Allah Memberikan Pembelaan dan Kemenangan (Jesaya 54:11-17)


Memiliki tubuh indah dengan berat badan ideal pasti menjadi keinginan setiap orang. Diet adalah salah satu cara yang efektif untuk mewujudkannya. Suatu kisah teman saya yang memiliki badan yang cukup berisi, melakukan diet. Salah satunya dengan mengganti nasi dengan mengkonsumsi buah alpukat. Mengingat hal ini terbukti ampuh untuk menurunkan berat badan 5kg selama 2minggu. Setelah ia coba bentuk diet ini dengan mengkonsumsi alpukat di pagi hari. Ia merasakan pahit yang sangat melekat dilidahnya dengan waktu yang cukup lama. Tapi dia terus memperjuangkan hal tersebut, demi mimpi dan cita-cita yang ingin dicapai yakni tubuh yang langsing.

Kisah sahabat ini, mungkin juga banyak dialami oleh beberapa dari kita. Memilih untuk berjuang dengan keras dengan harapan akan hasil yang dapat membuat tersenyum untuk menikmatinya. Walau tak jarang dari kita, lebih banyak bekerja, sampai lupa untuk menikmati apa yang sudah kita punya. Tapi bagaimana bila penderitaan itu datang karena memang kesalahan kita. Bukan karena kita ingin memperjuangkan sesuatu. Apakah kita mampu bertahan?

Apa yang dialami oleh bangsa Israel bukanlah karena mereka sedang ingin memperjuangkan sesuatu. Justru karena umat dan para pemimpinnya saat itu tidak mematuhi hukum Tuhan, sehingga mereka dihukum. Mereka dibuang ke Babel, dengan waktu yang cukup lama. Karena itu, Kitab nabi Yesaya memiliki banyak puisi indah dan kata-kata pengharapan yang menyesuaikan dengan situasi saat itu. Salah satunya dari teks yang kita dapatkan saat ini. Penghiburan dan pengharapan bagi umat pilihan Allah yang hidup di pembuangan di Babel, Tuhan Israel,Yang Mahakudus akan membuka jalan bagi umat untuk kembali ke Yehuda dan memulihkan Bait Allah di Gunung Sion.


Mengingat situasi saat itu sangat membuat bangsa tersebut sangat menderita. Maka penghiburan dan pengharapan yang disampaikan nabi Yesaya ini, sangat berarti untuk mengakat pemikiran-pemikiran yang selama ini mungkin sudah pesimis, bahkan sampai tidak memiliki harapan apapun dalam hidup ini. Suatu sikap yang seharusnya menjadi contoh tersendiri bagi kita seorang Kristen. Saat teman mendapatkan kegagalan atau penderitaan karena kesalahannya, seharusnya dibantu dengan memberikan semangat. Sehingga mereka yang telah gagal tidak lagi sibuk mengutuki dirinya sendiri. Jangan, malah kita menjadi pengutuk tambahan untuk memojokkan dirinya sehingga sulit untuk bangkit dari kegagalan dan kesalahan yang diterimanya saat itu. Seperti salah satunya yang terjadi pada pengguna sosial yang memposting ujaran kebencian tentang erupsi gunung sinabung yang baru baru ini terjadi. Mungkin benar bahwa ini adalah hukuman dari Allah, tapi pantaskah kita ikut ambil bagian dalam penghakiman Allah? Bukankah seorang jauh lebih baik membantu dan memberikan dorongan seorang tadi dapat bangkit dari kesalahan ataupun kegagalannya?Selain daripada itu kisah ini juga memberikan gambaran, bagaimana orang orang Israel yang berada di pembuangan sedang mengharapakan pertolongan Tuhan membawa mereka ke Yerusalem, memberi mereka penggenapan janji sebagai jaminan masa depan mereka. Mereka tidak sanggup lagi mengungkapkan kerinduan mereka dalam menerima pemulihan atas derita yang mereka alami di tempat pembuangan. Mereka diam, pasrah menanti penggenapan janji Tuhan. 

Pasrah, mereka menyerahkan seluruh harapan dan khawatirnya kepada Tuhan. Kadang-kadang kita membayangkan Allah memberi sesuatu sesuai dengan apa yang kita minta, tapi Allah memberi di luar pemintaan kita. Marilah kita seperti yang terjadi pada anak-anak sekolah minggu yang diperintahkan gurunya mengambil permen yang tersedia di meja sang guru. Masing-masing mengambil sebanyak yang muat di tangan kecil mereka, tetapi seorang dari antara murid itu tidak mau mengambil, ketika gurunya berkata, ‘ambillah’, anak itu berkata, ‘aku mau diberi oleh kaka guru saja’. Melihat hal itu, ibunya bertanya, ‘mengapa engkau tidak mau mengambil sendiri?’ anak itu menjawab, ‘kalau saya yang mengambil, hanya sedikit yang aku dapat, tapi kalau gurunya yang mengambil akan lebih banyak karena tangannya lebih besar’. Biarkanlah Allah yang mengambil apa yang kita perlu, karena itu jauh lebih banyak dari apa yang dapat kita ambil.



Persoalannya, kita tidak bisa bersukacita karena kita hanya memikirkan perlakuan buruk yang kita alami, seolah-oleh penderitaan kita lebih besar dari Tuhan Yesus, padahal mahkota duri Yesus telah mewakili bagaimana dia dijerat menjadi pendosa oleh dosa kita, salib Yesus tanda penghinaan yang luar biasa, dan penistaan bagi Anak Allah, tapi tidak mengurangi sukacitaNya melakukan pengampunan dan pemberian diri sebagai upah dosa kita.Maka melalui teks ini, kita dipanggil untuk selalu berharap pada pertolongan Tuhan, sebab kasihNya adalah jaminan yang pasti untuk masa depan kita. Sekaligus dengan itu kita terpanggil untuk hidup dalam sukacita dan menyalurkan sukacita itu pada saudara-saudari kita, Kristus dalam kasihNya yang diam diantara kita melatih kita secara terus menerus untuk saling mengasihi.


Tiada satupun kekuatan yang bisa membuat kita kalah, kita akan ditegakkan di atas kebenaran, jauh dari pemerasan dan kekejutan. Senjata setajam apapun buatan tangan manusia, tidak akan mampu menikam kita, karena Tuhan lah ahli persenjataan dan Dia pula yang akan merusak senjata kejahatan yang dirancang untuk memusnahkan orang benar. Tidakkah orang percaya patut bersukacita oleh perbuatan tangan ajaib Tuhan? Bukankah Sandra boleh meraung dalam sukacita, ketika dirinya ada di jurang maut, tapi boleh melihat sosok Yesus bermahkota duri dengan berpeluh darah mengulurkan tangan pertolonganNya dan berkata, ‘maukah kau ikut aku?’ bukankah kata-kata Yesus yang sejuk memulihkan jiwanya yang sakit? Amin

Komentar