Invocatio
:
Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan
bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam
kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu. (1 Timotius 4:12)
Bacaan
I :
Amsal 1:1-6
Khotbah
:
Markus 10:13-16
Tema
:
Bawalah Anak-anak itu datang kepada Tuhan
Pengantar
Dalam tradisi Gereja
Batak Karo Protestan (GBKP), orangtua yang membawa anak-anak mereka untuk
dibaptis memberikan janji yang sakral. Mereka berjanji di hadapan jemaat dan
Tuhan untuk membimbing anak-anak mereka dalam iman hingga dewasa, saat
anak-anak tersebut dapat mengaku imannya secara pribadi di hadapan gereja.
Janji ini menegaskan bahwa tugas orangtua tidak berhenti pada momen baptisan
itu saja, melainkan berlanjut sepanjang hidup anak-anak mereka, hingga mereka
dewasa dan mampu memelihara imannya sendiri.
Namun, ironisnya, kita
sering melihat fenomena anak-anak yang tumbuh dengan prestasi akademik yang
gemilang, namun kurang dalam hal karakter dan spiritualitas. Ada banyak anak
yang memiliki kecerdasan, namun perilakunya jauh dari nilai-nilai kasih, hormat,
dan kesalehan. Mereka mungkin pandai di sekolah, namun dalam kehidupan
sehari-hari, mereka tidak menunjukkan buah-buah spiritual yang baik. Fenomena
ini mengajak kita untuk merefleksikan: Apakah orangtua dan gereja sudah
menjalankan tanggung jawab spiritual mereka kepada anak-anak? Apakah kita hanya
mengejar prestasi duniawi tetapi melupakan yang lebih penting—yakni membawa
mereka kepada Tuhan?
James Fowler,
yang terkenal dengan teori perkembangan iman, menekankan pentingnya menanamkan
nilai-nilai spiritualitas pada anak sejak dini. Anak-anak memiliki kapasitas
untuk mengembangkan rasa ketuhanan dan pengertian iman, bahkan sejak usia muda.
Orangtua memiliki peran penting dalam memastikan bahwa nilai-nilai spiritual
ini tertanam dengan kuat. Ketika orangtua secara aktif terlibat dalam kehidupan
rohani anak-anak, mereka membantu membentuk fondasi yang kuat untuk kehidupan
iman di masa depan.
Para psikolog juga
menegaskan bahwa anak-anak yang tumbuh dengan dasar spiritual yang kuat
memiliki peluang lebih baik untuk menjadi individu yang matang secara emosional
dan sosial. Mereka tidak hanya akan memiliki kecerdasan akademis, tetapi juga
hati yang peka terhadap nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kasih. Tanggung
jawab orangtua di sini bukan sekadar memberikan pendidikan formal dan material,
tetapi juga membangun karakter rohani yang akan menjadi dasar bagi segala aspek
kehidupan anak-anak.
Alkitab dengan jelas
menyatakan bahwa tidak ada yang terlalu muda untuk menjadi teladan bagi orang
lain. 1 Timotius 4:12 mengatakan, “Jangan seorang pun menganggap engkau
rendah karena engkau muda. Jadilah teladan dalam perkataan, tingkah laku,
kasih, iman, dan kesucian.” Anak-anak bukanlah individu yang lemah atau tidak
penting, mereka adalah benih-benih iman yang dapat tumbuh menjadi pohon
kehidupan yang kuat, asalkan mereka dibimbing dengan baik.
Gereja dan Keluarga:
Tempat untuk Mendapatkan Didikan Spiritual
Gereja dan keluarga
harus menjadi tempat di mana anak-anak mendapatkan didikan yang datang dari
Tuhan. Gereja memang memiliki peran penting dalam bimbingan spiritual, namun
waktu yang dimiliki gereja bersama anak-anak sangat terbatas—mungkin hanya
beberapa jam dalam seminggu. Sebaliknya, keluarga memiliki lebih banyak waktu
dan kesempatan untuk menanamkan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan
sehari-hari anak-anak. Inilah sebabnya mengapa tanggung jawab terbesar tetap
berada di tangan orangtua. Waktu bersama anak bukan hanya soal memberikan
mereka makan, membelikan baju, atau menyekolahkan mereka, melainkan waktu untuk
mendidik mereka dalam iman, mengajarkan doa, membicarakan tentang kasih Tuhan,
dan mencontohkan kehidupan yang saleh.
Jika orangtua sibuk
dengan pekerjaan, sering kali anak-anak tersisihkan dan tidak mendapatkan
bimbingan spiritual yang memadai. Ini menciptakan jurang pemisah antara
anak-anak dan Tuhan, karena anak-anak dibiarkan tumbuh tanpa arah yang jelas
dalam iman mereka. Anak-anak membutuhkan orangtua yang hadir, bukan hanya
secara fisik, tetapi juga secara emosional dan spiritual.
Bawalah Anak-Anak
kepada Tuhan
Dalam Markus 10:13-16,
kita melihat bagaimana Yesus memperlakukan anak-anak. Ketika murid-murid
mencoba menghalangi orang yang membawa anak-anak kepada Yesus, Dia menegur
mereka dengan lembut namun tegas: “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku,
jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang
empunya Kerajaan Allah.” Yesus dengan jelas menunjukkan betapa pentingnya
anak-anak dalam Kerajaan Allah. Mereka tidak dianggap terlalu muda atau tidak
layak, sebaliknya, mereka adalah contoh dari kesederhanaan dan kemurnian iman
yang harus kita pelajari.
Sebagai orangtua, kita
harus memperhatikan peringatan ini. Jangan sampai kita, secara sadar atau
tidak, menjadi penghalang bagi anak-anak untuk mendekat kepada Tuhan. Jadwal
yang terlalu padat, tuntutan akademis yang tinggi, atau bahkan kesibukan
orangtua sering kali membuat anak-anak tidak memiliki cukup waktu untuk berdoa,
beribadah, atau merenungkan firman Tuhan. Ini adalah tanggung jawab kita untuk
memastikan bahwa anak-anak kita tidak terpisah dari Tuhan oleh karena hal-hal
duniawi yang menyibukkan.
Introspeksi Gereja
dalam Pelayanan kepada Anak-Anak
Gereja juga perlu
melakukan introspeksi dalam hal pelayanan kepada anak-anak. Anak-anak bukanlah
sekadar pelengkap dalam jemaat, mereka adalah bagian penting dari tubuh
Kristus. Pelayanan kepada anak-anak harus dipersiapkan dengan sungguh-sungguh,
tidak asal-asalan. Firman Tuhan yang disampaikan kepada mereka harus relevan
dan menyentuh hati mereka. Gereja perlu memastikan bahwa anak-anak merasakan
bahwa mereka dihargai dan dikasihi, bukan hanya dilihat sebagai peserta pasif
dalam ibadah.
Jika gereja tidak
memberikan perhatian yang serius terhadap pelayanan anak-anak, kita bisa
kehilangan generasi yang beriman kuat. Pelayanan anak bukanlah pekerjaan yang
mudah, tetapi jika kita tidak melakukannya dengan hati, kita sedang mengabaikan
panggilan penting dari Tuhan.
Penutup
Anak-anak adalah
pemberian yang luar biasa dari Tuhan. Mereka adalah titipan, dan kita diberi
tanggung jawab besar untuk membimbing mereka dalam iman, bukan hanya secara
intelektual, tetapi juga secara spiritual. Anak-anak bukanlah beban yang harus
kita tanggung, dan mereka juga bukan investasi yang akan memberikan kita
keuntungan di masa depan. Mereka adalah jiwa-jiwa yang berharga di mata Tuhan,
yang layak menerima cinta, bimbingan, dan perhatian yang tulus.
Sebagai orangtua dan
gereja, mari kita bersama-sama membawa anak-anak datang kepada Tuhan, seperti
yang Yesus inginkan. Jangan menjadi penghalang, tetapi jadilah saluran berkat
yang menuntun mereka semakin dekat kepada Tuhan. Anak-anak adalah contoh dari
iman yang murni, dan mereka juga bisa menjadi teladan bagi kita, jika kita
membimbing mereka dengan kasih yang penuh kesabaran dan kebijaksanaan.
Melalui refleksi ini,
mari kita renungkan, apakah kita sudah menjalankan peran kita sebagai orangtua
dan gereja dengan baik? Apakah kita sudah membawa anak-anak kita mendekat
kepada Tuhan, atau justru tanpa sadar, kita menghalangi mereka?
Komentar
Posting Komentar