih menyalahkan keadaan dan masa lalunya sebagai
suatu pembelaan pada situasi dan keadaannya yang seperti sekarang ini.
Ya, semua kembali
pada cara pandang saudara dalam melihat keadaan. Menyerah pada keadaan, atau
menaruhkan harapan dan berusaha pada setiap keadaan yang mungkin terburuk
sekalipun.
Komentar
Posting Komentar