Photo by Fa Barboza on Unsplash |
Banyak anggota jemaat yang mengalami kebingungan dalam
hal berpuasa. Mereka kerap mendengar dari banyak orang Kristen
dari denominasi lain bahwa berpuasa
menjadi sesuatu hal yang menentukan level dari keimanan dan bahkan kerohanian
seseorang. Namun benarkah demikian? Atau pertanyaan lainnya bagaimana dan
seperti apa GBKP menanggapi puasa? Apakah di GBKP tidak ada puasa? Lalu mengapa dan bagaimana jemaat
GBKP harus berpuasa? Mungkin
inilah yang menjadi pertanyaan-pertanyaan yang akan coba akan kita tinjau
secara bersama.
Sebelum kita meninjau secara lebih jauh mengenai Puasa
sendiri, baiklah kita pelajari lebih teliti mengenai Yoel 1:1-20, yang mengisahkan
keadaan orang Israel waktu itu yang sangat memperihatinkan. Secara manusia
tidak ada lagi alasan untuk berharap,
sampai-sampai “Para petani menjadi malu, tukang-tukang kebun anggur
meratap karena gandum dan karena jelai, sebab sudah musnah panen ladang. Pohon
anggur sudah kering dan pohon ara sudah merana; pohon delima, juga pohon korma
dan pohon apel, segala pohon di padang sudah mengering. Sungguh, kegirangan
melayu dari antara anak-anak manusia.” (Yoel 1:11-12). Bisa kita
bayangkan betapa hebat penderitaan yang mereka alami. Hasil ladang mereka
musnah. Tiada jalan lain selain datang dan berseru-seru kepada Tuhan memohon
belas kasihanNya, dan inilah jalan untuk dapat dipulihkan, yaitu berpuasa
dengan sungguh. “Adakanlah puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya;
kumpulkanlah para tua-tua dan seluruh penduduk negeri ke rumah Tuhan, Allahmu,
dan berteriaklah kepada Tuhan.” (Yoel 1:14). Dengan kata lain, puasa digunakan oleh orang Israel
sebagai wujud dari perkabungan yang dialami oleh orang Israel saat itu,
sehingga Tuhan mau memberikan kasih karuniannya kepada umatnya saat itu. Yang
menjadi pertanyaan adalah haruskah kita mendramtisir segala sesuaut agar Tuhan
mau memberikan kasih karuniannya kepada kita? Apakah puasa itu seperti media sosial
yang dijadikan sebagai tempat curhatan tentang masalah dan pertengkaran
seseorang agar orang lain melihat dan berempati kepada kita? Jika tidak, lalu
apa arti puasa?
Lalu apa kata GBKP soal puasa? Dari penelusuran yang saya
temukan dalam konven GBKP tahun 2005-2007,dituliskan
bahwa GBKP juga memperbolehkan kegiatan ini sebagai bentuk Latihan Rohani,
untuk semakin menghayati dan mengenang kembali seluruh pelayanan Yesus. Dalam Matius 6:1-18, Yesus mengajar murid-muridNya
mengenai tiga kewajiban yang saling berkaitan; memberi sedekah, berdoa dan
berpuasa. Dalam setiap kewajiban tersebut yang terutama ditekankan oleh Yesus
adalah motivasi di balik kebiasaan tersebut. Yesus juga memperingatkan mengenai
kecenderungan manusia untuk melakukan suatu kegiatan agama hanya supaya dilihat
orang. Dengan kata lain, motivasi menjadi suatu hal yang penting ketika kita
ingin melaksanakan puasa.
Berpuasa merupakan
momen yang tepat untuk menyadari ketidakberdayaan kita di hadapan Tuhan dan
menyadari bahwa hidup kita sangat bergantung pada topangan tangan Tuhan. Ketika
kita berpuasa kita tidak hanya memohon sesuatu secara biasa-biasa saja. Kita
sungguh-sungguh mencari wajah Tuhan. Hal ini tidak berarti bahwa kita tidak
perlu sungguh-sungguh pada waktu tidak puasa. Kita tetap harus
bersungguh-sungguh dalam setiap doa, tetapi puasa memiliki tingkat kesungguhan
yang lebih tinggi. Kita bukan sekadar memohon, tetapi mencari Tuhan. Ada usaha
yang lebih besar yang harus kita lakukan ketika berpuasa. Secara sederhana saya
mengatakan puasa sebagai bentuk penyerahan secara total kepada tangan Tuhan.
Karena itu pula maka puasa bukanlah sebagai tujuan, melainkan sebuah instrumen.
Bahkan dari hal ini, kita menyadari pula bahwa puasa juga bukan sesuatu yang
sifatnya memaksa kehendak Tuhan. Puasa tidak memaksa Allah
untuk mengabulkan permohonan kita. Tanah liat tak dapat memerintah Pembuatnya (Rm 9:19 -21)
Berapa lama kita harus berpuasa? Jawabannya tidak ada batasan
batasan yang baku. Sebelum berpuasa, berdoalah dulu sampaikan rencana ibadah
itu: Ams 3:5,6. Puasa adalah latihan badani dan rohani. Roh Kudus akan
memberitahu di dalam hati tentang berapa lamanya kita perlu berpuasa. Yang
terpenting, ketika kita sudah berjanji untuk ingin berpuasa maka jangan pernah
mengingkarinya. Gal 6:7. Alkitab mencatat lama waktu puasa dalam beberapa
bagian seperti:
- 1 hari: Im
23:32; Hak 10:26 10:26
- 3 hari : Ez
10:6; Est 4:16; Kis 9:9
- 7 hari: 1 Sam
31:13 - 21 hari: Dan 10:3 Dan 10:3
- 40 hari: Ul
9:9,18; Mat 4:2 9:9,18; Mat 4:2
Puasa dapat total (tanpa makan-minum): Mat 4:2; Mat 4:2;
Kel 34:28 atau berpantang makanan / minuman tertentu: Dan 10:3 Dan 10:3
Puasa harus diisi dengan doa, merendahkan diri, sesali dosa,
memuji dan menyembah Tuhan, membaca Firman, pelayanan kasih : Dan 9:3; Dan 9:3;
1 Sam 7:6; 1 Sam 7:6; Yes 58:3 Yes 58:3- 7; Maz 1:2; 22:4; 1:2; 22:4; Yos 1:8
Kemudian bila kita melihat Ezra
8:21-23 bagaimana Sikap Ezra di sini sedikit berbeda dengan
Nehemia yang memimpin rombongan bangsa Yehuda selanjutnya. Nehemia mau menerima
perlindungan yang disediakan oleh raja (Nehemia 2:9). Para sarjana berdebat
tentang perbedaan ini. Beberapa menganggap Ezra bersalah karena sombong secara
rohani. Beberapa yang lain melihat Nehemia sebagai orang yang lemah imannya.
Sebagian yang lain memilih jalan tengah dengan cara tidak mau membandingkan
kualitas iman Ezra dan Nehemia.
Kita tidak tahu persis mengapa Ezra menolak dikawal oleh
tentara raja. Apakah raja tidak memberikan tawaran kepada Ezra sama seperti dia
memberi tawaran kepada Nehemia karena Nehemia adalah pemimpin politik (Nehemia
10:1)? Mungkin! Tetapi kita tidak dapat memastikan. Kemungkinan besar Ezra juga
mendapat tawaran pengawalan. Kita sebaiknya memang menyadari bahwa pergumulan
iman setiap orang berbeda-beda. Ezra adalah ahli kitab, sedangkan Nehemia
adalah tokoh politik. Kita tidak boleh menuntut mereka menunjukkan bukti iman
yang sama. Kesediaan Nehemia untuk dilindungi tentara tidak menunjukkan bahwa
dia kurang beriman. Hal ini mungkin sekadar prosedur normal pada waktu itu yang
harus ditaati oleh Nehemia dalam kapasitasnya sebagai tokoh politik.
Dalam tulisan Dale Cannon yang berjudul Six Ways of Being
Religious , menjelaskan ada
6 cara (tipologi) beragama yang dapat ditemukan dalam setiap orang dan dalam
semua agama termasuk di kekristenan
Cara-cara tersebut adalah : The way of Sacred Rite (cara ritus yang sakral),
The way of Right Action (Cara tindakan yang benar), The way of Devotion (cara
devosi atau pemujaan), The way of Shamanic Mediation (cara mediasi atau
pengantaraan syamanik), The way of Mystical Quest (cara pencarian mistik), dan
The way of Reasoned Inquiry (cara penyelidikan yang bernalar). Orang-orang yang
terbiasa dengan doa dan berpuasa, masuk dalam kategori devosi.
Adapun yang ingin saya sampaikan disini, bahwa setiap
orang memiliki caranya masing-masing. Pada bahan ini, seluruh jemaat diajak
untuk berdoa dengan cara (tipologi) beragamanya masing-masing. Sesuai dengan
tipe kepribadiannya masing-masing pula. Tanpa ada pemaksaan dalam bentuk apapun
itu. Jangan sampai kita jatuh pada sikap ritualisme yang memisahkan doa dan
ibadah dari kehidupan pekerjaan sehari-hari. Padahal, praktik ritual yang sehat
justru harus muncul sebagai eksperesi iman yang autentik yang dilakoni di dalam
pekerjaan dan kehidupan sehari-hari, entah itu berupa bersyukur atau ratapan,
pengakuan iman atau pengharapan. Pada saat kita mengerjakan sesuatu sebagai
doa, sesungguhnya kita tengah menyapa Allah di setiap detik kehidupan kita.
Selayaknya Ezra yang tidak memisahkan perjalanan pulangnya dengan doa yang
dilakukannya bersama-sama dengan rombongan. Itulah sesungguhnya apa yang ingin
dikatakan oleh Martin Luther King, Jr., “Menjadi seorang Kristen tanpa doa sama
tiak mungkinnya dengan kehidupan tanpa bernapas.” Dengan cara lain Oswald Chambers
berkata, “Doa adalah napas hidup orang Kristen; bukanlah apa yang membuatnya
hidup, namun bukti bahwa ia hidup.
Komentar
Posting Komentar