KATANYA “MENANG”, LALU MENGAPA PESIMIS? (Refleksi Debat Capres Pertama) Luk 2 : 25-32

Saat-saat sekarang ini, kita selalu dihantui dengan rasa pesimisme dari pelaku-pelaku politik yang selalu memberikan ocehan pada pemerintahan tanpa memberikan fakta yang akurat. Hanya sekedar opini-opini berlebihan tanpa sebuah solusi, untuk menaikan elektabilitasnya. Memberikan motto untuk “Menang” dengan menuangkan rasa pesimisme kepada tanah yang kita cintai sendiri, apa mungkin? Bila rasa pesimis sudah timbul dalam diri, maka saat itu juga kita akan kehilangan harapan. Ketika kita kehilangan harapan bagaimana mungkin kita mampu menang atas permasalahan yang ada? Untung saja, Simeon tidak mengenal orang-orang yang menebarkan rasa pesimis ini kepadanya. Sebab kita ketahui sendiri, bahwa Simeon adalah seorang yang akan mengakhir hidupnya apabila ia bertemu dan melihat Mesias itu. Memang, saya belum mengetahui sampai saat ini tentang umur dari Simeon tersebut. Tapi bila diperhatikan pada setiap film-film yang bercerita tentang Yesus. Maka sosok Simeon selalu ditampilkan dengan tokoh yang tua. Bayangkan bila hidupnya dikelilingi oleh orang-orang yang menghadirkan rasa pesimis tersebut. Mungkin Simeon akan kehilangan harapan dan mengakhiri keinginannya untuk bertemu dengan Yesus Kristus.

Dengan kata lain, sangat sulit untuk kita bisa berkembang dan bertahan pada pengharapan kita. Apabila kita selalu berada dalam lingkungan yang selalu memberikan respon yang negatif kepada kita, bahkan jatuh pada sifat bully untuk menghilangkan pengharapan yang ada dalam setiap mimpi kita. Maka kitapun akan mati dan berakhir pada keputus-asaan itu. Karena sebagaimanapun kuatnya kita, saat hal-hal negatif selalu datang kepada kita. Maka kitapun akan terjerumus juga didalamnya. Karena itu kita butuh komunitas/persekutuan tempat untuk kita sama-sama bisa saling menguatkan satu dengan yang lainnya. Saling menyalakan pelita-pelita harapan dalam setiap pribadi. Sebab tidak mungkin sesendok garam akan memberikan rasa pada ribuan sungai. Sebab tidak mungkin satu lilin akan terus bertahan pada satu ruang yang gelap. Semua membutuhkan dukungan, semua membutuhkan topangan, semua membutuhkan sandaran. Karena jadikanlah dirimu sebagai pribadi yang mampu membagikan energi postif untuk yang satu dengan yang lainnya.

Kita membutuhkan komunitas/persekutuan untuk saling membangun satu dengan yang lainnya. Tapi, manusia juga harus sadar. Sekuat-kuatnya suatu komunitas dan persekutuan. Waktu pun tentu akan membentuk rasa khawatir dalam setiap pribadi setiap orang. Misalnya saja, Simeon. Bisa saja dalam kehidupannya ia khawatir dalam melihat impiannya untuk melihat Yesus Kristus. Tetapi justru karena dasar yang teguh, yaitu iman pada janji Tuhan kepadanya. Maka Simeonpun mampu bertahan dalam hidupnya dan bertemu dengan Yesus Kristus.
           
Khawatir itu sesuatu yang lumrah terjadi pada setiap orang, karena itu setiap manusia akan membuat perencanaan yang benar-benar matang dalam hidupnya. Makanya ada banyak orang yang mau memberikan uang kepada emak-emak untuk bisa langsung masuk surga. Makanya ada seorang yang mengancam untuk memundurkan diri dalam satu kompetisi bila wasitnya tidak netral. Ataupun ketakutan pada hukum tebang-pilih, sampai gresah-grusuh pada tim pemenangan yang katanya digebukin, tapi pada akhirnya hanya operasi pelastik saja.

Itu adalah perasaan yang lumrah, sebab dalam suatu pelayanan sendiri saya sering memiliki kekhawatiran, seperti kecelakaan, kesalah-pahaman, budaya dan berbagai macamnya. Tetapi seorang kakek tua yang aku sebut dia “Bulang Kemit”, yang mengaku sudah hampir berpuluh tahun tidak ke Gereja mengingatkanku dengan berkata, “Aku percaya, dalam setiap langkahku. Tuhan yang pimpin. Apa yang aku khawatirkan?”. Setelah dia berkata demikian, aku mengabaikannya saja. Sebab karena dia seorang yang kehidupannya di terminal. Hal yang wajar, bila tidak ada ketakutan dalam dirinya. Tapi setelah aku analisa lebih jauh. Maka kusadari, jika yang disampaikan Bulang Kemit itu adalah iman orang Kristen. Itulah iman kita sebagai orang Kristen, saat kita mengenal Tuhan kita, saat kita sadar pada setiap rancangannya, saat itu pula kita menyerahkan semua kekhawatiran kita padanya. Karena seorang Anak tidak akan pernah terbershit dalam pikirannya, bila Ayahnya akan melukai dirinya, sebab ia mengenal Ayahnya. Demikian seorang Anak tidak akan pernah khawatir pada makanan yang selalu dimasakan oleh Ibunya, sebab ia mengenal Ibunya. Lalu mengapa tidak kita letakan semua kekhawatiran itu kepadanya, jika ia berkata”Rancanganku bukanlah rancangan kecelakan, melainkan Damai Sejahtera”?

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya bagi kita adalah, apakah mungkin dalam penantian dan pengharapan seorang Simeon tidak ada mengalami kekecewaan? Atau misalkanlah, ada seseorang yang sudah berusaha sedemikian rupa, tetapi dia harus kecewa pada hasil yang dia dapatkan. Bukankah dengan demikian, ada kesia-siaan dalam pengharapan yang kita jalani bahkan telah kita usahakan?

Saat ini, saya meyakini dalam diri saya kalau setiap kali saya berharap maka saat itu juga saya telah bersiap bahwa segala sesuatu yang ada didepan itu tidak akan pernah pasti dan mungkin penuh resiko. Namun dalam harapan, setiap orang harusnya mampu untuk mengatakan "datanglah!" berani untuk berdoa "datanglah!" untuk apa yang tidak pasti datang. Sebab Yesus besertanya! Justru itulah kenikmatannya. Selayaknya kopi yang terus ditambahkan gulanya, maka akan kehilangan rasa pahitnya. Lalu kemudian ditambahkan kembali gulanya, maka kehilangan rasa kopinya. Karena sudah terlalu banyak gulanya dan membuat kopi itu menjadi kemanisan. Apakah kopi itu menjadi enak? Maka tentu tidak akan enak, pula. Sebab, kenikmatan hidup dapat kita rasakan jika kita dapat meraskan hidup seperlunya, tidak melampaui batas. Hidup yang terlalu nyaman susah justru menjadi sebuah pertanyaan untuk dirinya, jangan kehidupannya tidak pernah berkembang atau naik level.


Namun, jika penderitaan itu seolah-olah memang tidak bisa lagi ditolak, jika permasalahan dalam kehidupan kita tidak dapat dihindari, pertanyaan yang harus kita ajukan bukan “Bagaimana saya menghentikan penderitaan ini?” Tapi, “Mengapa saya menderita-demi tujuan apa?”. Sebab dalam setiap kehidupan ini kita akan selalu menemukan, Manusia yang membuatmu sakit, Allah mengajakanmu untuk bangkit. Manusia yang memberimu luka, Allah ingin menghadiahkanmu bahagia.

“Marilah datang kepadaku, kita semua yang haus dan lapar. Tuhan akan memberikan kelegaan untuk kita” (Matius 11:28). Tuhan akan memberikan kelegaan, tapi tidak menghilangkan masalah dalam kehidupan kita. “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan. " (Matius 11 :29-30). Bukan karena itu menjadi Tuhan memberikan kelegaan pada kita, tapi tidak menghilangkan rasa haus bukan karena itu menjadi sesuatu yang mustahil bagiNya. Bahkan, Tuhan akan selalu memberi kelegaan itu kepada kita. Tetapi, lebih daripada itu, Yesus juga ingin kita belajar dari padaNya, belajar menerima Salib, belajar menerima Kuk. Sebab inilah janjinya, Ia bersama-sama dengan kita semua mengangkat kuk yang kita angkat. Jadi bukan kehilangan masalah, tapi berjalan bersama untuk membantu kita manusia mengangkat beban hidup kita. Sehingga kita tidak terlalu capek dan terbeban. Dalam menghidupi setiap harapan kita tentang hari yang ada didepan nanti.

Hal terakhir, yang perlu untuk kita pelajari dan hidupi dalam diri Simeon adalah persiapan diri. Seperti yang kita ketahui, dia adalah seorang yang terkenal benar dan saleh. Berarti ia menjaga dirinya untuk tetap hidup dalam kebenaran dan lingkupan Tuhan saja. Tidak sedikit daripada kita yang baik dalam menuliskan suatu harapan, tapi lupa untuk mengeksekusi. Padahal setiap harapan bukanlah suatu PR yang dikarang saat pelajaran Bahasa Indonesia. Sebab harapan bukan untuk dituliskan ataupun dikarangkan, tetapi untuk kita wujudkan. Apa yang telah kita lakukan untuk hal tersebut dalam kehidupan kita. Jangan sampai kita terlalu banyak berangan-angan dan kehilangan fokus dalam kehidupan ini. Bahkan terlalu menikmati semua angan-angan sampai lupa untuk tidur. Padahal setiap orang butuh tidur tenang karena esok kita harus cukup punya tenaga untuk membawa semua harapan. Dengan kata lain, Bila kita menginginkan perekonomian kita menaik. Maka kita perlu berusaha dan melihat perkembangan bisnis secara terbuka. Bila kita menginginkan tidak terjadi lagi fenomena alam yang terlalu ekstream. Maka kita perlu berusaha melihat dan memelihara Alam yang ada disekitar kita. Bila kita menaruh harapan yang kuat kepada kesuksesan anak-anak kita nantinya, maka jadilah orang tua yang mampu mewariskan kebahagian kepada anak-anak kita. Bila kita menaruh harapan yang kuat kepada kesuksesan kita, agar orang tua bisa bangga pada kita. Maka kembangkanlah diri kita, sebagai anak-anak.

Sebab bila hanya harapan, tanpa suatu perbuatan dan usaha sama sekali. Maka sia-sialah harapan itu. Karena itu, sekalipun kita harus melepaskan semua hal dalam kehidupan ini, baik itu masa lalu yang menghalangi kita, kekhawatiran pada hari yang akan datang, dan kekecewaan yang sudah menanti didepannya. Lepaskanlah, tinggalkan beban itu dan datang pada Allah. Ia akan membantu kita untuk tetap optimis dan berpengharapa pada setiap mimpi kita

Komentar

Unknown mengatakan…
Temanya bagus, pesan yang ingan disampaikan baik. Syarat menang memang optimis,
optimis perlu dibangun dengan cara pandang terhadap realitas, bukan realitas itu sendiri. Masukan: teknik penulisan, keutuhan kalimat, penggalannya serta tampilan alinea perlu ditingkatkan. Apresiasi.....