Setiap orang itu menginginkan untuk menjadi seorang yang beriman, seorang
yang dikatakan beriman tentu bukanlah seorang yang mampu untuk tidak
berbuat salah, tetapi karena mau menerima undangan Kristus untuk menjadi
anak-anak Allah. Orang-orang yang diundang tentu bukanlah karena
usahanya kepada Tuhan, sehingga Tuhan memberikan undangan itu kepadanya. Sebaliknya,
undangan itu diberikan kepada manusia atas dasar anugerah Tuhan untuk manusia. Sehingga
pertanyaannya, justru “Maukah manusia menerima undangan itu? Sehingga respon
yang aktif juga diterima dari manusia kepada Tuhan.
Sebab, seperti apa yang
disampaikan dalam teks kita saat ini. Bahwa setiap orang dibenarkan bukan
karena semua hal yang telah dilakukannya pada hukum Taurat. Tetapi karena iman,
setiap orang mampu mendapatkan belas kasihan yang datangnya dari pada Tuhan.
Dengan Iman juga setiap orang bisa menjadi berkenan bagi Allah. Sehingga dengan
perkenan Tuhan ini, setiap orang mampu untuk tetap hidup.
Bagi beberapa teolog
mengatakan bahwa hidup dan mati yang dikatakan dalam teks ini, memiliki
hubungan dengan kata “surga” dan “neraka”. Tentu saya juga tidak mengingkari
hal ini. Tapi saya ingin lebih melihat hal ini dalam kehidupan kita saat ada di
dunia ini. Sebab Paulus merasakan kematian karena Hukum Taurat. Bukan karena
dia memang sedang, benar-benar mati. Sebab ada banyak mereka yang hidup dalam
suatu hukum dan aturan tidak benar-benar mampu hidup. Mengapa? Karena kehidupannya
terlalu terkekang dan dipenjara oleh banyak aturan-aturan. Karena itu, orang-orang seperti ini melihat segala
sesuatunya berdasarkan aturan bukan kemanusiaan. Itulah yang satu hal yang
terjadi bagi Paulus ketika ia hidup berdasarkan Hukum Taurat. Ia sulit menerima
kebenaran yang datangnya dari Kristus. Seperti saat kisah kematian Stefanus, aa
melihat segala sesuatunya berdasarkan Hukum Taurat secara harafiah, tidak
memiliki belas kasihan dan merajam Stefanus menuju kematiannya. Ia tidak
membukakan hatinya pada kasih yang datangnya dari Kristus. Sangat beruntung, Paulus
bisa bertaubat dan menerima kebenaran itu. Sementara masih banyak orang yang
sengaja memenjarakan dirinya dan membunuh dirinya dengan Hukum Taurat.
Tentu yang menjadi pertanyaan apakah Yesus benar-benar menghapuskan Hukum Taurat? Apakah Kasih mengabaikan Hukum Taurat? Apakah Kemanusian benar-benar lebih penting dari Hukum Taurat?
Iman
membuat setiap orang mampu menjalankan Hukum Taurat, sebab Hukum Taurat yang
datangnya dari Tuhan, terlalu sempurna untuk benar-benar mampu diikuti dan diterima
oleh manusia. Tapi melalui iman dan belas kasihan dari Tuhan, setiap orang
dimampukan untuk itu. Karena hanya dengan hal ini, maka setiap orang benar-benar
bisa menerima dan memahami semua yang Sang Misteri itu sampaikan dan harapkan
dalam kehidupan manusia. Sehingga ketika semua hal ini sudah mampu untuk kita
terima kita akan melihat hukum, tradisi dan segala aturan yang ada dengan cara
yang berbeda. Hukum
dan peraturan itu kita gunakan dalam semangat kasih
dan kemanusiaan. Sehingga hal ini akan berguna untuk memberi kekuatan yang
lemah, untuk membantu menyadarkan kekeliruan orang lain, untuk menggugah
kepedulian, juga untuk memberi keberanian mereka yang benar. Karena itu juga,
hukum akan selalu berdampingan pada pengampunan dan kerelaan. Sama seperti
Allah yang memberikan kasihnya kepada manusia, daripada harus menghukum orang manusia, ia lebih memilih mengampuninya dengan memberikan diriNya menjadi korban kudus untuk
setiap dosa manusia dalam rupa Yesus.
Komentar
Posting Komentar