Saya teringat, ketika pertama kali menginjakkan kaki dalam Gedung Bioskop untuk menonton film RUDY HABIBIE. Karena ini menjadi pengalaman pertama, beberapa dari quote yang disampaikan didalamnya, cukup sering terngiang dalam benak saya. Apalagi ketika membaca teks yang menjadi bahan saya menulis ini.Dalam film tersebut, ada salah satu kalimat yang menarik untuk dibagikan kepada kita saat ini. Katanya demikian, “Kamu harus menjadi mata air, kalau kamu baik pasti disekitarmu akan baik, tapi kalau kamu kotor pasti disekelilingmu akan mati”. Apa yang disampaikan dalam film ini, sungguh sangat sederhana dan nyata.
Sekalipun demikian, kalimat ini perlu kita tinjau kembali sesuai dengan Masmur 72:1-14. Mengapa? Tuhan adalah sumber kebaikan. Tuhan, adalah mata air yang sangatlah bersih. Namun mengapa, banyak mereka yang menemukan sumber air ini tidak menjadi baik seperti yang disampaikan dalam nasihat film ini. Mengapa ada banyak yang mengatakan jika ini adalah FIRMAN TUHAN, namun hasilnya bukan lagi FIRMAN TUHAN, sikap dan tindakan yang terlihat bukan lagi benar-benar seperti yang kita rasakan dalam belas kasihanNya. Jangan-jangan ada kesalahan dalam kita menggali mata air tersebut. Selayaknya membuat sumur bor, ternyata jika penggaliannya tidak tepat. Maka air yang dihasilkan dari sumur bor tersebut tidak jernih, malah kotor dikarenakan bercampur dengan tanah. Mari kita merenungkan diri kita masing-masing, adakah kita seperti tanah yang meleburkan diri kepada air, sampai membuat air menjadi keruh dan menguning. Sehingga tidak mampu menjadi kebaikan bagi orang lain?
Seperti yang kita ketahui bersama, Salomo menjadi orang paling memungkinkan disebut sebagai penulis dari kita mazmur. Seperti kita ketahui pula, Salomo memiliki kekuasaan untuk memerintah bangsa Israel. Tetapi sebagai orang yang memerintah kala itu, ia justru meminta, hukum Tuhan untuk membantunya menjalani kehidupan sebagai seorang yang memerintah dengan adil dan berpihak pada mereka yang tertindas. Mengapa, demikian? Sebab, Salomo mengintropeksi dirinya, bagaimana kehidupanNya selama dia menjadi seorang yang memerintah. Justru dari kehidupan Salomo ini kita belajar untuk bagaimana mengambil waktu untuk “JEDA”, berhenti sejenak. Mengintropeksi dan mengevaluasi diri tentang apa yang selama ini kita hidupi dan jalani
.
JEDA, itu penting agar tidak mati dengan kesibukan. JEDA, itu penting agar kita tidak mati dengan rutinitas. JEDA, itu penting agar kita tidak terbiasa dengan kesalahan yang terus menerus kita lakukan. JEDA, itu penting untuk lebih jujur pada diri sendiri bahwa kita membutuhkan Tuhan. Kita membutuhkan belas kasihan, hukum dan kekuatanNya untuk kita menjalani hari-hari kita.
Namun beberapa orang saat ini, sulit melihat pribadi seperti Salomo ini. Apalagi bila pembaca-pembaca dari teks ini dimasukkan dalam golongan-golongan yang melabelkan dirinya sebagai seorang kritikus pemerintahan. Maka cara dia membaca firman ini, sangatlah berbeda. Ia akan melihat pribadi seorang Salomo menjadi seorang yang memang tidak layak memerintah. Karena ada banyak sekali ketidakadilan dan penindasan terjadi bagi kaum Israel. Karena itu di dalam teks ini, kita bisa memaknainya sebagai pengharapan akan hadirnya seorang Raja yang adil dalam pemerintahannya. Sebab hanya dengan demikian, raja tersebut akan mendapatkan pengakuan dan namanya semakin dimuliakan.
Kenyataan yang saya lihat saat ini, adalah semua orang pintar melihat ketidakadilan, namun sulit untuk melakukan keadilan bagi banyak orang. Sebab saat keadilan dan kedamaian sukacita itu diberikan kepada orang lain. Saat itu juga ia harus melupakan kepentingan, saat itu juga ia harus meninggalkan ego, dan saat itu juga ia harus meninggalkan zona nyamannya untuk melayani dan memberikan sukacita bagi banyak orang. Inilah kesulitan itu! Semua orang ingin jadi pahlawan tapi sulit untuk mendahulukan kebaikan bersama.
Tetapi, memang bukan suatu hal yang mudah untuk benar-benar bisa memahami apa yang Tuhan mau. Apa itu Hukum Tuhan. Karena itu jalan terbaik adalah meminta bimbingan pada Roh Kudus untuk bisa menerima dan melakukan seluruh hukum Tuhan. Sebab hanya dengan demikian, setiap dari kita mampu menerima mata air yang benar-benar jernih, untuk kita bagikan pula bagi banyak orang. Sebab, "Mereka yang hidup dalam kebaikan berarti kehidupannya memberikan dampak yang baik bagi semua orang"
Berdampak ini banyak dua macamnya, positif dan negatif. Bagi saya, setiap hal yang dilakukan seseorang memiliki dampak, besar atau kecilnya perbuatan itu, tetap akan berpengaruh bagi orang lain. Karena itu, dari teks ini juga kita melihat bahwa setiap yang kita lakukan itu bisa ditafsirkan oleh banyak orang. Bayangkan saja ketika Salomo mengitropeksi diri dan meminta pengertian daripada Tuhan, juga bisa dipandang menjadi seorang yang berbeda. Setiap orang memiliki penilainya masing-masing terhadap apa yang kita lakukan dalam kehidupan ini. Misalnya, seperti kisah seorang yang baru saja membeli mobil untuk mendukung pekerjaannya yang selalu berjualan di Pasar. Namun ketika tetangganya mengetahui hal tersebut, beberapa dari mereka langsung bertanya-tanya. "Mengapa dia mampu membeli mobil tersebut?" Semua menaruh curiga kepadanya, sampai ia pun merasa kesal dan terganggu. Karena itu dia membuat suatu sticker agar, semua orang membacanya tidak lagi mengurusi kehidupannya.
Suatu ketika, dalam perjalanannya Bapak tersebut sepertinya belum begitu ahli dalam membawa mobilnya. Karena itu, dia harus mengalami kecelakan dan mobil yang baru dibelinya masuk kedalam selokan yang ada di depannya. Semua orang yang mengetahui kejadian itu langsung datang mendekat untuk membantu Bapak tersebut. Tapi karena stiker yang ditempelkan dalam mobil itu, seketika semua bubar begitu saja. Karena pada stiker itu dituliskan "Kerjakanlah, Kerjaanmu, Jangan Urusi Hidupku!" 😁😁😁😁
Dua hal yang bisa kita pelajari melalui kisah ini, Pertama kualitas hidup kita, tidak ditentukan dari penilaian orang lain. Melainkan, bagaimana kita dengan rendah hati datang kepadaNya dan memohon pengertian dariNya untuk menjalani kehidupan kita. Jadi jangan terlalu sibuk memikirkan penilaian orang tentang hidup kita masing-masing. Tetapi nasihat yang membangun, baik untuk kita terima untuk jadi masukan dalam kita mengembangkan diri. Hal yang kedua kita bisa lihat dari kisah itu adalah untuk menjadi seorang yang benar “bujur”. Apalagi seperti yang Yesus sampaikan,
“Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu”. (Mat 5:39)
Jika kita kembalikan pada teks kita saat ini. Apakah kedua teks ini saling berlawanan, bukankah ketika Yesus mengatakan demikian maka penindasan juga akan terjadi? Mari kita kembali pada teksnya, benarkah hal ini memang kontra dengan teks yang menjadi bahan kita saat ini? Jawabanya tidak! Sebab teks yang disampaikan mengenai pengajaran Yesus, justru melawan dengan cara yang lebih cerdik dan bijak. Melawan kekerasan tanpa harus melakukan kekerasan buat lawannya. Sebab kala itu, seorang Penjajah yang menampar dengan punggung tangannya pada orang Yahudi adalah tampatan yang dilakukan untuk kepada seorang budak. Namun ketika orang Yahudi memberikan pipi kirinya saat itu pula, penjajah itu tidak akan menamparnya lagi. Sebab apabil mereka menampar pipi kirinya maka ia akan menggunakan telapak tangannya, tanda bahwa ia mengakui orang Yahudi tersebut sederajat dengan dirinya.
Sebagai penutup, saya ingin mengambil salah satu pesan Soe Hok Gie, yang dicatat oleh saudaranya Arief Budiman. Gie mengatakan;
“ Akhir-akhir ini saya selalu berfikir, apa gunanya semua yang saya lakukan ini. Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang yang saya anggap tidak benar dan yang sejenisnya lagi. Makin lama, makin banyak musuh saya dan makin sedikit orang yang mengerti saya. Dan kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan. Jadi apa sebenarnya yang saya lakukan? Saya ingin menolong rakyat kecil yang tertindas, tapi kalau keadaan tidak berubah, apa gunanya kritik-kritik saya? Apa ini bukan semacam onani yang konyol? Kadang-kadang saya merasa sungguh-sungguh kesepian”.
Pesan ini seketika membawa saya pula, kepada apa yang disampaikan oleh Che Guevera mengatakan
“Jika Anda bergetar dengan geram setiap melihat ketidakadilan, maka Anda adalah kawan saya.”.
Apakah hari ini selama ini anda melihat ketidakadilan dalam kehidupan anda sehari-hari. Lawanlah! Karena seorang Kristen harus memiliki dampak, harus membagikan sukacita dan kemerdekaan yang penuh bagi banyak orang! Sekalipun, apa yang dirasakan Gie tadi akan kita rasakan nantinya. SEBAB, anda tidak pernah sendiri. Ada banyak orang yang mendukung anda, tapi mereka tidak memiliki kesempatan untuk melakukan sesuatu yang nyata untuk anda.
Tapi ingat pula, rendahkan hati kita dan mintalah pengertian dari Tuhan untuk menghadapinya, seperti Salomo yang datang dengan rendah hati kepadaNya. Lalu lakukanlah, seperti yang menjadi pesan dari Ephipanias “Membuat nyata/jelas”. Sebab seperti pengalaman Yesus, sepertinya banyak juga orang-orang seperti apa yang dirasakan oleh Gie pula, “Orang hanya membutuhkan keberanian saya (Gie) tanpa mau terlibat dengan diri saya (Gie). Jika Tuhan meninggalkan zona nyamannya untuk turun kedunia dalam rupa Kristus, sudah seharusnya pula kita untuk meneladani dan melakukannya pula. Sebab hanya dengan demikian, orang bisa percaya dan yakin kalau "Allah adalah sumber Kebaikan"
Komentar
Posting Komentar