Seperti kita ketahui, masa adven adalah masa penantian. Namun yang perlu dipertanyakan adalah pemahaman
kita soal penantian tersebut. Liturgi Gerejawi menempatkan minggu-minggu adven
sebelum tanggal 25 desember. Tidak heran, hal ini berakibat pemahaman adven
hanyalah suatu romantisme mengenang masa-masa menjelang Yesus lahir. Salahkah?
Tentu, tidak!
Tetapi masa masa adven
melebihi dari pada hal itu saja, sebab masa-masa ini juga merupakan penantian
nyata akan kedatangan Yesus. Bukankah Yesus mengatakan bahwa Ia akan datang kembali
pada akhir zaman? Kapan itu? Entahlah.
Namun pernahkah saudara
menyadari bahwa kehadiran (pendekatan) yang dilakukan Yesus menjadi sesuatu
yang sangat dibutuhkan dan diperlukan oleh orang-orang saat ini?
Betapa banyak di antara
kita yang selalu bertahan pada rasa tidak suka yang bisa menjadi awal
pertengkaran, kesalahpahaman, pemicu kemarahan, atau saat menyakitkan lainnya. Kita
bersikeras menunggu orang lain mendekati kita – percaya bahwa inilah
satu-satunya cara yang akan membuat kita bisa memaafkan atau menghidupkan
kembali sautu persahabatan atau hubungan keluarga.
Salah satu film menarik
dari India, berjudul “Dream Girl” menceritakan tentang seorang laki-laki bernama
Karam yang mampu menirukan suara perempuan. Karena sulitnya mendapatkan
pekerjaan dengan latar belakang akademinya, dan situasi perekenomian keluarga
yang terlilit utang, membuat dirinya bekerja dalam sebuah perusahan legal yang
memanfaatkan suara perempuannya. Perusahan tersebut mempekerjakan
perempuan-perempuan (kecuali Karam) untuk menerima setiap panggilan dari
laki-laki yang merasakan kesepian. Pekerjaan yang diguluti Karam membuat
dirinya banyak disukai oleh para lelaki yang menelponnya. Bahkan, dalam cerita
tersebut adapula seorang perempuan yang sudah tiga kali gagal dalam berumah
tangga dan tidak mempercayai laki-laki mencintai suara Karam. Hal yang
dilakukan Karam, sangatlah sederhana, merubah nama menjadi Pooja dan suaranya
sangat mirip dengan perempuan. Ia memberikan telinganya untuk mendengar setiap
masalah-masalah dan kesukaan-kesukaan dari penelponnya. Selebihnya, tidak ada!
Ia tidak melakukan apapun selain berkomunikasi dengan para penelponya. Kegiatan tersebut
ternyata, membuat dirinya memiliki banyak sekali palanggan.
Menarik dari
refleksinya setelah melakukan kegiatan tersebut adalah Karam memperingatkan semua orang, bahwa populasi manusia
mungkin semakin meningkat, tetapi hal serupa juga terjadi pada rasa kesepian. Hal
tersebut, dia rasakan ketika Karam memberikan rasa empati dan dirinya bagi
pelanggannya. Sesuatu yang sebenarnya dapat orang lain lakukan, tapi kita
berhenti untuk tidak melakukan hal tersebut. Mengapa? Karam mengumpamakannya dengan foto. Fakta yang dilihatnya betapa banyak orang lebih mementingkan foto selfie kita, bukan foto kebersamaan bersama orang-orang yang
kita sayangi. Bahakan hal tersebut, membuat ego seseorang semakin tinggi,
sampai batas kesepian itu memuncak. Orang-orang dapat membunuh dirinya sendiri,
sembari melupakan lingkungan yang begitu mengasihinya.
Saudaraku, betapa
banyak diantara kita yang terjebak dalam kesepian hanya karena memendam
kebencian, ketidaksukaan dan amarah kepada orang lain. Perasaan-perasaan yang
mengubah “masalah kecil” menjadi “masalah besar” dalam pikiran kita. Kita mulai
percaya bahwa posisi kita lebih penting daripada kebahagian kita. Ternyata tidak
demikian. Belajar dari kehadiran Yesus, kesepian dapat hilang bila kita memahamai
bahwa; "menjadi yang benar hampir tidak pernah lebih penting daripada membuat
diri kita bahagia". Seperti Yesus, Dia datang (mendekati) ke dunia untuk menebus
dosa manusia. Memulihkan hubungan, membuat dosa itu berlalu. Bukankah Yesus pedoman hidup kita? Maukah kita membiarkan orang lain menjadi benar?
Ini tidak berarti bahwa
kita bersalah. Semua akan baik-baik saja. Kita menikmati pengalaman membiarkan
masalah berlalu, juga nikmatnya membiarkan orang lain menjadi yang “benar”,
mereka akan menjadi tidak defensif dan lebih menyukai kita. Bayangkan, betapa
kehadiran Allah meneduhkan dan memberikan kehangatan setiap orang. Mengapa?
Karena Dia datang ke dunia untuk memulihkan hubungan kita dengan Bapa. Bukan mempersalahkan
manusia. Sekalipun beberapa diantara kita, dengan beberapa alasanya tidak
merasakan dan mengabaikan kehadiranNya. Itu tidak menjadi soal! Karena ini
tentang kita, orang-orang percaya. Maukah kita melakukan hal serupa dalam masa
penantian ini? Mendekati orang yang telah bersalah kepada kita, dan mengabaikan
kebenaran yang kita miliki. Karena keinginan kita untuk menjadi bahagia, dengan tidak terjebak dalam perasaan menyakitkan itu?
Demikianlah, penantian
adven ini tidak pasif dan bukan hanya sekedar romantisme mengenang masa-masa
menjelang Yesus lahir. Penantian ini adalah sebuah tindakan aktif:
mengintropeksi diri, berjaga-jaga dalam iman dan pengharapan, memantaskan diri
dengan selalu berfikir positif, menciptakan dunia yang penuh kasih sayang
(bukan penghakiman) disekeliling kita.
Percayalah, para
penjual, baik offline ataupun online, baik barang maupun jasa, akan berjaga
menanti konsumenya datang atau memesan? Bukankah ketika ada pembeli datang atau
memesan, mereka akan dengan sigap memberikan pelayanannya? Apa jadinya bila
mereka tengah tertidur pulas ketika pembeli datang atau memesan?
Komentar
Posting Komentar