Taman Seribu Bunga, Desa Raya |
TEKS DAN KONTEKS
a.
Invocatio : Filipi
4:4
Seperti kita ketahui,
dalam surat Paulus kepada Jemaat di Filipi terdapat pengulangan nasihat semacam
ini. Sesuatu yang menunjukkan bahwa keadaan di Filipi adalah sedemikian rupa
sehingga nasihat semacam ini rasanya tidak masuk akal. Orang Kristen dapat
diperintahkan untuk bersukacita, sebab sumber sukacita mereka bukan dalam
situasi tetapi dalam Tuhan.
b.
Bacaan Pertama : Lukas 15:1-7
Dalam pasal sebelumnya,
banyak orang Yahudi berduyun-duyun mengikuti Yesus (14:25), dengan penuh
keyakinan bahwa mereka akan diterima dalam Kerajaan Allah, sehingga Kristus
merasa wajib mengatakan kepada mereka hal-hal yang akan mengguncangkan harapan
mereka yang sia-sia. Tetapi di sini, kita melihat banyak pemungut cukai dan
orang berdosa berbondong-bondong datang kepada-Nya, dengan perasaan rendah
hati dan takut akan ditolak oleh-Nya, sehingga Kristus merasa perlu
memberikan dorongan kepada mereka, terutama karena ada orang-orang tertentu
yang dengan sombong dan angkuh suka memandang rendah mereka.
Tentu pilihan sikap
yang diambil oleh Yesus membuat kejengkelan para ahli Taurat dan orang Farisi
terhadap-Nya karena hal ini. Mereka bersungut-sungut, dan menegur Yesus Tuhan
kita karena perbuatan-Nya itu: Ia menerima orang-orang berdosa dan makan
bersama-sama dengan mereka (ay. 2). Mereka marah karena para pemungut cukai dan
orang-orang bukan-Yahudi diberi sarana untuk menikmati anugerah, dipanggil
untuk bertobat, dan didorong untuk mengharapkan pengampunan pada saat bertobat.
Kristus membenarkan
diri-Nya dalam hal ini, dengan menunjukkan bahwa semakin jahat orang-orang yang
di-Injili-Nya, semakin besar pula kemuliaan yang akan diberikan kepada Allah,
dan semakin besar pula sukacita yang akan ada di sorga, jika dengan
pemberitaan-Nya mereka menjadi bertobat.
Hal ini digambarkan-Nya
di sini dengan dua perumpamaan, salah satunya adalah perumpaan tentang domba
yang hilang. Perumpamaan yang serupa sudah kita lihat dalam Matius 18:12. Dalam
Kitab Matius, perumpamaan tersebut dirancang untuk menunjukkan pemeliharaan
Allah atas orang-orang kudus, dan oleh karenanya kita tidak boleh berbuat jahat
terhadap mereka, sedangkan di sini perumpamaan tersebut dirancang untuk
menunjukkan betapa senangnya Allah dengan pertobatan orang-orang berdosa, dan
oleh karena itu kita juga harus bersukacita dengan pertobatan mereka itu.
c.
Bacaan Khotbah : Masmur 32:8-11
Masmur 32:8-11
menunjukkan tentang hasil refleksi pemazmur akan penghiburan yang dirasakannya
ketika ia memperoleh belas kasihan dan pengampunan. Perasaan tersebut adalah
keyakinan pemazmur akan anugerah Ilahi kepadanya juga pada orang-orang berdosa
yang bertobat. Bahkan Pemazmur tidak ragu bahwa anugerah itu pasti akan terus
mengalir dan menciptakan rasa aman juga sukacita. Hal ini Pemazmur tekankan
pada ayt 10 dan 11
Ayat 10 : Mereka yang
bertobat diyakinkan bahwa jika saja mereka mau percaya pada Tuhan dan tetap
dekat padaNya, maka mereka akan dikelilingiNya dengan kasih setia. Dengan
demikian mereka tidak akan pergi meninggalkan atau ditinggalkan oleh Allah,
sebab kasih setia itu akan menjaga mereka tetap ada di dalam Dia. Juga, tidak akan
ada kejahatan nyata yang akan menerobos masuk mengganggu mereka, sebab kasih
setia itu akan menjaga kejahatan untuk tetap berada di luar.
Ayat 11 : Mereka yang
bertobat diyakinkan untuk mendapatkan sukacita dalam Tuhan dan bersorak-sorak
di dalam Dia, karena seluruh penyertaan dan perlindungan yang Tuhan berikan. Bahkan
membuat orang lain yang melihatnya menjadi tergugah karena sukacita Tuhan.
Karena hidup yang bersekutu dengan Allah itu adalah hidup yang paling
menyenangkan dan penuh penghibutan yang dapat kita jalani di dunia ini.
Bahan Alkitab dan
Minggu Letare / Minggu Passion V
GBKP mendefinisikan
Minggu Letare ini dengan kata “Teridahlah”, Sedang pada umumnya Gereja-gereja mendefinisikan
Minggu ini sebagai Minggu Sukacita, berdasarkan bahasa latin yang diambil untuk
penamaan liturgi dari minggu ini; LEATERE. Bahkan, secara umum Minggu ini
diletakkan pada Minggu keempat dalam prapaskah, tentu GBKP memiliki alasan
tertentu dalam peletakkan Minggu ini.
Terlepas dari kesemua
ini, berdasarkan tema bahan khotbah dan benang merah dari teks juga konteks
bahan-bahan alkitab dalam minggu ini didapati bahwa; Minggu Letare ini
mengingatkan tentang sukacita orang-orang yang bertobat dan hidup dalam Tuhan saat
menjalani prapaskah haruslah menjadi kesaksian juga undangan bagi orang lain
untuk bertobat dan hidup di dalam Nya. Sebab sukacita orang-orang yang bertobat
dalam Kristus, bukanlah sukacita karena situasi melainkan sukacita karena
penyertaan dan penjagaanNya kepada kita.dalam menghadapi berbagai macam
persoalan kehidupan yang sedang dijalani.
APLIKASI
Saat ini sedang ramai
tren “healing” di kalangan masyarakat, terutama di kalangan muda-muda kini. Istilah
kekinian ini kerap digunakan warganet untuk mengungkapkan sesuatu yang
menyenangkan melalui unggahan media sosial. Namun bagi Rhenald Kasali seorang
Guru Besar di Universitas Indonesia, trend kata healing di kalangan anak muda
kerap disalah artikan. “Apa-apa self healing!,” ujar Guru Besar UI, Rhenald
Kasali, dalam video yang diunggah oleh channel Rhenald Kasali, pada Senin, 21
Februari 2022, dengan judul ‘Tahu Engga Healing Itu Dibutuhkan Siapa?’.
Dalam video tersebut Rhenald
Kasali menjelaskan, bahwa Healing artinya adalah pemulihan atau penyembuhan
yang harus dilakukan oleh seseorang yang mengalami depresi atau penyakit
tekanan mental. Artinya, tidak semua orang yang memiliki masalah, atau memiliki
beban hidup, harus melaksanakan healing atau harus mengganti kata refreshing
menjadi healing.
Menarik bukan?
Saya sendiri tidak
mengerti dari mana awal mulanya, fenomena ini terjadi; namun cara pandang dan
respon Rhenald Kasali, memperlihatkan kepada kita tentang situasi masyarakat
saat ini terlalu mudah mengeluh dan bersungut-sungut. Tentu, sangat “toxic”
bila membanding-bandingkan pergumulan dan permasalahan-permasalahan yang sedang
dihadapi oleh saat ini. Bahkan “kurangnya iman” seseorang juga tidak bisa dikaitkan
dengan keluh kesah yang diungkapkan ataupun dialami oleh orang dalam berbagai
macam pengalaman hidupnya.
Itulah mengapa bahan Renungan
ini terasa menarik bagi saya. Sebab diungkapkan bagaimana sukacita itu nyata dan
hidup dalam orang-orang beriman bukan karena situasi tetapi karena hidup dalam
lingkup kasih juga penyertaan Tuhan.
Sehingga; kesalahan-kesalahan
masa lalu sebagai pencetus permasalahan yang mungkin saat ini sedang saudara
hadapi; atau kehilangan-kehilangan (harta,tahta ataupun orang-orang terkasih)
dipulihkan dalam penghiburan yang Tuhan beri melalui penjagaan dan penyertaanya
kepada orang-orang yang berserah.
Hanya problema saat
ini, kebanyakan diantara kita lebih sering membutuhkan solusi bukan menjalani
proses yang Tuhan beri. Sehingga janji dan penyertaan itu dianggap sebagai suatu
ilusi (hanya khayalan atau penenang semata).
Padahal, sering kali
Tuhan bukan tidak memberikan solusi. Hanya manusia selalu membutuhkan proses
untuk mendapatkan hikmat ataupun pencerahan dalam menyelesaikan segala macam
problem tersebut. Tetapi, kuk yang enak dan ringan (bdk Mat 11:28-30) tersebut
juga kita hindari. Itu mengapa ilustasi ini menarik bagi kita;
Dikisahkan di sebuah
ladang terdapat sebongkah batu yang amat besar. Dan seorang petani tua
selama bertahun-tahun membajak tanah yang ada di sekeliling batu besar itu.
Sudah cukup banyak mata bajak yang pecah gara-gara membajak di sekitar batu
itu. Padi-padi yang ditanam di sekitar batu itu pun tumbuh
tidak baik.
Hari ini mata bajaknya
pecah lagi. Ia lalu memikirkan bahwa semua kesulitan yang dialaminya disebabkan
oleh batu besar ini. Lalu ia memutuskan untuk melakukan sesuatu pada batu
itu.
Lalu ia mengambil
linggis dan mulai menggali lubang di bawah batu. Betapa terkejutnya ia
ketika mengetahui bahwa batu itu hanya setebal sekitar beberapa inchi
saja. Sebenarnya batu itu bisa dengan mudah dipecahkan dengan palu biasa.
Kemudian ia lalu menghancurkan batu itu sambil tersenyum gembira. Ia
teringat bahwa semua kesulitan yang di alaminya selama bertahun-tahun oleh
batu itu ternyata bisa diatasinya dengan mudah dan cepat.
Akhir kata…..
Saya menyadari bahwa perjalanan
kehidupan setiap orang itu berbeda-beda; tidak jarang diantara kita berlari secepat
mungkin untuk terhindar dari berbagai macam problema kehidupan ini dan berharap
cepat sampai pada tujuan. Namun dipertengahan jalan harus terjatuh karena tali
sepatu yang tidak terikat dengan baik. Tak ubahnya dengan kehidupan saat ini, bukan
persoalan “cepat” atau “lambatnya” perjalanan kehidupan. Kesemuanya ini, tentang
bagaimana ikatan tali sepatu kita; siapa teman kita berjalan; dan jalan mana
yang kita ikuti?
Komentar
Posting Komentar