Pernah dalam satu kesempatan,
calonteolog.com mendengar cerita tentang seorang Bapak Pinangko, yang tinggal
dalam satu daerah yang tidak perlu saya sebutkan tempatnya. Menurut cerita tersebut,
Bapak Pinangko ini memang dahulunya pernah dipenjara karena kedapatan mencuri
barang orang lain. Kini, Bapak Pinangko tersebut sudah bertobat. Tapi, warga didaerah
itu merasa aneh melihatnya. Sebab, masih saja para warga sering mengalami
kehilang dan ketika ia mendatangi rumah Bapak Pinangko. Para warga sering
mendapati barang-barangnya ada didalam rumah tersebut, masih utuh dan tidak
dipergunakan sama sekali. Salah satu wargapun dengan kesalnya, bertanya kepada
Bapak Pinangko atas perbuatan yang dilakukannya. Ironisnya, Bapak Pinangko
hanya menjawab dengan sederhananya,
“Akupun tidak mengerti mengapa aku mengambil barang-barang ini. Barang-barang ini tidak aku butuhkan. Tetapi, seperti ada yang mengganjal bila barang-barang ini tidak aku curi”
Calonteolog.com tidak
mengetahui, apakah cerita ini memang sungguh-sungguh terjadi. Tetapi, cerita
seperti ini bukan cerita yang aneh bagi calonteolog.com . Coba, marilah kita
ingat ingat kembali, pernahkah anda mendengar dalam setahun tidak ada oknum
dalam institusi negara yang tidak terkena OTT dari KPK. Tentu tidak pernah
bukan?
Atau bila saat ini, anda
memiliki pasangan yang dulunya memiliki banyak pengalaman bersama dengan lawan
jenisnya. Pernahkah anda melihat dia tidak menggoda orang lain? Saya yakin,
anda sering mendapati kelakukannya yang demikian. Tapi ketika anda bertanya, atas
kelakukannya. Iapun tidak sungguh-sungguh melakukannya, hanya sebuah ke-iseng-an baginya.
Ini jugalah yang calonteolog.com lihat sedang dihadapi oleh Yesus, ketika ia menyampaikan
pesannya dalam Lukas 16:10-15. Ia melihat ada banyak orang yang mengikat diri dengan
Mamon.
Apa yang dimaksudkan
dengan mamon disini? Yang dimaksudkan dengan mamon ialah uang (ay.14). Seperti
orang-orang Farisi adalah hamba uang, mereka lebih mempercayai mamon daripada
Tuhan Yesus, bahkan mereka mencemoohkan Tuhan. Hal inipun juga sering terjadi di
kalangan pelayan Gereja.
Ketika beberapa Gereja yang
terlihat pilih kasih. Ketika dia tau, ada anggotanya yang menurutnya kurang
memiliki dampak bagi perkembangan Gereja (seperti dalam Finansial dan Pelayanan
Gereja) dan yang memiliki dampak sama-sama membutuhkan pelayanan diakonia. Maka
yang lebih memiliki dampak akan diduluankan dan diutamakan adalah yang memiliki
dampak secara Finansial dan Pelayanan Gereja.
Ada juga ketika satu
sinodal Gereja yang menerima mobil dari salah satu bakal calon pemipin daerah.
Tapi sinodal tersebut memberikan aturan kepada jemaat Gerejanya untuk tidak
menerima pemberian apapun dari para calon pemimpin yang akan dipilih. Ini sebuah
ironi, mengapa? Bukan kepada sumbangan yang diberikan tetapi kepada respon dari
sinodal tersebut ketika menerima sumbangan mobil tersebut. Bukankah, lebih etis
ketika Gereja memberikan ketegasan kepada oknum tersebut untuk tidak
mengharapkan apapun terlebih soal dukungan dalam Gereja. Saya kira Gereja ini
tidak belajar pada Sang Guru yang menerima jamuan makan dari para penyamun.
Tentu Sang Guru tidak
mengindahkan perbuatan mereka secara tegas tetapi tidak menolak perjamuan
tersebut. Ya, belajarlah dari Sang Guru.
Bukan sekedar menolak dan menaruh curiga. Tetapi juga hidup bersama-sama dengan
mereka (bukan menghidupi perbuatan mereka) dan memberikan pengajaran untuk
membebaskan mereka dari harapan-harapan palsu.
Tapi inipun sudah biasa
terjadi dan sering kita dengar. Calonteolog.com lebih menarik melihat masalah Gereja
yang mendapatkan kepercayaan dari jemaat untuk menerima persembahan dalam
bentuk uang. Namun, persembahan tersebut tidak digunakan untuk perkembangan
Gerejanya. Ataupun ketika jemaat-jemaat Gereja, merasa cukup ketika memberikan
materinya kepada Gereja. Lalu melepaskan tanggung jawabnya untuk melanjutkan
Amanat Agung. Bukankah ini juga hal yang sama terjadi seperti yang diatas?
Bagi calonteolog.com ini
merupakan hal yang sama. Karena orang-orang di dalam Gereja tidak bisa dipercaya
pada tanggung jawab yang diberikan oleh jemaatnya untuk mengembangkan pelayanan
Gereja secara meluas. Orang-orang di dalam Gereja hanya fokus pada sesuatu yang
menguntungkan dirinya bukan pada misi Gereja. Tentu inipun juga termasuk,
kepada orang-orang yang mengikat diri pada Mamon.
Padahal jelas dikatakan
bahwa semua hal ini hanyalah tanggung jawab yang kecil. Karena semua hal yang
sifatnya materi tidak akan pernah membawa seseorang untuk mendapatkan sesuatu
yang sifatnya kekal. Tetapi justru pada hal kecil seperti ini, dikatakan dalam Lukas
16:10-15 banyak diantara kita yang
terjebak didalamnya dan melupakan tuan kita sendiri yakni Yesus Kristus. Solusi
yang ditawarkan calonteolog.com adalah berhenti untuk merasa memiliki sesuatu
di dalam dunia ini.
Sebab, calonteolog.com
sendiri membayangkan bila seorang merasa tidak memiliki apapun dan tidak
mencoba untuk memiliki apapun. Maka saat itu juga setiap orang tidak akan
berusaha dengan cara yang jahat untuk memiliki sesuatu. Bahkan keinginan untuk
berlebihanpun tidak. Apalgai kecewa, tentu mereka yang hidup demikian akan
sulit kecewa. Justru ketika setiap orang berhasrat untuk memiliki, maka saat
itu juga ia terikat pada Mamon. Karena itu berhentilah merasa memiliki dan
mengejar untuk sesuatu yang kita miliki. Agar kita bisa memberikan diri secara
penuh kepada Tuhan untuk berbelas kasih secara tulus dan utuh. Bahkan dengan
demikian pula, kita bisa bebas untuk bertindak pada misi dan kehendak Allah
tanpa mengabaikan tanggung jawab untuk diri sendiri dan keluarga kita juga
tentunya.
Komentar
Posting Komentar