Lukisan Tanah Karo dan Sinabung Karya Rasinta Tarigan |
Bagi orang-orang
Yahudi, ada dinding pemisah yang tebal antara mereka dengan bangsa-bangsa lain
yang dianggap kafir. Bangsa Yahudi menjadikan sunat sebagai penanda
keistimewaan mereka, yang membatasi mereka dengan bangsa yang tak bersunat.
Bangsa yang tidak disunat, dianggap jauh dari Allah, dan tidak mendapat bagian
dari janji-janji Allah. Sedangkan orang-orang Yahudi merasa diri paling dekat
dengan Allah dan mendapat bagian dalam janji-janji Allah. Orang-orang tak
bersunat disebut kafir. Orang-orang kafir direndahkan, bahkan dianggap anjing (band.
Matius 15:26). Orang-orang Yahudi punya kejijikan yang sangat besar terhadap
mereka yang dianggap kafir.
Bahkan orang kafir
dipandang hanya sebagai ciptaan yang berguna sebagai bahan bakar neraka. Orang
Yahudi tidak diperbolehkan membantu seorang ibu kafir yang akan melahirkan,
atau menikah dengan orang kafir, atau masuk ke rumah orang kafir, karena
dianggap akan membawa kenajisan. Situasi ini menggambarkan Adanya
ketidakharmonisan di antara orang Kristen Yahudi dan Non Yahudi, membuat rasul
Paulus menuliskan suratnya ini pada jemaat di Efesus. Di mana orang Kristen
Yahudi merasa sombong karena mereka adalah umat pilihan Allah dan mereka sangat
berpegang pada Taurat dengan segala ketentuannya. Sebaliknya orang Kristen Non
Yahudi yang hanyalah hasil cangkokan dan bukan umat pilihan, mereka merasa
minder.
Oleh karenanya Rasul
Paulus menekankan kepada jemaat : Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu,
yang dahulu “jauh” sudah menjadi “dekat” oleh darah Kristus. Kematian Kristus
telah membuat mereka yang “jauh” menjadi “dekat”. Apa yang dilakukan oleh
Kristus lewat kematian-Nya?. Kristus telah merobohkan tembok pemisah di antara
mereka, yaitu Hukum Taurat dan segala ketentuannya sudah dimusnahkan dalam diri
Kristus, sehingga kedua belah pihak sama-sama didamaikan di dalam Kristus, dan
dipersatukan dalam satu tubuh. Kematian Kristus telah mempersatukan Etnis
Yahudi maupun Etnis Non Yahudi. Mereka menjadi anggota-anggota keluarga Allah.
Kematian Kristus telah mempersatukan orang percaya dalam Satu tubuh, Satu Keluarga
dan Satu bangunan, yang berarti berkaitan erat satu sama lain.
Lalu bagaimana
kepercayaan Gereja - Gereja Kesukuan yang sering kali dituduhkan masih
memberikan celah bagi jemaat untuk menyembah berhala? Apakah benar demikian?
Jelasnya saya tidak ingin membicarakan Gereja lain, sebab pemahaman Eklesiologi
setiap Gereja tentulah berbeda beda. Karena itu, dalam kesempatan ini saya
ingin kita menyesuaikan dengan Gereja Batak Karo Protestan.
I.
Banyak Gereja Saat ini salah kaprah
dengan istilah “Hukum Taurat!”
Tahukah
kita, bahwa Islam Indonesia sering diperdebatkan dan diperbincangkan untuk
menjadi Islam Nusantara bukan Islam yang kearab-araban. Kita sering memperbincangkan
hal ini, namun dalam kenyataannya Kekristenan kini berkembang juga dan
menganggap dirinya Yahudi. Benarkah demikian? Tentu tidak! Sebab Yahudi tidak
hanya berarti suku dan bangsa, tetapi juga Agama. Memang benar, bahwa ada
Kekristenan Yahudi seperti di Palestina. Sebab mereka memang adalah orang Yahudi
yang memeluk agama Kristen. Sedang kita? Tidak! Kita bukanlah orang Yahudi,
sebaliknya kita adalah Indonesia dengan keberagaman suku dan budaya.
Kata
torah dari kata kerja bahasa Ibrani yarah. Dalam pangkal verba (konjugasi)
hifil, kata ירה (yarah) berarti "memberi
pengajaran, mengajarkan, menunjukkan" (misalnya pada Kitab Imamat 10:11).
Jadi kata torah dapat bermakna "ajaran" atau "instruksi",
boleh ajaran dari ibu, ajaran dari ayah, atau ajaran dari Tuhan. Terjemahan
yang paling sering dipakai, "hukum", sebenarnya mengandung makna yang
kurang tepat, karena kata bahasa Ibrani untuk "hukum" adalah din.
Kesalahan pengertian "Torah" sebagai "Hukum" dapat menjadi
halangan untuk "memahami pemikiran yang disarikan dengan istilah talmud
torah (תלמוד
תורה,
"pelajaran Taurat").
Selanjutnya
kata "torah" lebih digunakan dalam artian luas, meliputi peraturan
tertulis maupun lisan dan akhirnya meliputi seluruh ajaran agama Yahudi,
termasuk Mishnah, the Talmud, the Midrash and lain-lain. Selain itu, juga dapat
diterjemahkan sebagai "pengajaran, petunjuk, perintah", atau
"kebiasaan" atau sistem.
Di
dalam Alkitab Ibrani, judul yang dipakai untuk bagian pertama ("Ta-"
dari "Tanakh") adalah "Taurat Musa". Judul ini sebenarnya
tidak pernah dijumpai dalam Taurat itu sendiri maupun dalam sastra periode
pembuangan ke Babel. Nama ini dipakai dalam Kitab Yosua (Yosua 8:31–32; Yosua
23:6) serta Kitab 1 dan 2 Raja-raja (1 Raja–raja 2:3; 2 Raja–raja 14:6; 2
Raja–raja 23:25), meskipun tidak dapat dipastikan apakah ini benar-benar
meliputi keseluruhan 5 kitab. Sebaliknya, ada kemungkinan bahwa pemakaiannya
setelah pembuangan ke Babel (Maleakhi 3:22; Daniel 9:11, 13; Ezra 3:2; 7:6;
Nehemia 8:1; 2 Tawarikh 23:18; 30:16) diartikan sebagai keseluruhan. Judul kuno
lainnya "Kitab Musa" (Ezra 6:18; Nehemia 13:1; 2 Tawarikh 35:12;
25:4; bandingkan 2 Raja–raja 14:6) dan "Kitab Taurat" (Nehemia 8:3)
tampaknya adalah kependekan nama lengkapnya, "Kitab Taurat Allah"
(Nehemia 8:8, 18; 10:29–30; bandingkan Nehemia 9:3).
Dengan kata lain, hal yang
ingin saya sampaikan;
1. Jadilah
Kristen yang sesuai dengan denominasi kita masing-masing tanpa mengklaim diri
sebagai Kristen sejati melalui tampilan-tampilan yang mengikuti Suku dan Agama Yahudi.
2. Hal-hal
yang dituliskan kelima kita pada awal alkitab memiliki kebenaran dan konteksnya
masing-masing yang tentu masih memiliki kaitannya dengan segala hal yang Yesus
sampaikan di Perjanjian Baru. Jadi, perjanjian lama bukanlah tulisan yang kita
tolak dan bukan pula sebagai ayat-ayat yang langsung kita artikan secara
harafiah.
II.
Tradisi dan Budaya
Perbedaan antara konsep tradisi dan
budaya seringkali membingungkan. Keduanya memiliki hubungan yang erat, namun
memiliki perbedaan yang mendasar dalam definisi dan penggunaannya.
Tradisi merujuk pada praktik atau
kebiasaan yang telah ada selama bertahun-tahun dan turun temurun dari generasi
ke generasi. Sedangkan budaya merujuk pada cara hidup dan adat istiadat suatu
kelompok masyarakat, yang mencakup tradisi, bahasa, seni, arsitektur, musik,
dan kepercayaan.
Berikut adalah perbedaan lebih jelas
antara konsep tradisi dan budaya:
·
Tradisi lebih spesifik dan terfokus pada
praktik atau kebiasaan tertentu, sedangkan budaya lebih luas dan mencakup
berbagai aspek kehidupan sehari-hari.
·
Tradisi terkadang hanya dimiliki oleh
sekelompok kecil orang atau suku tertentu, sedangkan budaya umumnya
mempengaruhi seluruh kelompok masyarakat atau bahkan negara.
·
Tradisi lebih terlihat dan mudah
diidentifikasi, sedangkan budaya seringkali lebih abstrak dan sulit dipahami.
Sebagai contoh, tradisi seperti upacara
adat atau pesta pernikahan biasanya hanya dimiliki oleh suku atau wilayah
tertentu, sedangkan budaya seperti musik atau seni rupa dapat mempengaruhi
seluruh negara atau bahkan dunia.
Mengetahui perbedaan antara konsep
tradisi dan budaya penting untuk memahami dan menghargai keanekaragaman
kehidupan dan kebudayaan di sekitar kita.
III.
GBKP dan PAHAM EKLESIOLOGINYA
GBKP sudah menunjukkan sikapnya tentang
budaya sebagaimana yang dimaksudkan dalam konfesinya, “Budaya adalah
keseluruhan cipta, karya dan karsa manusia yang berakal budi. Oleh karena itu, dalam
terang firman Allah, manusia harus menggali dan mengembangkan dan melestarikan
budaya secara positif, kritis dan realistis untuk kesejahteraan manusia (1 Kor
9:20-21; Yohanes 13:1-20.” Setiap warga GBKP diharapkan untuk turut
berpartisipasi untuk menggali, mengembangkan dan melestarikan budaya, tentunya
secara :
·
Berpikir Positif, dengan menghindari
sikap anti terhadap budaya atau alergi terhadap budaya sebelum menggali budaya
yang ada untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam
·
Kritis pada unsur-unsur dan nilai-nilai
budaya yang bertentangan dengan firman Tuhan (Mislanya, tradisi ataupun budaya
yang memiliki kepercayaan terhadap magis, mistis dan animistis.
·
Berpikir Realistis, dengan menyadari
bahwa budaya adalah keseluruhan cipta, karya dan karsa manusia yang berakal
budi. Sebagai manusia pastilah memiliki kekurangan dalam berbudaya dan kita
juga percaya bahwa Tuhan turut campur tangan dalam keseluruhan cipta, karya,
dan karsa manusia, untuk itu tidaklah keseluruhan cipta, karya dan karsa
manusia itu bertentangan dengan kehendak Tuhan.
REFLEKSI
Bahan kita kali ini memberikan refleksi akan suatu teladan yang kepada kita pula untuk tidak datang dengan motivasi mengubahkan sesuatu. Sebaliknya, sebagai orang-orang percaya, marilah kita meneladani Tuhan Yesus dengan membantu orang lain seperti yang mereka mintakan kepada kita, memberikan pengetahuan seperti yang mereka mintakan kepada kita, memberikan kebenaran seperti yang mereka butuhkan dalam kehidupan mereka, memberikan solusi dalam masalah yang orang lain rasakan.
Lihat apa yang bisa kita lakukan terhadap adat istiadat yang ada disekitar kita ataupun hidup bersama kita. Boleh, untuk melihat dan menemukan apa yang perlu diterangi dan dibenahi dalam adat istiadat yang kita hidupi. Tapi jangan paksakan ataupun menilai orang lain yang tidak melakukan serupa dengan kita. Sekalipun kita menyadari bahwa adat, pesta dan budaya kita produk lama dan terlebih buatan manusia, pastilah ada kekurangan dan kelemahan. Sebaik dan sebagus-bagusnya budaya yang ada pasti ada cacat celanya. Apalagi dibuat oleh manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa. Bahkan kitapun menyadari bahwa Adat untuk manusia, bukan manusia untuk adat. Karena itu adat itu sejatinya untuk mensejahtrakan, membahagiakan dan memuliakan manusia. Adat tidak boleh membebani dan memberati kita
Tapi tugas kita bukan mengubahnya, sebab manusia
tidak dapat mengubah apapun. Yesuslah yang mampu mengubahnya dalam rupa Roh
Kudus. Tugas kita hanya menjadi perpanjangan tanganNya dalam kehidupan orang
lain. Memantulkan cahaya dan terang dari Tuhan di sekeliling kita, bukan
menerangi apalagi membuat silau mata orang lain.
Komentar
Posting Komentar