Suatu
kisah tentang seekor belalang yang belajar ilmu silat dengan gurunya yang buta.
Beberapa waktu lamanya si belalang telah berlatih bersama Gurunya, hingga
tibalah saatnya untuk meenjalani ujiannya yang terakhir. Adapun ujian tersebut
memintanya untuk berjalan diatas kayu kecil sebagai jembatan untuk melewati
satu kolam kata Gurunya.
Si
murid terheran-heran akan ujian tersebut, mengapa ujian terakhir hanya menjaga
keseimbangan. Lalu ia pun bertanya kepada Gurunya,
“Benarkah ini menjadi ujianku, Guru?”
Tanpa
memberikan sepatah katapun, Gurunya membawa si ke kolam tempatnya akan
menjalani tes tersebut. Dengan perasaan curiga, Si Belalang berjalan mengikuti
Gurunya. Sesampai mereka di kolam, tempat ujian terakhir tersebut, Sang Guru
berkata kepada si Belalang
“Lihat, jembatan itu lebarnya setengah meter, engkau harus melewati kolam itu dengan jembatan yang telah disediakan. Tapi engkau, tidak boleh lupa dan gegabah. Sebab air yang ada di kolam tersebut, merupakan air asam yang dapat menghancurkan tulangmu. Beberapa murid sebelumnya telah mati dan meninggalkan tulangnya di dalam kolam tersebut.”
Bila
sebelumnya, Si belalang dihantui rasa curiga. Kini, perasaan takut menguasainya
terlebih ketika ia melihat tulang-tulang yang ada di dalam kolam tersebut. Ia
pun meminta waktu beberapa hari untuk berlatih, sebelum ujian itu
diberlangsungkan.
Sang
Guru, mengabulkan permintaan si Belalang untuk berlatih. Ia memberikan
sebongkah kayu yang lebarnya lebih kecil dari jembatan yang ada dikolam tempat
ujiannya terakhir. Si belalang berlatih keras dan mampu berjalan dengan
seimbang diatas bongkahan kayu tersebut.
Setelah
beberapa waktu lamanya ia berlatih, Sang Guru memintanya untuk segera
melaksanakan ujian terakhir si Belalang. Masih dengan perasaan takut, Si
Belalang menyetujui permintaan Gurunya. Ia pun dibawa ke tempat kolam yang
menjadi ujian terakhir baginya.
Saat
ia meletakkan kakinya diatas jembatan tersebut, perasaan takutnya semakin menjadi.
Ia mereasa bahwa jembatan itu semakin mengecil dan sangatlah goyang. Namun, itu
hanyalah pemikirannya yang dihantui rasa takut. Sebab, Sang Guru tidak pernah
menggantikan jembatan tersebut. Si belalangpun menoleh kebelakang dan melihat
kembali gurunya. Tetapi ia tidak mendapatkan respon apapun selain, “Jangan
takut dan pergilah!”.
Ketakutan
itu semakin menjadi, sebab matanya menoleh kebawah dan melihat tulang-tulang
itu tampak sangat putih. Ia membayangkan, bila akhirnya dirinya gagal melewati
ujian terakhirnya dan tulangnya menjadi bagian dari tumpukan tulang yang ada di
kolam tersebut.
Ya
seperti dugaannya, ketika ia melangkahkan kakinya lagi. Jembatan menjadi
goyang, dan membuat ia kehilangan keseimbangannya. Ia berteriak dengan kencang,
“Guru, tolong aku”.
Tetapi,
teriakannya tidak membuahkan hasil. Guru tidak berbuat apa-apa dan iapun
terjatuh kedalam kolam.
Sungguh
malang nasib belalang tersebut.
Ya, sungguh
malang kisahnya. Sebab belalang tersebut pintar berenang, namun berteriak
seolah olah tidak mampu berenang diatas air kolam tersebut.
Ya, air kolam
tersebut bukanlah air asam seperti yang disampaikan Guru sebelumnya. Tulang-tulang
yang terlihat di dalam kolam juga, hanyalah bagian dari dekorasi kolam. Bukan tulang
sungguhan. Namun, si belalang telah
terjatuh kedalamnya, karena rasa takut yang terus menghantui pikirannya.
Benar
saja, ujian terakhir si Belalang bukanlah melewati jembatan tersebut. Ujian
terakhirnya adalah melawan rasa takut yang ada dalam dirinya.
Saudaraku,
berapa banyakah diantara kita yang senasib dengan belalang? Seperti halnya
belalang tadi, para murid juga mengalami ketakutan serupan. Kematian Yesus
dikayu salib, membuat para murid merasa takut, khawatir dan diam. Mereka melupakan
ucapan-ucapan Yesus tentang kebangkitanNya.
Karena
itu Galilea menjadi tempat yang menarik bagi saya dalam kisah kebangkitan ini. Seperti
kita ketahui Galilea menjadi tempat pertama kali Yesus bertemu dengan
murid-muridnya. Suruhan Yesus untuk mereka pergi ke Galilea menjadi seruan
perziarahan kembali para murid untuk mengingatkan , menguatkan dan menumbuhkan
harapan di dalam hati para murid yang ketakutkan.
Mungkin
hal serupa juga disampaikan kepada kita saat ini yang merasa takut, khawatir
terhadap situasi yang kita rasakan semakin buruk. Tuhan mengajak kita untuk
mengingat kembali ke hari-hari sebelumnya, mengingat bagaimana
kebaikan-kebaikanNya kita, dan mengingat bagaimana pertolonganNya yang tidak
pernah terlambat untuk kita.
Ya,
Paskah bukan hanya peristiwa tentang Yesus yang bangkit dari kematian. Tapi ini
tentang, bagaimana Yesus mengingatkan kepada kita semua, bahwa dalam setiap
problema yang kita hadapi saat ini, “masih ada harapan”
Masih
ada harapan, di dalam Yesus. Masih ada, tangan yang luar biasa untuk menolong
kita. Masih ada sentuhan kehangatan dari Yesus untuk kita. Karena itu, bersukacitalah.
Sebab, perasaan takut dan khawatir hanya akan memperburuk keadaan.
Bahkan,
lebih daripada itu. Sadarilah, bahwa sukacita itu menular. Hal ini saya
dapatkan ketika membuat lomba foto keluarga dan video bernyanyi anak-anak
sekolah minggu. Para orang tua mengupload foto dan video anak-anaknya. Saudara tau?
Sukacita yang terlihat dalam foto dan video tersebut ternyata membuat beberapa
grup di media sosial tempat saya berbagi menjadi sukacita.
Benar,
bahwa foto dan video itu tidak menyelesaikan apapun. Namun, foto dan video
tersebut menjadi bentuk sederhana penghiburan dari Allah yang datang dan hadir
dalam sukacita anak-anak kepada kita.
Lalu,
mengapa engkau masih takut? Belajarlah dari iman anak-anak yang bersukacita dan
meyakini hidupnya kepada BapaNya. Mereka percaya, bahwa BapaNya tidak akan
pernah meninggalkan mereka. Mereka percaya, bahwa BapaNya sanggup dan mampu
membantunya untuk melewati kesusahannya. Mereka percaya, bahwa pengharapan yang
BapaNya tumbuhkan di hati para murid-murid dan perempuan-perempuan yang
berziarah, juga dilakukan dalam hidup mereka.
“Masih
ada harapan”
El-Shaddai
Tak usah kutakutAllah menjagakutak usah kubimbangYesus p'liharakuDia memberkatikuTak usah kususahRoh Kudus hiburkuDia BesarTak usah kucemasEl ShaddaiAllah Maha KuasaEl Shaddai mulia
Komentar
Posting Komentar