Aku adalah Aku


Banyak dari antara kita berbicara dengan cukup mudah, bahkan secara fasih, mengenai Allah. Bahkan banyak juga orang tidak lagi percaya kepada Allah . Mereka yang menyatakan iman akan Allah sering tidak lagi berpegang kepada Allah secara serius. Meskipun mereka beriman, dalam praktiknya Allah tidak memerankan apa pun di dalam hidup mereka. Kata “Allah” telah sedemikian serius disalahgunakan dan disalahmengerti. Berjuta-juta orang telah disiksa, dibunuh, dieksploitasi, ditindas demi nama Allah. Bahkan tidak jarang juga diantara kita guru-guru menakut-nakuti anak dengan gambaran Allah yang menghakimi. Sampai-sampai kita hanya sedikit membicarakan mengenai kasih yang diberikan Allah kepada kita.

Lalu, dapatkah kita mengetahui segala sesuatu tentang Allah? Dalam ayat yang ditujukan kepada kita, yakni keluaran 3:13-16. Musa menannyakan tentang identitas Allah, agar apa yang dikatakannya didengarkan dan diketahui umat Israel. Alhasil, penulis alkitab menempatkan kalimat Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Jika dilihat penempatan kalimat-kalimat ini, tidak menunjukan tentang Allah yang menakutkan. Tetapi penempatan kalimat ini menggunakan nama-nama yang dikasihi Allah. Sehingga jelaslah bahwa penulis alkitab juga ingin menunjukan kepada kita tentang identitas Allah yang Kasih.  Namun benarkah Kasih dapat melingkupi keseluruhan akan Allah yang bebas, dinamis dan berkuasa? Tampaknya juga tidak. Jika kita melihat pada ayat remaja, yakni Yohanes 14:8-10. Filipus menanyakan tentang identitas Allah pada Yesus. Dengan nada yang cukup keras kita lihat Yesus menjawab kepada Filipus. Tapi tidaklah perlu kita bicarakan lebih lanjut tentang kekecewaan Yesus pada Filipus. Hal yang dapat kita angkat disini adalah, Yesus berbicara mengenai Allah sebagai seseorang yang sangat dekat. Allah adalah Bapa-Nya (seperti Allah juga adalah Bapa kita).

Berbicara mengenai tentang Allah tidaklah mungkin, karena tidak ada kata apapun yang dapat menunjukan seluruh perbuatan Allah. Karena Allah bukanlah sebuah benda. Kita tidak dapat memasukan Allah sebagai satu dari benda-benda di dunia ini, bahwa tidak bisa juga disebut sebagai yang terbesar dari semua benda di dunia ini. Allah bukanlah sebuah benda di samping benda-benda yang lain, bukan pula sebagai sesuatu yang tersembunyi dan tidak kelihatan. Tetapi Allah adalah Sang Misteri. Misteri adalah apa yang tidak diketahui dan yang tidak dapat diketahui. Misteri tidak pernah menjadi objek pengetahuan tanpa berhenti menjadi sebuah misteri. Tetapi tidak berarti bahwa apa yang kita sebut sebagai misteri itu tidak nyata. Kita mengetahui bahwa misteri itu nyata, meskipun kita tidak tahu apa itu. Inilah yang ingin kita katakan tentang Allah.

Sehingga, jelas jugalah bahwa persoalannya sekarang bukan lagi tentang seberapa banyak kita tahu tentang Allah atau apakah saya dapat mengenal segala sesuatu tentang Allah. Persoalan yang paling krusial adalah apakah Allah nyata bagiku atau tidak? Apakah dalam pelayananku dia berarti atau tidak?

Menyebut Allah sebagai Sang Misteri adalah cara paling baik untuk mengungkapkan gambarannya. Karena itu Allah adalah misteri dari segala sesuatu. Anda dan saya merupakan bagian dari misteri. Sehingga kita tidaklah diluar Allah. Karena itu, kita harus memasukan diri kita di dalam-Nya. Seperti yang diungkapkan Paulus, “di dalam Allah kita hidup, kita bergerak, dan berada” (Kis 17:28). Untuk itu, tanggapan yang paling pas terhadap Sang Misteri adalah kekaguman. Seperti layaknya anak-anak yang dibuat takjub oleh keajaiban yang mereka lihat. Kekaguman adalah sebuah bentuk kesadaran tanpa kata atau gambaran atau pengetahuan. Ketika kita mengenal Allah sebagai Sang Misteri, tanggapan spontan kita adalah kagum dan takjub.

Kekaguman ini, juga tidak tanpa alasan. Kita kagum dan takjub kepada Sang Misteri bukan hanya kerena semua kuasaNya. Tapi karena Allah selalu dekat pada kita, tidak hanya ketika kita baik atau mengasihi atau suci. Allah dekat pada kita juga ketika kita tidak percaya kepada Allah atau ketika kita mengabaikan Allah. Kita dapat menjadi jauh dari Allah dalam arti bahwa pikiran-pikiran kita jauh dan kita tidak menyadari kehadiran Allah. Tetapi, tidak ada jalan bahwa Allah dalam kenyataannya jauh dari kita. Selain itu, Allah juga tidak hanya lebih dekat pada kita, tetapi Allah adalah satu dengan kita, di dalam hati kita masing masing. Iya, di dalam hati kamu... JJJ


Komentar