REFRENSI TAMBAHAN PJJ GBKP 27 OKTOBER - 02 NOVEMBER 2024 - HIDUP SALING TOLONG (Pengkhotbah 4:9-12)

 


Di tengah kemajuan teknologi dan kehidupan yang tampak serba praktis, kita hidup dalam era yang penuh dengan evolusi. Ironi besar dalam kehidupan modern adalah bahwa meskipun teknologi mendekatkan kita secara digital, kita sering merasa terlindungi secara emosional. Orang-orang tampak sibuk dengan urusan pribadi mereka, dan meskipun media sosial memberi kita akses untuk “terhubung,” kedalaman hubungan yang berarti semakin menipis.

Filsuf kontemporer Yuval Noah Harari dalam bukunya Sapiens menyatakan bahwa perkembangan peradaban, meski membawa kemajuan materiil, justru sering membuat manusia kehilangan orientasi hidup dan tujuan yang sebenarnya. Kebahagiaan pribadi tampaknya menjadi tujuan utama, sementara hubungan dan kebersamaan, yang sebenarnya penting bagi kehidupan, diabaikan. Realitas ini adalah ironi dari kehidupan modern. Pengkhotbah 4:9-12 secara tajam menunjukkan bahwa dua orang lebih baik daripada satu, dan tanpa kebersamaan, manusia rentan terjatuh.

Dalam perkembangan psikologi, manusia dikenal sebagai makhluk sosial yang sangat bergantung pada hubungan interpersonal. Abraham Maslow menuliskan tentang pentingnya rasa memiliki dan cinta dalam Hierarki Kebutuhannya . Sistem pendukung — berupa orang-orang yang memberikan dukungan emosional dan fisik — sangat penting bagi kesehatan mental dan perkembangan kepribadian manusia.

Ketika seseorang memiliki support system yang kuat, mereka lebih mampu menghadapi stres dan tantangan kehidupan. Kehadiran orang-orang yang mendukung memberikan rasa aman, optimisme, dan daya juang yang lebih tinggi. Sebaliknya, ketidakhadiran support system dapat membawa seseorang pada perasaan kesepian dan putus asa. Dalam perspektif ini, kita memahami mengapa Firman Tuhan dalam Pengkhotbah 4 menekankan bahwa "jika mereka jatuh, yang mengangkat temannya." Manusia membutuhkan satu sama lain agar dapat bangkit dan menghadapi kenyataan kehidupan yang berat.

Tuhan memanggil kita untuk tidak hanya menerima dukungan dari orang lain, tetapi juga menjadi sumber dukungan bagi sesama. Nilai-nilai Kristiani mengajarkan pentingnya kasih, maaf, dan kepedulian dalam hubungan dengan sesama manusia. Seorang teolog ternama, Dietrich Bonhoeffer, menekankan bahwa komunitas Kristen harus menjadi tempat di mana kasih Yesus terwujud nyata dalam tindakan sehari-hari. Dalam buku Life Together , Bonhoeffer menekankan bahwa dalam komunitas Kristen, kita dipanggil untuk mencintai tanpa pamrih, saling mendukung, dan menjadi berkat bagi satu sama lain.

Menjadi support system yang baik berarti kita harus hadir bagi orang lain dalam kegembiraan dan duka mereka. Ini bukan hanya soal kehadiran fisik, tetapi juga tentang empati dan pemahaman yang mendalam. Kasih Kristus yang kita terima seharusnya tercermin dalam hubungan kita dengan sesama. Dengan demikian, tindakan mendukung orang lain menjadi bagian integral dari iman kita.

Dalam kehidupan Kekristenan, membantu sesama dengan tulus, bahkan tanpa mengharapkan ketidakseimbangan, adalah panggilan yang sangat penting. Yesus, dalam segala tindakan-Nya, memberikan kasih tanpa pamrih. Kita diajak untuk meneladani hal tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari. Meskipun sering kali kita mungkin tidak mendapatkan balasan yang setimpal, ini tidak berarti bahwa tindakan kita sia-sia.

Rasul Paulus dalam Galatia 6:9-10 mengingatkan kita, “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena pada waktunya kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Oleh karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang.” Ayat ini menunjukkan bahwa membantu orang lain dengan ketulusan adalah bagian dari komitmen iman kita. Ini bukan tentang hasil langsung yang kita terima, melainkan tentang menjalankan kehendak Tuhan dan menunjukkan kasih-Nya dalam tindakan nyata.

Florence Nightingale adalah sosok nyata yang dikenal sebagai pelopor perawatan kesehatan modern. Di pertengahan abad ke-19, saat Perang Krimea sedang berlangsung, Nightingale merelakan dirinya untuk menjadi perawat bagi para prajurit yang terluka, meskipun kondisinya sangat sulit. Pada masa itu, fasilitas kesehatan di medan perang sangat memprihatinkan; para prajurit menderita kelaparan, cedera parah, dan penyakit, sementara rumah sakit penuh dengan kotoran dan kekurangan tenaga medis.

Nightingale, dengan ketulusan dan dedikasi yang luar biasa, bekerja siang dan malam merawat pasien, membersihkan rumah sakit, dan memastikan bahwa mereka mendapatkan makanan serta obat-obatan yang memadai. Ia tidak mengharapkan balasan atau pengakuan, namun kehadirannya sangat berpengaruh. Para prajurit menjulukinya “The Lady with the Lamp” karena ia sering terlihat berjalan di antara tempat tidur pasien dengan membawa lampu, memberikan semangat dan kenyamanan kepada mereka.

Pengorbanannya tidak hanya menyelamatkan nyawa para prajurit, tetapi juga membawa perubahan besar dalam sistem perawatan kesehatan. Meskipun Florence Nightingale tidak mencari pujian, ketulusannya membawa dampak yang melampaui masa hidupnya. Ia mewariskan warisan dalam bentuk perawatan kesehatan yang lebih manusiawi dan standar kebersihan di rumah sakit yang lebih baik.

Kisah Nightingale ini menunjukkan bahwa tindakan kecil yang penuh ketulusan bisa membawa perubahan besar, dan meskipun kita mungkin tidak selalu melihat hasilnya secara langsung, Tuhan bekerja melalui setiap langkah kita untuk kebaikan orang lain. Ini adalah refleksi nyata dari nilai-nilai Kristiani tentang pentingnya bertolong-tolong dengan hati yang tulus, sebagaimana dibuktikan dalam Pengkhotbah 4:9-12.

Renungkanlah...

Mari kita renungkan, apakah kita telah menjadi support system yang baik bagi orang-orang di sekitar kita? Apakah kita telah menunjukkan ketulusan dalam kasih dan pertolongan kita? Tuhan tidak melihat hasil secara langsung, tetapi hati yang dipenuhi kasih seperti Yesus, itulah yang Dia hargai.

Tuhan selalu hadir dalam setiap tindakan kasih yang kita berikan kepada sesama, sekecil apa pun itu. Tidak ada kasih yang terlalu kecil di mata-Nya, karena setiap perbuatan tulus yang kita lakukan memiliki arti yang besar dalam rencana-Nya.
 – Aron Ginting Manik

Komentar