Dalam kehidupan ini,
kita memiliki kebebasan untuk memilih, memutuskan, dan bertindak sesuai dengan
kehendak kita sendiri. Kebebasan ini adalah hak yang melekat pada setiap
individu dan menjadi dasar dari keunikan dan keberagaman manusia. Dalam
perspektif filsuf eksistensialis Jean-Paul Sartre, kebebasan bukan hanya
sekadar hak, tetapi juga sebuah tanggung jawab. Sartre bahkan menyatakan bahwa
manusia "terkutuk untuk bebas," yang berarti setiap individu harus
bertanggung jawab penuh atas pilihan dan tindakan mereka sendiri. Kebebasan
ini, pada gilirannya, memberikan ruang bagi individu untuk menerima perbedaan
dan menghargai hak orang lain untuk menjalani hidup sesuai dengan nilai dan
keyakinan mereka masing-masing. Dengan menyadari bahwa setiap orang memiliki
hak untuk menentukan jalan hidupnya, kita diajak untuk melepaskan penilaian
atau standar yang dibentuk oleh orang lain dan menghargai keberagaman sudut
pandang dan keunikan.
Namun, kebebasan ini
bukanlah tanpa batas. Dalam Galatia 5:13-15, Rasul Paulus memperingatkan jemaat
agar tidak menggunakan kebebasan mereka untuk memanjakan keinginan egois.
Sebaliknya, kebebasan ini adalah panggilan untuk saling melayani dalam kasih. Martin
Luther menambahkan bahwa panggilan untuk bebas adalah panggilan untuk
bertanggung jawab—bukan untuk memenuhi ambisi pribadi atau ego, tetapi untuk
menciptakan komunitas yang saling menghormati dan menghargai perbedaan. Ketika
kebebasan digunakan untuk melayani orang lain, maka kita belajar bahwa menerima
perbedaan adalah sebuah tindakan kasih yang membawa kita lebih dekat pada
keharmonisan.
Teladan Kasih Yesus
yang Melampaui Hukum
Yesus, yang adalah
seorang Yahudi, tidak mewariskan hukum-hukum Taurat kepada kita, melainkan
penebusan yang memerdekakan kita. Dalam tradisi Yahudi, terdapat 613 hukum yang
dikenal sebagai Taryag Mitzvot, namun Yesus menyimpulkan seluruh hukum ini
dalam satu perintah: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri." Di sini, kasih menjadi prinsip utama dalam mengatasi perbedaan.
Dalam konteks yang
berbeda, kita juga mungkin memiliki perbedaan pemahaman, latar belakang, atau
pandangan dalam menjalani hidup dan aturan-aturan dalam gereja kita. Namun,
seharusnya perbedaan ini tidak merusak kesatuan kita dalam Kristus, karena inti
dari iman Kristen adalah mengasihi sesama tanpa kompromi terhadap kebenaran.
John Calvin, seorang
reformator gereja, menekankan bahwa kasih kepada sesama membutuhkan sikap
rendah hati. Menurut Calvin, rendah hati berarti melepaskan ego dan menerima
kehadiran orang lain tanpa mengharuskan mereka untuk berubah sesuai kehendak
kita. Bagi Calvin, cinta kasih adalah fondasi dari kerukunan, yang mengikat
komunitas sekaligus mempersatukan perbedaan. Ketika kita mampu menumbuhkan
kasih, maka kita tidak hanya menerima perbedaan tetapi juga menghormatinya
sebagai bagian dari anugerah yang memperkaya kehidupan bersama.
Kebenaran Kristus:
Kedamaian yang Memelihara, Bukan Memecah
Kebenaran adalah nilai
yang sering kita pegang erat, tetapi apa yang kita pandang sebagai benar belum
tentu sesuai dengan kehendak Yesus. Sebaliknya, kebenaran dari Kristus adalah
kedamaian yang tidak membawa konflik dan perpecahan. Dalam Galatia 5:15, Paulus
mengingatkan jemaat bahwa "jika kamu saling menggigit dan saling menelan,
hati-hatilah, supaya jangan kamu saling membinasakan." St. Jerome memahami
ayat ini sebagai peringatan terhadap perselisihan yang sering kali berakar pada
kesombongan dan keegoisan. "Menggigit dan menelan" sesama adalah
perilaku yang melawan kasih dan memperlebar jurang perbedaan menjadi konflik.
Jerome mendorong kita untuk menyikapi perbedaan dengan sikap saling
menghormati, karena tanpa kasih, perbedaan hanya akan membawa perpecahan.
Jonathan Edwards,
seorang teolog Protestan, menyebutkan bahwa di dalam Kristus, perbedaan adalah
anugerah yang memperkaya tubuh Kristus. Tetapi, jika perbedaan ini tidak
disikapi dengan kasih, maka akan mudah menjadi alat pemecah-belah. Edwards
percaya bahwa kasih adalah kunci untuk menerima perbedaan dan menghindari
konflik yang membawa perpecahan. Kasih yang sejati tidak mencari keuntungan
sendiri, tetapi berupaya menjaga kesatuan dalam tubuh Kristus meskipun terdapat
perbedaan pandangan atau latar belakang.
Mengasihi Dalam
Keberagaman: Sebuah Tindakan Kasih Tanpa Kompromi pada Kebenaran
Sebagai orang Kristen,
kita diajak untuk mencerminkan kasih Yesus dalam hidup kita sehari-hari,
terutama dalam menghadapi perbedaan. Kasih yang Yesus ajarkan bukanlah kompromi
pada dosa atau penyimpangan dari kebenaran. Kasih ini adalah kasih yang bertindak
dengan tegas namun tetap penuh belas kasih, mengundang setiap orang untuk
menjadi bagian dari komunitas yang menghormati perbedaan tetapi tetap setia
pada kebenaran Kristus.
Ketika kita menerima
kebebasan kita sebagai panggilan untuk melayani, kita mengakui bahwa perbedaan
bukanlah penghalang tetapi sarana untuk belajar lebih banyak tentang kasih dan
kerendahan hati. Kita tidak lagi melihat perbedaan sebagai ancaman, tetapi sebagai
kesempatan untuk lebih memahami sesama dan mempererat ikatan kasih. Dengan
demikian, kita bukan hanya menjalani kehidupan yang saling menerima, tetapi
juga saling menguatkan dalam iman. Inilah jalan hidup yang Yesus inginkan:
hidup yang dipenuhi kasih, yang menghargai perbedaan, dan yang selalu mencari
kesatuan di dalam kebenaran-Nya.
Melalui perenungan ini,
kiranya kita semua belajar untuk menjadi orang yang tidak mudah saling
"menggigit dan menelan," tetapi sebaliknya, menumbuhkan kasih yang
mempersatukan dan menghargai setiap perbedaan, karena di dalam Kristus kita
adalah satu tubuh yang dipanggil untuk saling melayani.
Komentar
Posting Komentar