Hal yang sering menjadi pertimbangan ketika seorang diperhadapkan dengan panggilan
untuk melayani adalah tentang anggapan diri yang tidak mampu melayani karena
masa lalu, waktu yang terbatas, pengetahuan Alkitab yang sedikit dan anggapan
pada diri sendiri yang tidak mampu menjadi teladan untuk jemaat. Karena itu
menjadi menarik untuk kita melihat peristiwa bagaimana Yesaya dipanggil untuk
melayani dalam Yesaya 6:1-13
Peristiwa dimana Yesaya dipanggil
dalam keberdosaan untuk disucikan kembali. Ya,
dalam keberdosaan dan kekurangan diri Yesaya. Bukan dalam kesuciannya. Dia merasakan
dan mendengar panggilan itu dari Allah kemudian disucikan dirinya dengan bara
yang menyala.
Karena itu sangatlah, ironi ketika orang-orang bersembunyi dari panggilan Allah.
Karena beranggapan sebagai manusia yang berdosa dan tidak mampu dalam melakukan
panggilanNya. Bukan sesuatu yang salah, saya juga memakluminya. Bahkan Yesaya
juga merasakan ketakutan itu, sebab dia sadar bila ia berjumpa dengan Allah
dalam keberdosaanya maka dia akan mengalami kematian. Tapi, Yesaya tidak
bersembunyi. Yesaya juga tidak memalingkan diri, justru dia memberanikan diri
untuk masuk dalam Bait Allah itu dan menerima diri untuk disucikan. Sehingga ia
benar-benar mampu merasakan panggilan Allah itu dalam dirinya. Lalu dengan penuh
penyerahan diri berkata, “Ini Aku, Utuslah Aku”
Benarlah kiranya, bila pengalaman
bersama Allah membuat setiap orang menaruh diri untuk melayani bersama Allah.
Setelah ia mengalaminya, ia tidak akan memaksa diri untuk menerima panggilan
Allah, tetapi ia dengan rela memenuhi panggilan yang dinyatakan kepadanya dan bersedia
untuk melaksanakan pelayanan dalam bentuk apapun yang dipercayakan kepadanya. Sebab demikianlah orang-orang yang disucikan,bukan karena sudah mampu untuk tidak berbuat salah, tetapi karena mau menerima undangan Kristus untuk menjadi anak-anak Allah yang suci.
Kita tahu bahwa Yesaya
bukan pribadi yang buta pada fenomena-fenomena yang terjadi kala itu. Ia juga
menyadari bahwa konteks dan situasi ketika Allah memanggilnya saat itu, ada
pada masa ketika orang Israel berada dalam “kekacauan” baik sosial, politik dan
iman. Mereka sedang berada dalam keterpurukan karena sibuk berperang dengan
bangsa seperti Asyur dan Babel. Bahkan tidak jarang diantara mereka yang
menjauh dari Tuhan dengan menyembah ilah lain. Sampai Akhirnya membuat Allah
menjadi marah kepada bangsa ini (Bdk Yes. 1:1-4)
Hal-hal yang sering terjadi
dan membuat beberapa orang menjadi surut untuk melayani adalah ketika dia mengerti
dan sedikit tahu tentang situasi dan pelayanan yang dia hadapi. Seketika saya
teringat dengan Bapak saya yang saat ini sedang megikuti kampanye sebagai caleg
di dapil Kisaran Kota, Kisaran Barat dan Kisaran Timur. Ia memutuskan dan memberanikan
diri untuk terjun dalam dunia legislatif. Suatu hal yang dari awal sebenarnya
saya kurang mendukung, mengingat umur Bapak yang semakin menua. Tapi keinginan
dia untuk melakukan berpartisipasi dalam pemerintahan, menaruh cinta pada masyarakat luas dan menjadi pelayan dalam dunia legislatif,
membuat saya memahami satu hal. Betapa banyak saat ini orang-orang sedang marah
dengan situasi pemerintahan, tapi sedikit orang yang berani untuk mengambil
pilihan maju dalam pemerintahan dan membiarkan para mantan koruptor untuk
mengajukan dirinya kembali dalam pemerintahan
Benar, bahwa ketika kita
melayani akau menemukan banyak sekali tantangan dan bahkan masalah-masalah yang
akan terus menerus muncul. Hal itu menjadi sesuatu yang wajar, karena kita
memang sedang memilih prioritas yang baru. Kita tidak disuruh untuk berperang
melawan manusia-manusia yang berjuang demi kepentingan. Bila kita memiliki
motivasi yang demikian kita akan merasakan kelelahan. Seperti halnya Yesaya
yang menyadari dan diberitahu bahwa orang-orang yang dia layani, adalah orang-orang
yang keras hati. Namun dia tetap harus bertahan, sampai di ambang kematian.
Hal ini tidak mudah, bila
kita memiliki motivasi demikian, amarahlah yang akan muncul dalam kita memulai pelayaan. Tapi ini akan
menjadi lebih mudah, ketika kita merespon semua panggilan ini dengan cinta, seperti Yesaya merespon Sang Cinta. Sebab
panggilan ini, juga berasal dari Sang Cinta. Sehingga, saat ketika melayaniNya.
Kita benar-benar akan meninggalkan ke-egoan dan membawa ketulusan, seperti Sang
Cinta yang tulus memberikan belas kasihanNya kepada kita.
Ya, hanya sebuah ketulusan yang membuat kita bisa bertahan dan mau
merespon panggilan itu. Berhenti untuk menjadi seorang ambisius untuk berdampak
bagi banyak orang, dan memulai semuanya dengan merasakan kekurangan dan
kelemahan yang dimiliki. Sama seperti semua orang yang kita layani, yang juga
memiliki kekurangan dan kelemahan dalam dirinya.
Tapi tidak berhenti pada hal itu saja. Sebab mengaku pada
kelemahan dan kekurangan yang dimiliki itu baik. Namun, mengaku salah dan melakukan
pertobatan seperti apa yang dilakukan oleh Yesaya juga jauh lebih baik. Itulah
respon utama dalam panggilan, merasakan-menyesal-bertobat-berziarah(belajar)
dan membagikan kasih itu kepada banyak orang. Jadi, bagaimana responmu?
Komentar
Posting Komentar