Bagi saya
“Tuhan tidak lagi membutuhkan pengagum di dunia ini”. Sebab terlalu
banyak yang menjadikan dirinya sebagai pengagum bukan pembelajar untuk
meneladani/mengikuti sikap Tuhan saat dan kepada dunia ini. Padahal jelas
dikatakan “Belajarlah kepadaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah
hati". Kita diajak untuk belajar dari kerendahan hati Yesus agar
orang-orang lain di sekitar kita cukup mudah mendapatkan anugerah Tuhan melalui
sikap kita terhadap mereka. Nah, Apakah kita mau mengikutiNya?
Berjalan dan mengikuti seseorang pasti membawa akibat
atau dampak. Hidup kita pasti akan berubah dan perubahan itu tergantung dari
siapa yang kita ikuti. Misalkan kita mengikuti hidup seorang pendaki gunung.
Pasti banyak hal yang berubah dalam hidup kita: waktu tidur dan waktu bangun
kita, tempat-tempat yang kita kunjungi, pergaulan kita, dan yang lainnya. Tetapi
yang lebih mendasari lagi, gaya hidup kita akan berubah.
Sebenarnya, segala
aspek hidup kita akan berubah. Perubahan itu menjadi berbeda lagi, jika yang
kita ikuti bukanlah seorang pendaki gunung, melainkan seorang pelaut, atau
seorang musikus di klab malam, atau seorang penyelundup narkoba, atau seorang biarawan.
Demikian juga halnya
jika kita mengikuti dan berjalan di belakang Tuhan Yesus. Hidup kita mau tidak
mau akan berubah. Karena Yesus mempunyai gaya hidup yang sungguh-sungguh unik. Cobalah
telusuri kembali jalan hidup Yesus. (Kemana DIA pergi; Dengan siapa DIA pergi;
Apa yang diperbuatNya, apa pula yang dikatakanNya)
Bila, kita mau
menelusurinya kembali. Kita semua akan terkesima, karena demikianlah perjalanan
bersama Yesus; prioritas hidupNya unik, keprihatinan hidupNya unik, dan
orienntasi hidupNya pun unik. Oleh sebab itu, dengan berjalan di belakang
Yesus, mau tidak mau kita pun belajar mengubah apa yang perlu kita utamakan
dalam hidup kita, lalu belajar memahmi apa yang diutamakan Yesus; mengubah apa
yang perlu kita prihatinkan dalam hidup kita, lalu belajar memegang arah hidup
Yesus. Dengan mengikuti Tuhan Yesus, mau tidak mau kita akan berubah. Sungguh
janggal jika kita berjalan di belakang Yesus, namun gaya hidup kita sama saja
seperti semula.
Harap kita jangan salah
paham. Perubahan bukanlah suatu tuntutan. Yesus tidak menuntu agar kita
berubah. Yesus mengajak kita berjalan di belakangNya, dan jika kita berjalan di
belakangNya, mau tidak mau kita akan berubah. Tuhan Yesus tidak menyuruh kita
berubah, tetapi mengajak kita berubah. Ajakan Tuhan Yesus, misalnya Khotbah di
Bukit, bukanlah merupakan petunjuk tentang bagaimana kita harus hidup,
melainkan gambaran bagaimana kita akan hidup jika kita berjalan di belakang
Dia.
Jadi, bagaimana? Hanya
sekedar mengaggumi atau mengikutiNya?
Sebelum menjawabnya
dengan cepat, saya ingin mengajak saudara kembali dengan bahan refleksi kita.
Ketika seseorang
bertemu dengan orang terpandang, misalnya pejabat tinggi negara, atau bahkan
dengan artis kenamaan, maka besar kemungkinan dia akan bercerita kepada
keluarga atau teman-temannya tentang pertemuannya itu. Dia tentunya merasa
senang, bangga, dan bisa jadi mau menunjukkan kelebihannya dari teman kepada
siapa dia bercerita. Hal yang sama juga dilakukan oleh Filipus yang bertemu
dengan Yesus, seorang tokoh terkenal sekaligus kontroversial pada waktu itu,
terutama di kalangan orang Yahudi dan pemerintah Romawi. Yang unik dari
pertemuan Filipus dengan Yesus adalah bahwa pertemuan itu membuahkan kebajikan
dengan membagikan dan mengundang orang lain untuk ikut serta dalam sukacita
bertemu dengan Yesus. Setelah Filipus bertemu dengan Yesus, dia kemudian
mengkomunikasikannya kepada Natanael, yang nantinya juga bertemu dengan Yesus.
Artinya, setiap orang yang merasa telah bertemu dengan Yesus dalam iman,
seharusnya mengajak orang lain juga bertemu dengan Yesus. Mengapa unik?
Karena dia menceritakannya kepada Natanael bukan sekadar menyatakan kelebihan
atau rasa bangga, melainkan lebih pada upaya untuk mengajak Natanael bertemu
juga dengan Yesus, Sang Idola masyarakat kecil pada waktu itu.
Dengan gayanya yang
khas, penulis Injil Yohanes merangkai sedemikian rupa kisah pertemuan dengan
Yesus ini untuk menyatakan hal besar di ayat 50b dan 51. Natanael ditampilkan
sebagai seorang tokoh yang pada mulanya menyatakan dengan jujur
“ketidakpercayaannya” akan datangnya yang baik dari Nazaret. Pernyataan yang
jujur ini sekaligus menyatakan pengakuan bahwa Yesus sebagaimana disebut oleh
Musa dan para nabi (ay. 45) adalah “yang baik”. Tidak ada penjelasan khusus
mengenai Nazaret di sini, tapi ada kesan bahwa daerah ini sangat sedikit
menghasilkan orang-orang dengan kabar yang baik.
Bagaimana tanggapan
Yesus sendiri? Yesus justru menyebutnya sebagai seorang Israel sejati, karena
tidak ada kepalsuan di dalamnya. Artinya ke-sejati-an itu tidak ditentukan oleh
penampakan fisik tetapi oleh kebenaran yang ada di dalam seseorang itu.
Natanael nampaknya
terkejut karena Yesus ternyata mengenalnya, padahal mereka belum pernah bertemu
sebelumnya. Yesus menunjukkan kuasa-Nya di sini, bahwa Dia sudah mengetahui
Natanael bahkan sebelum Natanael menyadarinya. Natanael semakin diyakinkan
dengan kenyataan Yesus ini bahwa Dia memang berasal dari Allah. Kalau selama
ini Natanael hanya mendengar dari orang lain, sekarang dia melihat sendiri dan
membuktikan sendiri bagaimana sosok dan kuasa Yesus. Tapi Yesus membawa
Natanael ke arah hal-hal yang lebih besar dari apa yang dirasakannya saat itu
juga.
Jadi, sampai sini
paham?
Ya,
“MERASAKAN”! Yesus akan tetap menjadi idola bagi banyak orang, Yesus
juga akan tetap menjadi kisah Hebat dan Yesus akan selalu tetap termulia. Bila
kita hanya menjadikan diri sebagai penonton, pengaggum atau apapun itu Namanya.
Tapi, akan berbeda bila kita merendahkan hati seperti Natanael untuk menyadari dan
merasakan kehadiranNya.
Karena itu, dalam
refleksi kita saat ini. Sangat baik, bila kita mempertanyakan diri kita kembali;
benarkah kasih itu sudah nyata dan terasa dalam hidup kita? Percayalah, tidak
seorangpun dapat mengikuti Yesus berbagi kasih kepada dunia ini. Bila dirinya
tidak pernah merasakan KASIH itu sendiri.
Tuhan mengenal kita,
seperti diriNya mengenal Natanael. Tuhan mengetahui kemampuan dan kerapuhan kita.
Oleh sebab itu, Tuhan tidak pernah menuntut kita melakukan semua hal yang tidak
mungkin dalam diri kita. Dia hanya
berkata kepada kita, “Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan
berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang
Kupasang dan belajarlah kepadaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan
jiwamu akan mendapatkan ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan
beban-Ku pun ringan”
“TUHAN MENGENALMU; MAKA DATANGLAH, BELAJARLAH
DAN IKUTILAH JALAN-NYA”-AGM
Komentar
Posting Komentar