BAHAN SERMON PEKAN PENATALAYANAN GBKP 2025 HARI KEDUA "TUHAN MENCIPTAKAN MANUSIA DENGAN KEPELBAGAIAN - KEJADIAN 1:26-28"

 


===================================================================

Invocatio       : 1 KORINTUS 11:12

Bacaan I        : KOLOSE 3:10B-11

Kotbah           : KEJADIAN 1:26-28

Tema              : TUHAN MENCIPTAKAN MANUSIA DENGAN KEPELBAGAIAN

===================================================================

Bayangkan Anda sedang duduk di sebuah kafe yang ramai. Di satu meja, ada sekelompok orang yang berdiskusi dengan semangat tentang ide-ide besar. Di meja lain, seorang seniman sedang melukis di tablet digitalnya, tenggelam dalam dunianya sendiri. Lalu, ada Anda, mungkin sedang menyeruput kopi sambil merenungkan keberagaman di sekitar Anda. Mengagumkan, bukan? Dunia ini penuh dengan keunikan—setiap manusia adalah karya seni Tuhan yang diciptakan dengan detail dan makna. Dalam Kejadian 1:26-28, Tuhan menciptakan manusia serupa dan segambar dengan-Nya. Namun, serupa tidak pernah berarti seragam.

 

Keunikan dalam Gambar Tuhan

Dalam Kejadian 1:26-28, digunakan kata Ibrani "Tselem" (gambar) dan "Demut" (rupa) untuk menggambarkan penciptaan manusia. Kata-kata ini tidak digunakan untuk ciptaan lain, yang menunjukkan posisi istimewa manusia sebagai refleksi Tuhan. Tetapi, jika kita adalah refleksi Tuhan, bukankah Tuhan itu begitu kaya, luas, dan penuh variasi sehingga tidak mungkin satu manusia saja mampu merepresentasikan-Nya sepenuhnya? Karl Barth dengan cerdas mengungkapkan, "Menolak keberagaman berarti menyangkal kepenuhan Sang Pencipta itu sendiri."

 

Dalam psikologi, teori kepribadian seperti yang dikemukakan oleh Carl Jung menunjukkan bagaimana manusia memiliki tipe-tipe kepribadian yang berbeda. Ada yang ekstrovert, ada yang introvert. Ada yang berpikir logis, ada pula yang penuh intuisi. Keberagaman ini bukan kebetulan; ini adalah bagian dari rancangan Tuhan yang agung. Kita tidak diciptakan untuk menjadi klon satu sama lain, melainkan untuk saling melengkapi. Bukankah keberagaman ini adalah cerminan dari keindahan Tuhan yang tak terbatas?

 

Kepelbagaian sebagai Dasar Harmoni

Kolose 3:10b-11 menegaskan bahwa dalam Kristus, "tidak ada lagi orang Yunani atau Yahudi, orang bersunat atau tidak bersunat, orang barbar atau Skit, budak atau orang merdeka." Artinya, Tuhan memanggil kita untuk melihat perbedaan bukan sebagai pemisah, tetapi sebagai peluang untuk saling melengkapi.

 

Martin Buber, seorang filsuf eksistensialisme, berbicara tentang hubungan "Aku-Engkau" (I-Thou), yang mengajarkan bahwa kita harus menghormati keunikan individu lain. Dengan menerima keberagaman, kita tidak hanya membangun hubungan yang harmonis tetapi juga menciptakan komunitas yang lebih kaya dengan saling memperkaya satu dengan lainnya.

 

Dalam kehidupan sehari-hari, kepelbagaian ini terlihat dalam cara orang menyembah Tuhan, berkomunikasi, bahkan makan. Bayangkan meja makan bersama di mana ada rendang, sushi, pizza, dan baklava. Perbedaan itu tidak hanya memperkaya pengalaman, tetapi juga menunjukkan bahwa Tuhan merayakan setiap budaya dan tradisi.

 

Manusia dan Ciptaan Lain: Harmoni yang Saling Bergantung

Kepelbagaian bukan hanya tentang hubungan antarmanusia tetapi juga melibatkan seluruh ciptaan. Dalam Kejadian, manusia diberikan mandat untuk "menguasai bumi." Tetapi "menguasai" di sini lebih mendekati makna "memelihara." Tuhan tidak menciptakan manusia untuk mengeksploitasi bumi, melainkan untuk hidup dalam harmoni dengan ciptaan lain.

 

Dalam ekologi modern, konsep "keanekaragaman hayati" menegaskan bahwa setiap spesies memiliki peran unik dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Dengan menghormati alam, kita tidak hanya melindungi lingkungan tetapi juga menghormati Tuhan yang menciptakan semuanya. Ketika kita melihat burung berkicau atau daun gugur di musim kemarau, kita menyadari bahwa segala sesuatu memiliki tempatnya dalam orkestra besar kehidupan.

 

Kepelbagaian dalam Tindakan Sehari-hari

Terkadang, keberagaman memunculkan momen-momen menggelitik. Pernahkah Anda mencoba memahami logat atau bahasa daerah yang berbeda? Atau, lebih lucu lagi, mencoba memasak masakan khas daerah lain yang ternyata hasil akhirnya jauh dari ekspektasi? Dalam tawa itu, kita menemukan pelajaran: bahwa keberagaman adalah bagian dari pengalaman kita sebagai manusia. Tuhan menciptakan dunia ini bukan untuk membosankan, tetapi untuk penuh kejutan dan warna.

 

Kesimpulan

Ketika kita menerima bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan kepelbagaian, kita sedang merayakan karya seni-Nya yang paling agung. Kepelbagaian bukanlah ancaman, melainkan anugerah. Kita dipanggil untuk melihat perbedaan bukan sebagai pemisah, tetapi sebagai cara untuk belajar, tumbuh, dan mencintai lebih dalam.

 

Jadi, saat Anda melihat dunia ini dengan segala keragamannya, ingatlah bahwa Anda adalah bagian dari harmoni besar ciptaan Tuhan. Dan tugas kita adalah menjaga harmoni itu—menghargai, melindungi, dan merayakan keberagaman yang Tuhan anugerahkan. Sebab, seperti simfoni yang indah, dunia ini menjadi sempurna justru karena setiap instrumen memainkan nada yang berbeda tetapi tetap berpadu dalam harmoni kasih Tuhan.

Komentar