Tahukah saudara bahwa, bahwa fakta
menunjukan dalam beberapa hal manusia tidak lebih unggul daripada binatang,
misalnya; sekalipun seorang manusia mampu berlari 100 meter dalam waktu kurang
dari 10 detik, tetapi cheetah dapat melampauinya. Adapula, seorang manusia yang
mampu menentukan dan menganalisa arah jalan, tetapi sulit rasanya untuk
membandingkan kepintaran tersebut dengan seekor burung layang-layang, hewan
kecil yang mampu bermigrasi dari satu tempat ke tempat yang lain dan kembali
ketempat yang sama setiap tahunnya. Namun, dibalik itu semua kita juga
mengetahui bahwa manusia memiliki sesuatu yang melebihi binatang atau mahluk ciptaan
lainnya, yakni “Pikiran”. Pikiran kita dapat melihat segala seusatu yang dapat
dilihat oleh mata, dan juga dapat melihat melampaui apa yang tampak dengan
melalui imajinasi. Pikiran juga dapat mengetahui adanya suara, yang mana mata
tidak dapat melihatnya, dan menyadari sentuhan baik yang nyata mautupun yang
ciptaan impian. Pikiran kitapun dapat mengetahui apa yang berada di luar
jangkuan pancaindera kita. Karena segala sesuatu yang dapat diketahui dapat
masuk ke dalam pikiran kita, itulah mengapa pikiran menjadi kelebihan paling
utama dari manusia.
Hanya perlu diingat bahwa, fakta itu
tidak mengartikan bahwa manusia menjadi ciptaan yang paling sempurna dan
ciptaan lainnya, sebab manusia juga memiliki kekurangan sangat besar juga dari
pola pikirnya. Seperti seorang penyair Amerika terkenal bernama, Walt Whitman,
yang merasa terganggu dan iri pada ternak yang merumput sepuasnya di padang
rumput, sebab mereka tidak pernah khawatir dan memikirkan hal-hal yang
menyusahkan. Itulah sebabnya, dalam refleksi kita yang diambil dari 2 Tawarikh
1:1-12; Salomo memberikan keteladanan untuk kita berdoa dan meminta hikmat
kepada Tuhan. Sebab, pikiran menjadi potensi paling besar yang dapat mengubah
hidup saudara menjadi lebih baik atau menjadi sangatlah buruk. Sementara hikmat,
mampu membantu pikiran kita untuk mengubah hidup jadi lebih baik setiap
waktunya. Bahkan dengan hikmat, kita dimampukan untuk melihat segala
sesuatunya; pujian fitnah, kritik, persoalan hidup, situasi yang buruk dsb, sebagai Guru
yang paling potensial untuk mengembangkan diri saudara.
Seperti kisah seorang murid yang
menantang Sang Guru, dan meminta izin kepadanya untuk keluar dari seluruh
pembelajaran Sang Guru, turun kemasyarakat, melihat alam dan belajar dari
semesta. Murid tersebut berkeyakinan, bahwa kelak Sang Guru akan menemui dan
membaca semua hal yang dipelajarinya dalam sebuah buku yang penuh hikmat dari
tulisan tangannya.
Tepat, seperti yang dikatakannya
kepada Sang Guru, murid tersebut turun kemasyarakat, melihat alam dan belajar
dari semesta. Lalu menuliskan setiap hal yang dipelajarinya, mengumpulkannya
dalam satu buku berjudul “Pedoman Menjadi Berhikmat”. Tulisan tersebut membuat
murid itu mendapatkan banyak sekali orang-orang yang menjadikannya sebagai
guru. Sampai suatu ketika, ia teringat tentang janjinya kepada Sang Guru, untuk
mengirimkan tulisan tersebut kepadanya.
Ia menyuruh salah satu dari
pengikutnya untuk mengirimkan tulisan tersebut kepada Sang Guru. Tepat, sesuai
dengan janji yang dia sampaikan. Sang Guru menerima tulisan tersebut, tetapi
tidak membacanya. Katanya kepada orang suruhan murid tersebut bahwa buku ini
berisi kata-kata sampah. Pengikutnya terkejut dengan tanggapan Sang Guru, dan
menyampaikannya kepada murid tersebut.
Tahukah saudara, murid tersebut
marah dan kesal kepada Sang Guru atas tanggapan yang disampaikannya. Dengan
perasaan tersebut, murid itu akhirnya mendatanginya. Ia bermaksud untuk
menanyakan sikap Sang Guru terhadap tulisannya.
Merekapun bertemu dan amarah murid
tersebut sangat terlihat dari raut wajahnya. Sang Guru, hanya tersenyum dan
bertanya kepada murid, “Mengapakah wajahmu muram, bukankah kau telah belajar
dan menuliskan semua hikmat itu dalam bukumu? Lalu mengapa engkau masih
terganggu pada pujian ataupun kritikan?”. Murid tersebut malu dan tertunduk
kepada Sang Guru, ia menyadari bahwa ungkapan tersebut adalah cara untuk
menguji murid. Sebab, dalam ujian tersebut Sang Guru mengajaknya untuk melepas
egonya lenyap dari kritikan ataupun pujian; tidak berfokus hanya pada
keingianan ataupun tujuannya, tapi membiarkan segala sesuatu berlangsung sesuai
kehendak Tuhan.
Ya demikianlah sebuah hikmat, tidak
dinilai dari perkataan, sekalipun dia memiliki kata yang mengesankan; tidak
dinilai dari tulisan, sekalipun tulisannya telah mengubah hidup banyak orang; bahkan
tidak dinilai dari materi ataupun cerita-cerita kesuksesan. Sebab hikmat selalu
berbicara tentang keikhlasan dan ketulusan dalam kita melihat segala sesuatu
yang Tuhan telah kehendaki untuk kita jalani dan berproses bersamaNya.
Maka dari itu, berdoa meminta hikmat, bukanlah doa meminta solusi dalam menghadapi berbagai persoalan, apalagi meminta agar Tuhan menghilangkan persoalan-persoalan hidup. Berdoa meminta hikmat adalah sebuah sikap untuk menghadap Tuhan dalam sikap berserah, bertanya dan mendengar tentang kehendak Tuhan atas semua hal yang harus kita hadapi, jalani dan hidupi. Apakah ada tips, untuk melakukannya? Tidak! Saudara tidak memerlukan tips apapun untuk dapat melakukannya, karena beruntunglah kita yang diberikan Roh Kudus untuk mengajari, membimbing dan menuntun dalam setiap kali berdoa.
Komentar
Posting Komentar