Kualitas
sebuah pekerjaan tidak ditentukan oleh "nilai rohani" yang terkandung
dalam pekerjaan itu—misalnya pendeta atau orang yang bekerja di lembaga
keagamaan, tetapi oleh motivasi yang mendasarinya. Seorang petani yang bekerja
dengan motivasi "bekerja buat Tuhan", akan lebih bernilai karyanya,
daripada pendeta yang berkhotbah sekadar untuk mendapatkan honorarium atau
pujian.
Pekerjaan
apa pun—selain tentunya baik dan benar—yang penting sungguh-sungguh dilakukan
untuk Tuhan. Ada sebuah sajak yang dikutip oleh Pdt. Eka Darmaputera dalam
salah satu bukunya, Tuhan dari Poci dan Panci. Konon sajak itu ditulis oleh
seorang pekerja rumah tangga berumur 19 tahun:
Tuhan
dari setiap poci dan panci, aku tak punya cukup waktu, bukan pula seorang ahli,
untuk menjadi anak-Mu dengan mengerjakan yang suci-suci. Tapi jadikanlah aku
anak-Mu melalui makanan yang kusaji. Jadikanlah aku anak-Mu melalui
piring-piring yang kucuci. Hangatilah dapur ini dengan kasih-Mu. Terangi dapur
ini dengan sinar-Mu. Sama seperti ketika Engkau menyajikan makanan di tepi
danau, atau ketika perjamuan malam. Dan terimalah pekerjaanku yang sehari-hari
ini, yang kukerjakan bagi Engkau sendiri.
Kita
tidak selalu dapat memilih keadaan-keadaan yang sesuai dengan keinginan kita.
Kita mungkin tidak dapat mengubah pekerjaan atau lingkungan tempat kerja kita.
Mungkin kita berada dalam situasi yang sulit, namun kita dapat "melakukan
yang terbaik"
Sulit sekarang tidak berarti sulit selamanya,
setiap orang memiliki proses dalam hidup. Yakinkanlah dirimu, bila waktu Tuhan
adalah yang terbaik. Itulah upahmu!
Menariknya,
setiap orang yang memiliki stigma negatif kepada pelacur berkata, “Sungguh
perempuan itu tidak memiliki harga diri”. Mengapa? Sebab bagi mereka, para
pelacur ini menjual dirinya yang telah dibayar dengan harga mahal dan sangat istimewa
dari Allah. Hanya saja, mereka yang berpandangan demikian juga tidak jarang
menjadi seorang yang sama atau bahkan lebih rendah dari para pelacur yang
mereka hina.
Mengapa?
Sebab
sering kali seseorang bekerja ditentukan dengan harga yang dibayar tuannya. Sehingga
tidak heran, bila orang-orang demikian ini, patokan ketika ia bekerja adalah
uang. Bila, ia mendapatkan gaji yang menurutnya layak dan mendapatkan bonus
pula. Maka ia akan bekerja dengan sukacita. Kenyataanya, orang-orang
demikian ini sering kali memasang harga untuk setiap pekerjaannya. Alhasil,
mereka menjadi seorang yang tak lebih dari para pelacur yang memasang harga
sesuai dengan pelayanan diberikan.
Saudaraku,
percayalah nominal gaji bukanlah sebuah patokan untuk bekerja. Sebab di luar
pendapatan, kamu bisa menimba banyak ilmu dari tempatmu bekerja. Karena itu,
apapun yang kamu lakukan saat ini layak untuk dijalani sepenuh hati. Karena serendah
apapun jabatan dan gaji yang kamu terima, jauh lebih baik daripada tidak
berbuat apa-apa.
Bila Tuhan mengambil rupa menjadi manusia yang menghamba. Mengapa sulit untuk kita juga melakukan hal serupa?
Tapi
bukan berarti saudara diajak untuk berhenti mengembangkan potensi diri. Setiap orang
memang perlu mensyukuri setiap pekerjaan yang dia miliki saat ini. Namun bukan
berarti hal ini, menjadi alasan untuk kita, lebih mudah berpuas diri. Sebab setiap
orang memiliki potensi yang dapat ia kembangkan lagi.
Karena
itu, Buya Hamka pernah mengatakan
Kalau hidup sekedar hidup, maka babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera juga bekerja.
Apa
yang membuat kita istimewa? Tidak lain adalah akal dan pikiran untuk mengambil
hikmat Tuhan dari setiap hal yang telah Ia anugerahkan didalam hidup kita.
Bila, manusia tidak lagi mampu mengambil hikmat dari setiap pekerjaan dan
proses kehidupannya. Maka, manusia tidak lebih dari babi hutan yang hidup dan
kera yang bekerja.
Setiap orang perlu bangga atas
pekerjaan yang dilakukannya, namun jangan dijadikan itu sebagai alat untuk
menyombongkan diri. Setiap orang perlu bekerja keras untuk hidupnya, namun
jangan melakukannya dengan terpaksa, Namun lakukanlah dengan sepenuh hatimu
pula. Terakhir, setiap orang perlu bersyukur atas setiap pekerjaanya, namun
jangan terlalu cepat bepuas diri. Sebab setiap orang memiliki potensi yang
dapat ia kembangkan.
Yang terpenting bukanlah, seberapa besar Gaji dan Bonus untukmu. Tapi, kepada siapa dan untuk siapa kamu bekerja!
Komentar
Posting Komentar