Dalam
kitab Galatia 6:9, kita diajak untuk tidak jemu-jemu melakukan perbuatan baik,
terlebih di tengah kondisi dunia yang sedang tidak baik-baik saja. Di tengah
pesimisme dan krisis, percayalah masih ada orang-orang yang melakukan perbuatan
baik tanpa henti. Namun, saya percaya bahwa kita juga dipanggil untuk menjadi
bagian dari mereka, menjadi terang di tengah gelap, bahkan saat situasi dunia
terus bergejolak. Mengapa kita perlu menjadi orang baik di dunia yang kian
egois? Karena dengan menjadi pribadi yang membawa kebaikan, kita menunjukkan
kasih Allah yang nyata dan membawa penghiburan sejati kepada sesama.
Sadarkah
kita, bahwa dewasa ini, banyak orang lebih memilih mengadopsi narasi kecil yang
fokus pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Michel Foucault
menjelaskan bahwa masyarakat modern cenderung hidup dalam “sistem disiplin,”
yang dipengaruhi oleh institusi-institusi yang terus-menerus menilai dan
membandingkan, seperti pendidikan dan ekonomi. Ini menciptakan rasa harus
berkompetisi dan mengurung orang lain, menciptakan situasi di mana kita merasa
lebih aman mempertahankan keunggulan pribadi daripada bekerja sama. Akibatnya,
kecenderungan untuk berbagi dan memberi tanpa pamrih menjadi langka, dan lebih
sedikit orang yang terdorong untuk memberi penghiburan atau bantuan kepada
orang lain. Dalam konteks ini, menjadi penghibur sejati bagi orang lain hanya
dapat dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keberanian untuk melawan arus,
serta komitmen untuk berbagi kasih tanpa mengutamakan kepentingan pribadi.
Dalam
Amsal 3:27-34, kita diajak untuk memberi kepada mereka yang berhak, untuk
menghindari perseteruan yang tidak perlu, dan untuk menghindari kesombongan.
Stanley Hauerwas melihat nasihat ini sebagai undangan untuk membangun komunitas
yang penuh kasih dan keadilan radikal. Menurut Hauerwas, tindakan memberi dan
menghindari kesombongan adalah panggilan bagi umat Kristen untuk menjadi
“komunitas alternatif” yang berbeda dari individualisme modern. Kasih Allah
yang nyata tidak terlihat dalam persaingan atau keinginan untuk unggul, namun
dalam komitmen keikhlasan untuk memberi penghiburan, bahkan di saat penghiburan
itu tidak dibalas.
Sebagai
orang percaya, kita diajak menjadi bagian dari komunitas yang menunjukkan kasih
Allah melalui tindakan nyata. Ketika kita menahan diri dari sikap sombong, kita
tidak hanya menjadi pribadi yang rendah hati tetapi juga membawa suasana yang
hangat dan menghibur bagi orang lain. Tindakan ini menjadi semacam perlawanan
terhadap narasi duniawi yang mengutamakan ego dan pencapaian pribadi. Dengan
menjadi komunitas yang saling mendukung, kita menghidupkan kasih Allah dalam
lingkungan sekitar kita.
Jürgen
Moltmann, dalam bukunya The Crucified God , menggambarkan penghiburan
bukan sekadar kata-kata yang indah atau empati yang dangkal. Kristus sendiri
ikut menderita bersama umat manusia, sehingga penghiburan dalam perspektif ini
adalah panggilan untuk hidup dalam solidaritas yang sejati. Kita dipanggil
untuk hadir bersama orang-orang yang menderita, bukan hanya dengan simpati,
tetapi dengan tindakan nyata yang mengangkat mereka dari keterpurukan. Menjadi
penghibur bagi orang lain berarti ikut merasakan beban yang menjadi tanggung
jawab mereka dan melakukan sesuatu yang berarti bagi mereka.
Ketika
kita memahami bahwa Kristus juga menderita bagi kita, kita diajak menghibur
orang lain dengan cara yang lebih dalam dan bermakna. Penghiburan yang
diberikan bukanlah sesuatu yang bersifat sementara, namun sebuah komitmen yang
melibatkan empati, ketulusan, dan kesediaan untuk berbagi rasa sakit bersama.
Kita menjadi bagian dari rencana besar Tuhan yang mengalirkan kasih dan
penghiburan dalam setiap tindakan dan kehadiran kita di dunia tengah yang penuh
dengan tantangan ini.
Saya
ingat pengalaman ketika hidup bersama di unit-unit Diakonia GBKP. Melalui
pengalaman itu, saya menyadari bahwa GBKP tidak pernah membuat tempat-tempat
pengasingan bagi orang-orang disabilitas di YKPD Alpha Omega, Anak Yatim dan
Piatu di PAK Gelora Kasih atau orangtua-orangtua lansia di PPOS. Bagiku, GBKP melalui
Bidang Diakonianya memberikan tempat untuk menyatakan komitmen GBKP bagi mereka
yang melibatkan empati, ketulusan dan kesediaan untuk berbagi rasa sakit
bersama. Dengan kata lain pula, kita jemaat GBKP ataupun umat Kristen lainnya harusnya
menjadi bagian dari besar Tuhan yang mengalirkan kasih dan penghiburan dalam
setiap tindakan dan kehadiran kita di unit-unit Diakonia GBKP. Maukah kita?
"Kasih yang sejati tak terlihat dalam persaingan atau keunggulan, namun
dalam ketulusan untuk memberi penghiburan, bahkan saat tak ada balasan."
– Aron Ginting Manik
Komentar
Posting Komentar