Berbicara mengenai
Disabilitas tentu, titik awal pembicaraan kita sering dari proses
penciptaan. Seperti yang kita yakini, bahwa semua manusia diciptakan menurut
gambar dan rupa Allah (Imago Dei). Tanpa terkecuali! Ini menjadi dasar teologis
bahwa setiap individu, terlepas dari kondisi fisik dan mentalnya, memiliki
nilai dan martabat yang tidak tergoyahkan. Itulah kesempurnaan dari proses
penciptaan yang dilakukan Allah bagi manusia. Tidak berbicara hasilnya, tapi
berbicara tentang proses dari Allah yang sempurna untuk menghasilkan manusia
dengan nilai dan martabatnya yang tidak tergoyahkan sebagai manusia. Sehingga
Disabilitas bukanlah suatu kekurangan dalam penciptaan, melainkan bagian dari
kreativitas dari Sang Pencipta.
Kesadaran ini harusnya
memberikan pemahaman kepada kita, untuk tidak mempertanyakan lagi tentang
keadilan Allah. Seperti mengapa Allah yang baik mengizinkan disabilitas! Sebab
disabilitas tidak dikaitkan dengan dosa
atau hukuman ilahi. Sebaliknya, disabilitas jadi bagian dari kondisi manusia
yang kompleks, dimana setiap orang mengalami berbagai bentuk tantangan dan
keterbatasan.
Lalu, pertanyaan
selanjutnya yang menjadi menarik adalah
APAKAH KITA MENGANGGAP
PENTING “KATEKISASI” BAGI DISABILITAS?
Dalam menjawab pertanyaan
tersebut, saya mempercayai bahwa Gereja harus memperhatikan kebutuhan individu
secara holistik. Bagi saya, katekisasi bukan hanya tentang transfer informasi,
tetapi juga tentang menciptakan ruang di mana semua orang dapat mengalami kasih
Allah. Lebih daripada itu, katekisasi harusnya membangkitkan rasa kagum dan
cinta kepada Allah.
Sejalan dengan itu; Pertama,
John Calvin juga tidak melihat katekisasi sebagai sekadar transfer informasi
teologis. Sebaliknya, ia memandang katekisasi sebagai proses yang bertujuan
untuk membentuk dan mengembangkan iman yang mendalam. Calvin percaya bahwa
katekisasi harus melibatkan pengajaran doktrin secara sistematis tetapi juga
harus mendukung pembentukan karakter Kristen dan pertumbuhan spiritual. Dalam Institutio
Christianae Religionis (Institutio Agama Kristen), Calvin menekankan
pentingnya pemahaman yang benar tentang ajaran Kristen sebagai fondasi untuk
kehidupan iman yang sehat dan penuh[1].
Calvin berpendapat
bahwa katekisasi harus dilakukan dengan cara yang memungkinkan umat untuk
memahami ajaran Kristen dengan mendalam dan menerapkannya dalam konteks hidup
mereka. Oleh karena itu, katekisasi bukan hanya tentang menghafal informasi
tetapi tentang mengintegrasikan ajaran iman ke dalam kehidupan sehari-hari[2].
Kedua, Calvin melihat
katekisasi sebagai sarana untuk mengalami kehadiran dan kasih Allah secara
pribadi. Menurut Calvin, katekisasi tidak hanya mengajarkan ajaran doktrin
tetapi juga mengundang umat untuk merasakan hubungan pribadi dengan Allah.
Calvin percaya bahwa pengalaman hidup dengan Allah adalah inti dari proses
katekisasi, di mana umat Kristen diajak untuk mengalami kehadiran Tuhan dalam
hidup mereka dan membangun hubungan yang erat dengan-Nya[3].
Dalam pandangan Calvin,
katekisasi berfungsi untuk membentuk iman yang hidup dan dinamis, di mana
ajaran Kristen diterima bukan hanya sebagai konsep intelektual tetapi sebagai
pengalaman spiritual yang membentuk cara hidup seseorang[4]. Calvin
menekankan bahwa katekisasi harus membawa umat kepada pengalaman spiritual yang
mendalam, di mana mereka dapat merasakan dampak nyata dari ajaran Kristen dalam
kehidupan mereka.
Ketiga, Calvin juga
menekankan pentingnya penerapan ajaran Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Ia
percaya bahwa katekisasi harus menghasilkan perubahan hidup yang nyata, di mana
ajaran iman diterapkan dalam tindakan, perilaku, dan keputusan sehari-hari.
Calvin melihat katekisasi sebagai proses yang membentuk karakter Kristen,
mendorong umat untuk hidup sesuai dengan hukum Allah dan prinsip-prinsip moral
Kristen[5]
Pengajaran doktrin
menurut Calvin harus diintegrasikan dengan praktik hidup, sehingga umat Kristen
dapat menghidupi iman mereka dalam konteks sosial dan pribadi. Dengan demikian,
katekisasi bukan hanya tentang mengajarkan pengetahuan tetapi juga tentang mendorong
umat untuk mewujudkan ajaran Kristen dalam tindakan mereka[6]
Dengan demikian, jelaslah
bagi kita bahwa Katekisasi itu penting bagi saudara kita Disabilitas. Proses pendekatannyalah yang perlu kita
bahas, tentu berdasarkan dengan pemahaman katekisasi yang sudah disebtukan
sebelumnya. Adapun saran dari saya yang perlu kita gulumi dalam pembuatan metode
katekisasi adalah Kiranya proses katekisasi harus interaktif dan reflektif,
melibatkan umat dalam dialog antara pengalaman hidup mereka dan tradisi iman
Kristen. Metodenya mengajak umat untuk tidak hanya belajar tentang iman, tetapi
juga menerapkannya dalam konteks kehidupan nyata mereka, melalui proses
refleksi yang terus menerus.
[1] John
Calvin, Institutio Christianae Religionis (Institutio Agama Kristen),
Buku IV, Bab 1, Bagian 1-4. Calvin membahas pentingnya pemahaman yang mendalam
tentang doktrin Kristen sebagai fondasi untuk kehidupan iman yang sehat
[2] John
Calvin, Institutio Christianae Religionis, Buku III, Bab 6. Calvin
menekankan bahwa katekisasi harus melibatkan pemahaman ajaran Kristen yang
mendalam dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
[3] John
Calvin, Institutio Christianae Religionis, Buku IV, Bab 14, Bagian 1.
Calvin berbicara tentang bagaimana katekisasi harus mengarah pada pengalaman
spiritual dan hubungan pribadi dengan Allah.
[4] John
Calvin, Institutio Christianae Religionis, Buku IV, Bab 1, Bagian 8.
Calvin menguraikan bagaimana katekisasi harus membentuk iman yang hidup dan
dinamis dalam kehidupan umat Kristen.
[5] John
Calvin, Institutio Christianae Religionis, Buku IV, Bab 2, Bagian 7.
Calvin menjelaskan pentingnya penerapan ajaran Kristen dalam tindakan dan
perilaku sehari-hari.
[6] John
Calvin, Institutio Christianae Religionis, Buku IV, Bab 1, Bagian 5.
Calvin menekankan bahwa katekisasi harus mengintegrasikan ajaran iman ke dalam
praktik hidup, mendorong perubahan nyata dalam kehidupan umat.
Komentar
Posting Komentar