Beberapa pekan terakhir ini, KPK menjadi sorotan publik. Tentu dikarenakan calon pemimpin yang diusulkan oleh tim pansel diragukan kredibilitasnya. Calonteolog.com berfikir perdebatan ini menunjukkan sulitnya mencari seorang independent, berkredibilitas dan berintergritas untuk menjadi pimpinan KPK. Bahkan beberapa tokoh-tokoh negara seperti Buya Syafii Maarif, Prof Mahmud MD dan Siti Nuriyah Wahid, berkomentar negatif tentang calon pimpinan KPK yang dipilih Tim Pansel. Dikarenakan calon pemimpin tersebut berisikan orang-orang dengan catatan-catatan hitam. Benarkah mencari calon pimpinan KPK sangatlah sulit? Masih adakah orang yang independent, berkredibilitas dan berintergritas saat ini?
Menjawab pertanyaan ini agak begitu sulit bagi
calonteolog.com., karena setiap orang memiliki asumsi-asumsi kepada setiap calon
pimpinan KPK yang telah dipimpin Tim Pansel. Bahkan bukan hanya mereka, (mungkin?)
terkadang dalam keseharian kita juga memperlihatkan beberapa orang masuk dalam
daftar hitam kita. Bukan karena orang-orang tersebut melakukan sesuatu yang
tidak jujur, tetapi karena kita lebih dahulu berasumsi pada kredibilitas orang
tersebut. Untuk itu pembuktian menjadi kebutuhan
orang saat ini untuk menjawab setiap asumsi-asumsi kita kepada orang lain.
Pertanyaannya berlanjut, “Pembuktian seperti apa yang
kita harapkan dapat dimunculkan orang lain untuk kita?”;“Proses hidup bersama?”;“Pengalaman
hidup orang lain?” atau “Hasil dari pembuktian tersebut?”. Inilah yang menjadi
masalahnya, bahwa setiap orang mampu berkata untuk tidak menghakimi orang lain.
Namun, realitasnya ada begitu banyak orang yang justru mendapatkan penghakiman justru
karena asumsi kita. Tentu hal ini dapat dikatakan lumrah oleh beberapa orang, karena
manusia sering mengingkan yang terbaik atas pilihannya. Tapi, adakah diantara
kita, dapat terlepas dari asumsi? Bahkan ketika kita berasumsi tentang orang
lain, kita sendiripun juga mendapatkan asumsi dari orang lain. Jangan berfikir,
bahwa kita bisa terlepas dari asumsi, sekalipun kita berada dipihak yang
memilih bukan dipilih.
Lalu, apa yang harus dilakukan?
Jelasnya, calonteolog.com tidak ingin setiap dari kita
terjebak atas asumsi. Tetapi marilah memberikan kesempatan untuk diri sendiri
maupun orang lain. Sebab seseorang dapat dikatakan berkredibilitas dan berintergritas
dikarenkan pengalaman yang membuktikan. Tapi bagaimana pengalaman itu menjadi
nyata bila tidak ada kesempatan untuk orang lain membuktikan?
Sadarkah saudara? Ketika Paulus memberikan nasihatnya
untuk jemaat di Efesus, khususnya dalam teks Efesus 4:25-32. Ia menyadari bahwa
orang-orang tersebut bukanlah orang-orang baik, kesalahan-kesalahan pernah melekat
dalam hidup mereka dan ini bukan sekedar asumsi dari Paulus. Sebab salah satu
fakta menunjukkan bahwa konteks saat itu pencurian sangat merajalela. Bahkan menjadi
sangat umum terjadi di dermaga-dermaga, khususnya pemandian umum. Mereka mencuri
barang-barang orang yang sedang mandi, dan ini dianggap lumrah terjadi kala
itu.
Tapi, apa yang dilakukan Paulus? Dia tetap memberitakan kabar baik
kepada orang-orang tersebut, bahkan mengajari dan memberikan mereka kesempatan
untuk hidup menjadi manusia baru. Itulah yang menjadi pesan utama untuk kita
saat ini, bila saudara menganggap diri saudara adalah orang yang suci dan baik.
Maka peluklah kami orang yang sesat ini dan tunjukkan kepada kami kebenaran. Berikan
kepada kami kesempatan untuk belajar menjadi sepertimu yang hidup dalam
kebenaran. Jangan jauhkan kami hanya karena asumsi dan masa lalu kami.
Menarik melihat cara NASA untuk menyeleksi para pelamar yang ingin
menjadi astronot. Mereka menolak para pelamar dengan latar belakang kesuksesan
murni, tetapi justru memilih orang-orang yang pernah mengalami kegagalan dan
kesalahan berarti, lalu bangkit kembali dari kegagalan dan kesalahan tersebut. Bahkan
Jack Welch, CEO General Electric yang sangat terkenal, memilih para eksekutif
berdasarakan landasan kemampuan mereka untuk berkembang. Ya, saudara
harus menyadari bahwa satu nilai saja dalam satu waktu sama sekali tidak
menunjukkan kecenderungan, peningkatan, kurangnya usaha ataupun kredibilitas
seseorang. Sebab, penilaian dalam satu waktu hanya sedikit berguna untuk
memahami kemampuan seseorang. Selebihnya, biarkanlah potensi mereka sendiri
yang berusaha.
Ataukah setiap dari kita saat ini memiliki pemikiran
bahwa mereka dengan predikat kredibilitas terbaik tidak pernah melakukan sebuah
kesalahan dalam hidupnya? Ataukah kita menyangka bahwa surga itu dipenuhi oleh
orang-orang suci bak Malaikat di dunia? Percayalah bila saudara berfikir
demikian, maka sebenarnya kehidupan saudara tidak pernah mengalami pembaharuan.
Saudara hanya selalu membentengi diri dengan begitu banyak asumsi nyata, atau
bahkan kebanyakan tidak nyata (?)
Kita buat sebuah pandangan bahwa tidak ada satupun di dunia
ini yang memiliki kredibilitas dan integritas yang baik, selain daripada
saudara. Bila itu terjadi, apakah saudara hanya diam dan membiarkan diri untuk berjuang
tanpa orang lain? Saat saudara mau berjuang dan melakukannya sendiri, silahkan!
Tetapi, manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam
kehidupannya.
Karena itu yang terpenting bukanlah asumsi pada orang
lain, tetapi berlakulah sebaik mungkin dan berjuanglah untuk mengembangkan diri
dalam kebenaran tersebut. Sekalipun seluruh asumsi-asumsi yang saudara
bayangkan itu menjadi nyata. Saudara hanya memerlukan komitmen untuk hidup,
sekaligus menghidupi kebenaran tersebut. Jangan menggunakan kebenaran sendiri
untuk memuaskan ego kita.
Fakta yang dihidupi calonteolog.com saat ini adalah
orang-orang dengan karakter yang berkomitmen untuk hidup sekaligus menghidupi
kebenaran selalu sepi. Bahkan sulit membiarkan orang lain untuk bekerja bersama
dengan dirinya. Ini menjadi kebenaran dalam satu sisi, karena setiap orang
memerlukan sepi untuk mempertahankan kualitas dari setiap hal yang dia kerjakan
dan usahakan. Namun, pada sisi yang berbeda ini dapat menjadi kekeliruan bila
saudara selalu beranggapan bahwa orang lain hanya akan merusaknya. Saudara
dapat mempertanyakan diri saudara; karena ada kemungkinan pula bahwa saudara
takut kalau orang lain justru sedang merusak halusinasi saudara, khususnya dalam
setiap usaha dan pekerjaan yang saudara lakukan.
Untuk berkomitemen menghidupi kebenaran, harusnya saudara
dapat melupakan dunia yang ideal. Sebab dalam setiap hal, kita akan selalu menjumpai
kekurangan. Termasuk untuk menghilangkan segala kekurangan, hanyalah
kesia-siaan. Bila saudara mengetahui rekan atau mitra kerja saudara memiliki
kekurangan, maka ajaklah dirinya untuk meminimalisir kekurangan tersebut. Bila saudara
menemukan kecurangan, jangan sekedar mengabaikannya, menghindarinya dan
menghakiminya saja. Tapi, rangkulah dirinya dan tunjukanlah bahwa hal tersebut
layak untuk ditinggalkan. Berikan mereka kesempatan untuk mengalami perubahan,
seperti saudara yang juga beroleh kesempatan karena kasih karunia Allah kita.
Ini yang calonteolog.com lihat ketika Paulus mengajak jemaat
di Efesus untuk tidak berkata kotor melainkan memakai kata yang baik untuk membangun
agar pendengarnya beroleh kasih karunia untuk berkembang kearah lebih baik. Sebab
kita yang mengalami perubahan dan memperoleh kasih karunia dari Tuhan
seharusnya juga memberikan diri untuk menjadi dampak bagi orang lain, khususnya
dalam setiap pekerjaan dan usaha yang kita lakukan. Jangan sampai setiap usaha dan
pekerjaan yang kita lakukan hanya sekedar memberikan kepuasan pada diri sendiri.
Kita dapat merubah hidup dan menghidupi kebenaran dalam satu hari. Lalu memperpanjang hidup dengan menjadikan diri sebagai pelaku kebenaran yang berelasi dan bedampak bagi seluruh ciptaanNya, untuk menikmati kesempatan sama seperti Allah selalu berikan untuk kita. AGM
Komentar
Posting Komentar