Siapakah Aku? Mengapa orang tidak mengenaliku? Matius 16:13-20



Beberapa waktu yang lalu, sebelum kita dihebohkan dengan Tiang Lampu yang menjadi tersangka, karena telah membuat PAPA menjadi celaka. Kita mendengar beberapa ucapan dari politikus yang mengucapkan kata mengenai pribumi dan non-pribumi. Padahal yang mengucapkan itu nyatanya juga bisa jadi non-pribumi? Tapi bisa pula ia menjadi pribumi? Namun benarkah ia adalah seorang pribumi?

Realitanya satupun diantara kita tidak ada yang mengetahui secara jelas siapa yang pribumi dan non-pribumi. Bahkan menurut sejarah, penduduk Indonesia dulunya adalah imigran. Sehingga dapat dipastikan bahwa, semua orang indonesia tidak ada yang muncul dari dalam tanah begitu saja. Sebaliknya, identitas mengenai pribumi dan non-pribumi dimunculkan oleh para penjajah yang ingin memecahbelah kebangsaan. Hal ini diikuti sampai masa orde baru, dan sekarang muncul kembali untuk dijadikan sebagai alat politik.

Sebab itu, maka kata pribumi dan non-pribumi tidak lagi dipakai di Indonesia dan untuk mendukung hal ini juga, sosialisasi mengenai identitas kebangsaan mulai menjadi topik-topik yang diharapkan akan banyak dibicarakan. Dengan kesadaran bahwa semua orang Indonesia adalah hibrid. Kalau begitu mengapa seseorang perlu menanyakan tentang siapa dirinya? Kalau pada akhirnya tidak seorangpun yang benar-benar memiliki identitas.

Untuk membicarakan hal ini, tampaknya akan menarik ketika kita melihat bagaimana Alkitab mengisahkan  Yesus yang mempertanyakan tentang siapa anak manusia kepada petrus (Matius 16-13-20). Kala itu, tampaknya banyak yang berbicara tentang anak manusia. Semua memiliki pandangan dan penilaiannya masing-masing, seperti apa yang disampaikan oleh Yesus. Namun jawaban Petrus tampaknya menjadi sangat menarik bagi Yesus, sampai akhirnya Ia memberikan respon yang menarik pula kepada Petrus. Namun kita tidak akan panjang lebar mengenai jawaban Yesus kepada Petrus. Karena membahas tentang mengapa Yesus bertanya saja, sudah memiliki banyak pembahasan.

Mengapa Yesus bertanya? Ada banyak jawaban mengenai hal ini dan tentu semua bisa menjadi jawaban yang benar. Salah satu jawaban yang menurut saya layak untuk dibagikan adalah, bahwa Yesus ingin mengetahui apakah murid-muridnya mengenal diri Yesus. Karena selama ini mereka telah berjalan dan melayani bersama selama kurang lebih 3 tahun. Beberapa pasangan muda, akan siap untuk menjalin hubungan yang lebih serius yakni pernikahan walaupun masa pengenalan mereka hanya selama setahun. Merasa sudah mengenal satu dengan yang lain dan siap berjanji untuk sehidup semati.

Namun hal ini tampaknya berbeda dengan diri Yesus, sekalipun dia sudah melayani selama itu. Tapi tampaknya, ada banyak identitas yang mengena dalam dirinya. Lalu apakah Yesus sebenarnya bermuka dua? Saya tidak yakin Yesus bermuka dua, saya lebih yakin bahwa dirinya hanya memiliki satu identitas. Hanya saja Ia pintar dalam menempatkan posisinya tanpa harus membohongi dirinya sendiri. Jadi Yesus tidak bermuka dua, atau baik karena ada maunya saja ya. Sebab Yesus dari dulu sampai sekarang juga tetap baik dan amat baik.

Lalu bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah mengetahui tentang siapa saya dimata orang lain atau selama ini orang menilai kita hanya dibagian tertentu saja. Peribahasa-peribahasa seperti “jangan menilai buku dari sampulnya” selalu menjadi peribahasa yang selalu muncul bila membahas mengenai identitas ataupun jati diri seseorang.

Seorang yang gondrong dan brewokan dengan penampilannya yang berantakan akan marah ketika dia dipandang orang lain seperti seorang yang tidak rapi. Padahal dirinya sendiri yang membuat dirinya tidak rapi (menurut kontruksi sosial dan budaya di Indonesia). Mari kita lihat gambaran Yesus yang brewokan dan gondrong. Apakah setiap aktor yang memerankan dirinya menampilkan seseorang yang berantakan dan tidak rapi? Nyatanya tidak, para aktor yang memerankannya menggunakan pakaian yang dianggap rapi dan sederhana pada konteks itu Dengan demikian, maka peribahasa mengenai seseorang yang tidak boleh dinilai dari penampilan luarnya saja sebenarnya itu adalah alasan-alasan orang lain untuk membenarkan apa yang dipikirkan olehnya.

Terakhir,yang menarik dari percakapan Yesus dan Petrus ini adalah mengenai jawaban Petrus kepada Yesus dengan mengatakan bahwa Ia-lah Mesias itu. Beberapa orang terkagum dengan jawabanya tersebut kepada Yesus. Karena cuman dialah yang mengakui dengan mengucapkan bahwa Yesus adalah Mesias. Tapi mengapa di akhir cerita mengenai perjalanan Yesus justru Petrus jugalah yang menyangkal dirnya. Jangan-jangan ada sesuatu dari jawaban Petrus kepada Yesus.


Menurut sejarah, makna dari Mesias bagi orang Yahudi adalah seorang pembebas secara nasionalis. Sedang sisi lainnya, petrus adalah seorang yang dulu adalah bagian dari kumpulan orang-orang zelot yang selalu memberontak penjajah pada masa itu dengan kekerasan. Sehingga bagi saya ada kemungkinan, bahwa saat petrus menjawab tentang diri Yesus, ia menjawab bukan karena proses pengenalannya bersama Yesus. Tetapi harapannya akan diri Yesus membentuk identitas Yesus dimatanya sebagai seorang Mesias. Sehingga ketika Yesus tertangkap dan akan disalibkan Petrus justru menyangkal dirinya. Karena semua tidak sesuai dengan apa yang diharapkan olehnya.

Apakah kita juga pernah mengalami seperti apa yang dialami oleh Yesus. Tidak menjadi diri kita sendiri karena harapan orang lain yang menggantung kepada diri kita? Atau lebih daripada itu, karena kita mencintai seseorang maka kita siap untuk mengubah diri kita menjadi pribadi yang lain, hanya karena harapan dari orang yang kita cinta tidak ada dalam diri. Kita berusaha keras sampai akhirnya membohongi diri kita sendiri, bahkan sampai menyakiti diri kita sendiri demi orang lain. Sayangnya Yesus tidak melakukan hal tersebut, dia tetap menjadi dirinya sendiri, membagi keselamatan orang lain dengan caranya sendiri. Karena Ia mengasihi kita terlebih dahulu tanpa harus memperdulikan bagaimana cara kita mengasihi dirinya.

Karena itu, siapa anda? Jangan jangan selama ini kita sedang memakai topeng sampai lupa cara dan bagaimana untuk melepaskannya dari wajah kita?

Komentar

Unknown mengatakan…
Tujuan yang baik dan jelas, mengenalkan proses adaptasi, tetapi tujuan yang kurang baik dan tak jelas menunjukkan manipulasi dan akhirnya lupa diri. Bagi saya, inipun tergantung cara pandang.