“Indonesia merdeka
itu tidak ada gunanya bagi kita, apabila kita tidak sanggup untuk
mempergunakannya memenuhi cita-cita rakyat kita: Hidup bahagia dan makmur dalam
pengertian jasmani maupun rohani”
Bung Hatta
Ungkapan ini adalah salah satu dari 12 quotes yang
dikumpulkan brillio.net dari Bung Hatta. Ungkapan yang menurut calonteolog.com masih relevan untuk menohok hati Orang-orang Kristen
saat ini. Benarkah bahwa dalam kemerdekaan ini Orang-orang Kristen sudah Joyfull dalam beragama? Jangan-jangan
katanya saja negeri ini merdeka. Tapi Orang-orang Kristen sendiri belum Joyfull dalam beragama. Banyak takutnya
atau malahan memiliki mental-mental yang selalu berharap agar Kekristenan dapat
menguasai Pemerintahan. Seakan-akan, saat ini Orang-orang Kristen tidak bisa melakukan apapun
dalam mengisi kemerdekaan ini.
Rasanya tidak adil apabila kita selalu berbicara mengenai
faktor-faktor yang ada dari luar tanpa mengkoreksi dalam diri Orang-orang
Kristen. Seperti, Yoh 8:32, apabila kita mengetahui kebenaran, maka
kebenaran itu akan memerdekakan kita. Menurut Yoh 14:6, Yesuslah kebenaran itu.
Jadi, apabila Yesus memerdekakan kita, maka kita pun benar-benar (ontos,
betul-betul) merdeka, Yoh 8:36. Dengan kata lain, kita menjadi merdeka bukan
karena orang lain yang memberikan kemerdekaan untuk kita. Melainkan melalui
belas kasihan dan penebusan dari Bapa kita yang sangat baik. Sehingga, saat ini
sebenarnya Orang-orang Kristen yang sedang memilih, menjadi seorang yang merdeka
dengan hidup bahagia dan makmur secara rohani atau menjadi seorang yang takut
dan hidup dalam perhambaan-perhambaannya masing-masing?
Orang-orang Kristen yang merdeka itu sebenarnya mudah
dikenali. Karena, ia memiliki iman yang sehat. Ia melihat Tuhan yang selalu
menaruhkan kasih kepada kita, bahkan selalu memberikan pengampunan bagi
anak-anak yang mengaku salah padanya. Ia sadar bahwa dirinya telah gagal
memenuhi hukum-Nya. Tapi ia sadar pula bahwa Allah lebih suka mengampuni
dirinya, daripada menuntut dirinya dengan kuk dan beban yang berat. Sehingga
saat dirinya beragama, ia beragama dengan Joyfull.
Sebab ia beragama dengan ceria, bukan dengan ketakutan hukum-hukum yang
ditentukan oleh Pendeta (mungkin?) ataupun dari produk-produk yang diciptakan
manusia lainnya. Sebagai jemaat, ia datang beribadah ke dalam Gereja bukan
karena ketakutanya akan surga dan neraka. Tetapi karena ia menyadari
persekutuan dan keluarganya di dalam Gereja, tempat ia berbagi dengan satu dan
yang lainnya, dalam sukacita dan ungkapan syukur. Ataupun sebagai Pelayan
Tuhan, ia tidak menggunakan otoritas yang ada pada dirinya untuk menunjukan
kuasanya bagi orang-orang yang dilayaninya. Karena bukan pelayan Tuhan namanya,
jika dia menaruhkan segala produk manusia (Tata Gereja, Tradisi, Kontruksi
Sosial dsb) diatas “KASIH”. Sebaliknya
pula, bukan karena dasar KASIH, lalu segala aturan bisa diabaikan. Sebab hal itu hanyalah
kekeliruan, tidak lagi sama seperti kehidupan Yesus.
Orang-orang Kristen yang memilih untuk hidup merdeka dan
beragama secara Joyfull itu juga
mudah dikenali dalam kehidupannya sehari-hari bersama lingkungannya. Karena ia
memiliki identitas yang terbuka. Ia terbuka dengan dunia luar dan kemajemukan
secara lebih positif. Ia tidak khawatir dengan kemajemukan. Sebab baginya
melalui perbedaan-perbedaan yang ada, justru merupakan potensi untuk
memperlihatkan terang yang ada dalam dirinya. Sama seperti Yesus yang telah
datang dan hidup di dalam dunia, juga mengutus umat ke dalam dunia pula. Tidak
ada jati diri yang esklusif didalamnya. Ataupun bahkan tidak ada jati diri yang
justru menebarkan kebencian dan ketakutan mengenai orang lain. Karena orang
merdeka hadir untuk membagikan kabar baik pada orang-orang miskin, pembebasan
bagi orang yang ditawan; yang buta dapat penglihatan, yang tertindas dibebaskan.
Karena orang-orang Kristen yang merdeka menyadari, bahwa saat ia menebarkan
rasa kebencian dan ketakutan pada orang lain. Saat itu pula ia menciptakan
radikalisme ataupun fanatisme yang baru.
Terakhir orang-orang Kristen yang merdeka, adalah mereka
yang memiliki sistem evaluasi diri yang jujur dan optimistik. Ia mampu mengakui
kelemahan dan kekurangannya. Tapi ia tidak larut dalam kekurangan dan kelemahan
tersebut, justru ia memiliki semangat untuk memperbaikan ataupun menerima
kritikan. Bahkan lebih daripada itu, ia memiliki sikap optimis bukan ambisius.
Untuk melakukan sesuatu yang memiliki dampak dan berguna bagi masyarakat
sekitar. Ia tidak peduli dengan pandangan masyarakat lain dengan identitasnya,
tetapi ia tidak pula sampai kehilangan identitasnya sebagai Terang dan Garam.
Sekarang, kita dikasih pilihan. Masihkah kita mau menjadi
orang merdeka atau kita lebih memilih memikul beban yang berat dan menjadi
seorang hamba pesimis. Namun sebagai saudaramu, calonteolog.com mengajak kita semua untuk berdirilah teguh dan jangan
mau lagi dikenakan kuk perhambaan (Gal 5:1). Oleh apapun dan siapapun itu, kita
adalah orang-orang Kristen yang sudah merdeka. Tidak perlu takut dalam
beragama. Karena didalam Kekristenan kita diajak untuk selalu bersukacita dalam
belas kasihannya. Sukacita ini, bukan keadaan ataupun orang lain yang
memberikannya. Melainkan dari Tuhan, ia telah menebus hidup kita yang sia-sia
yang kita warisi. Bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau
emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti
darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat. Ingatlah seperti apa yang
Alkitab saksikan mengenai pengajaran Paulus. Bahwa sudah seharusnya kita yang telah dimerdekakan dari dosa mau menjadi hamba
kebenaran, Rom 6:18, karena
kita akan beroleh buah yang membawa kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya
ialah hidup yang kekal, (22). Sebab Roh yang memberi hidup telah
memerdekakan kita dalam Kristus dari hukuman dosa dan hukum maut, Roma 8:2
Yes 58:6-7 mengatakan,
“Bukan Berpuasa, yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka
belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau
memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau
memecah-mecahkan rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang
miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya
engkaumemberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu
sendiri!
Itulah hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan
bertekunlah di dalamnya (parameno, tinggal tetap), jadi bukan hanya
mendengar lalu melupakannya (akrates epilesmones genomenos, dengan menjadi
pendengar yang pelupa), tetapi sungguh-sungguh melakukannya (poietes
ergou, pelaku pekerjaan [yang dikehendaki Allah]; pelaku yang
sungguh-sungguh), ia akan berbahagia oleh perbuatannya, Yak 1:25. MERDEKA!!
Komentar
Posting Komentar