Pada abad ke-16, Martin
Luther dan para reformator lainnya memulai perjalanan yang mengubah wajah
kekristenan. Luther, seorang biarawan dan teolog, menyadari bahwa gereja saat
itu telah jauh menyimpang dari ajaran Alkitab. Ketika ia menentang penjualan indulgensi,
ia bukan hanya memprotes praktik yang korup, tetapi menegaskan prinsip yang
jauh lebih mendasar: Firman Tuhan adalah satu-satunya otoritas tertinggi dalam
kehidupan gereja dan iman Kristen. Pada tahun 1517, Luther menempelkan 95 Tesis
di pintu gereja di Wittenberg, menantang praktik gereja yang ia anggap tidak
sejalan dengan Alkitab. Ia menekankan bahwa otoritas gereja seharusnya tidak
didasarkan pada pendapat atau kepentingan pribadi, tetapi hanya pada Firman
Tuhan yang kekal dan tak tergoyahkan.
Reformasi Luther ini
menjadi pengingat penting bagi gereja sepanjang masa bahwa Firman Tuhan harus
menjadi dasar utama kehidupan dan iman kita. Dalam era modern ini, pertanyaan
serupa masih relevan: Apakah kita, sebagai gereja dan sebagai individu, benar-benar
setia pada Firman Tuhan, atau apakah kita cenderung menafsirkan Alkitab untuk
menyesuaikan diri dengan keinginan kita sendiri?
Kesetiaan pada Firman
Tuhan dan Hubungan Pribadi dengan Alkitab
Kesetiaan pada Firman
Tuhan berarti menjadikan Alkitab sebagai sumber kebenaran tertinggi, melebihi
tradisi, budaya, atau keinginan pribadi. Hal ini menginspirasi kita untuk
memeriksa kehidupan rohani kita dan memastikan bahwa tindakan serta keyakinan
kita sesuai dengan ajaran Alkitab. Untuk memperdalam hubungan pribadi dengan
Firman Tuhan, kita perlu mendekatinya dengan hati yang terbuka, siap untuk
ditegur, diarahkan, dan dibentuk oleh kebenaran-Nya.
Saat ini, kita bisa
memperkuat hubungan kita dengan Firman Tuhan dengan beberapa cara:
1.
Membaca dan Merenungkan Alkitab
Secara Rutin: Mengambil waktu setiap hari untuk
membaca Alkitab dan merenungkan isinya membantu kita memahami kehendak Tuhan
dan memperdalam pengertian kita tentang karakter-Nya.
2.
Berdoa untuk Bimbingan Roh Kudus:
Memohon pimpinan Roh Kudus saat membaca Alkitab membantu kita menafsirkan teks
dengan benar dan menghindari pemahaman yang sempit atau manipulatif.
3.
Mempelajari Alkitab dalam
Komunitas: Diskusi bersama saudara-saudara seiman membantu
kita memahami perspektif yang lebih luas dan membangun kebijaksanaan yang
berasal dari pemahaman kolektif akan Firman Tuhan.
4.
Memeriksa Motif dan Niat di Balik
Keyakinan Kita: Sebelum mengambil tindakan atau
berpegang pada keyakinan tertentu, kita harus bertanya apakah tindakan dan
keyakinan kita benar-benar berasal dari ajaran Alkitab atau sekadar mengikuti
keinginan pribadi.
Peringatan Terhadap
Spiritualitas Abuse di Gereja Modern
Namun, meski Reformasi
telah menegaskan pentingnya kesetiaan pada Firman Tuhan, gereja-gereja modern
masih menghadapi tantangan dalam menghidupi kebenaran ini. Salah satu masalah
yang dihadapi adalah fenomena spiritualitas abuse, yaitu penggunaan
Alkitab atau konsep-konsep rohani untuk memanipulasi, menekan, atau
mengendalikan individu demi kepentingan tertentu. Meskipun Alkitab dikutip dan
digunakan, tujuan akhirnya tidak lagi untuk membimbing umat ke dalam hubungan
yang sejati dengan Tuhan, tetapi untuk memperoleh kekuasaan, menguntungkan
kelompok tertentu, atau bahkan melanggengkan ajaran yang salah.
Berikut beberapa contoh
spiritualitas abuse yang terjadi di gereja saat ini:
1.
Manipulasi untuk Mendukung Pemimpin
atau Sistem: Beberapa gereja menggunakan ayat-ayat
yang menekankan ketaatan untuk menuntut loyalitas buta terhadap pemimpin atau
organisasi, tanpa memperhatikan keadilan atau integritas. Mereka yang
mempertanyakan atau menolak pemimpin tertentu sering kali dikutipkan ayat-ayat
seperti Roma 13:1-2, yang berbicara tentang tunduk pada otoritas, namun
ayat-ayat ini digunakan tanpa konteks dan tanpa mengindahkan panggilan untuk
menjaga kebenaran dan keadilan.
2.
Memanfaatkan Rasa Bersalah untuk
Meningkatkan Donasi atau Dukungan Finansial: Praktik
manipulasi finansial sering kali terjadi dengan menggunakan ayat-ayat yang
berbicara tentang persembahan atau kemurahan hati. Misalnya, ayat-ayat yang
menyinggung "memberi dengan sukacita" dapat dipelintir untuk menekan
jemaat memberikan lebih banyak dari kemampuan mereka atau dengan motif yang
dipaksakan, dengan ancaman atau janji berkat yang tidak benar-benar dijanjikan
Alkitab.
3.
Menggunakan Ayat untuk Membungkam
Suara yang Berbeda: Beberapa gereja mengambil ayat-ayat
yang berbicara tentang persatuan untuk menekan kritik atau suara yang
berlawanan, menciptakan lingkungan di mana jemaat merasa tidak berhak
mengemukakan pendapat mereka. Mereka yang memiliki pandangan berbeda sering kali
diintimidasi atau dipaksa diam dengan alasan "tidak membawa
perselisihan" (misalnya, dengan mengutip ayat-ayat yang berbicara tentang
kerukunan dalam tubuh Kristus).
4.
Pemaksaan Rasa Takut Akan
Penghakiman: Beberapa gereja menggunakan konsep dosa
dan penghakiman dengan berlebihan, sehingga jemaat hidup dalam ketakutan
daripada kedamaian dalam Kristus. Ayat-ayat tentang dosa dan hukuman mungkin
digunakan secara ekstrem untuk menakut-nakuti jemaat agar mengikuti aturan atau
kebijakan tertentu, yang sering kali tidak sepenuhnya sesuai dengan Injil kasih
karunia Kristus.
Setia pada Firman dalam
Integritas
Kesetiaan pada Firman
Tuhan harus dimulai dengan motivasi yang benar dan dipraktikkan dengan
integritas. Setiap penggunaan Alkitab yang bertujuan untuk memanipulasi atau
menguntungkan pihak tertentu justru merusak keutuhan dan kebenaran Firman itu
sendiri.
Sebagai gereja yang
ingin setia kepada Tuhan, kita harus membangun budaya yang mengedepankan
pemahaman yang benar akan Firman Tuhan, mendorong dialog yang sehat, dan
memberikan ruang bagi jemaat untuk bertumbuh tanpa tekanan atau manipulasi.
Kita dipanggil untuk hidup dalam kasih, bukan dalam ketakutan, dan untuk
mengedepankan kebenaran Alkitab sebagai fondasi utama.
Kesimpulan
Reformasi mengajarkan
kita bahwa Firman Tuhan harus menjadi satu-satunya otoritas tertinggi dalam
kehidupan dan gereja. Kesetiaan pada Firman adalah dasar yang membawa kita pada
hubungan yang sejati dengan Tuhan, penuh kasih dan integritas. Gereja masa kini
dihadapkan pada tantangan besar untuk tetap setia pada ajaran Alkitab di tengah
godaan untuk menyalahgunakannya. Semoga kita semua tergerak untuk memeriksa
kembali motivasi kita, dan berusaha untuk mendekatkan diri pada Firman Tuhan
dengan kerendahan hati dan kesungguhan hati. Kesetiaan pada Firman adalah
panggilan yang menuntut komitmen, dan hanya dengan hidup di dalam
kebenaran-Nya, kita bisa membawa terang Kristus di tengah dunia yang penuh
tantangan ini.
Komentar
Posting Komentar