Tahukah saudara bahwa, bahwa fakta menunjukan dalam beberapa
hal manusia tidak lebih unggul daripada binatang, misalnya seorang manusia yang
mampu berlari 100 meter dalam waktu kurang dari 10 detik, tetapi cheetah dapat
melampauinya. Adapula, seorang manusia yang mampu menentukan dan menganalisa arah
jalan, tetapi sulit rasanya untuk membandingkan kepintaran tersebut dengan
seekor burung layang-layang, hewan kecil yang mampu bermigrasi dari satu tempat
ke tempat yang lain dan kembali ketempat yang sama setiap tahunnya.
Namun, dibalik itu semua kita juga mengetahui bahwa
manusia memiliki sesuatu yang melebihi binatang atau mahluk ciptaan lainnya,
yakni “Berfikir”. Sepertinya tidak ada satu binatangpun yang dapat
mengembangkan masyarakat yang menakjubkan, dengan segenap kemajuan di bidang
medis dan teknologi seperti saat ini. Bahkan, kemampuan unik untuk berfikir jugalah
yang membuat manusia mampu melihat Allah dan kekekalannya.
Tetapi kita juga menyadari, bahwa dibalik kemampuan
itu, manusia juga memiliki kekurangan yang sangat besar dengan pola pikirnya. Seperti
seorang penyair Amerika terkenal bernama, Walt Whitman, yang merasa terganggu dan
iri pada ternak yang merumput sepuasnya di padang rumput, sebab mereka tak
pernah khawatir dan memikirkan hal-hal yang menyusahkan. Itulah sebabnya,
Paulus dalam Filipi 4:8 mengajak para pembaca untuk merenungkan dan berfikir
semua yang benar, mulia, adil, suci, manis, bijak, patut, dipuji dan sedap
didengar (Filipi 4:8)
Pola pikir menjadi salah satu hal besar yang dapat
mengubah hidup saudara menjadi lebih baik atau menjadi sangatlah buruk. Seperti
kisah seorang murid yang menantang Sang Guru, dan meminta izin kepadanya untuk
keluar dari seluruh pembelajaran Sang Guru, turun kemasyarakat, melihat alam
dan belajar dari semesta. Murid tersebut berkeyakinan, bahwa kelak Sang Guru
akan menemui dan membaca semua hal yang dipelajarinya dalam sebuah buku bijak
dari tulisan tangannya.
Tepat, seperti yang dikatakannya kepada Sang Guru,
murid tersebut turun kemasyarakat, melihat alam dan belajar dari semesta. Lalu menuliskan
setiap hal yang dipelajarinya, mengumpulkannya dalam satu buku berjudul “Pedoman
Menjadi Bijak”. Tulisan tersebut membuat murid itu mendapatkan banyak sekali orang-orang
yang menjadikannya sebagai guru. Sampai suatu ketika, ia teringat tentang
janjinya kepada Sang Guru, untuk mengirimkan tulisan tersebut kepadanya.
Ia menyuruh salah satu dari pengikutnya untuk
mengirimkan tulisan tersebut kepada Sang Guru. Tepat, sesuai dengan janji yang
dia sampaikan. Sang Guru menerima tulisan tersebut, tetapi tidak membacanya. Katanya
kepada orang suruhan murid tersebut bahwa buku ini berisi kata-kata sampah. Pengikutnya
terkejut dengan tanggapan Sang Guru, dan menyampaikannya kepada murid tersebut.
Tahukah saudara, murid tersebut marah dan kesal kepada
Sang Guru atas tanggapan yang disampaikannya. Dengan perasaan tersebut, murid
itu akhirnya mendatanginya. Ia bermaksud untuk menanyakan sikap Sang Guru terhadap
tulisannya.
Mereka bertemu dan amarah murid tersebut sangat
terlihat dari raut wajahnya. Sang Guru, hanya tersenyum dan bertanya kepada
murid, “Mengapakah wajahmu muram, bukankah kau telah belajar dan menuliskan
semua kebijakan-kebijakan itu dalam bukumu?”. Murid tersebut malu dan tertunduk
kepada Sang Guru, ia menyadari bahwa ungkapan tersebut adalah cara untuk
menguji murid. Tapi ujian itu gagal dilewatinya karena pikirannya yang negatif.
Ya, demikianlah hidup manusia tidak akan pernah
berubah bila pola pikirnya tidak diubah. Manusia bodoh tidak akan pernah bijak,
sekalipun dia memiliki kata dan menuliskannya dalam banyak buku.
Pola pikir, menjadi satu tantangan besar bagi manusia.
Sejarah menunjukan bahwa Salomo menjadi jaya karena pola pikirnya. Tetapi,
kerajaan Israel juga jatuh ketika pola pikir Salomo tidak lagi sama seperti
kala ia pertama memimpin bangsa itu.
Bila saudara membaca Filipi 4:4-6, beberapa diantara
kita mungkin melihatnya sebagai kekonyolan. Bahkan tidak jarang, ayat ini
menjadi tertawaan bagi beberapa pendengarnya. Tetapi, nasihat tersebut bukanlah
rumusan kosong belaka, melainkan suatu realita yang teruji oleh Paulus. Sebab,
ia sendiri telah menemukan kedamaian dan kepuasan itu (ayat 7,11). Hanya, kita
sering lupa bahwa ayat 11 dituliskan, “aku telah belajar.” Untuk belajar,
diperlukan waktu. Proses hidup Paulus, merupakan rangkaian tindakan coba-salah,
yang disertai dengan ketekunan untuk mencapai rumusan tersebut. Proses hidup
bersama “Yesus”, Tuhan yang selalu bersabar terhadap kesalahan-kesalahan kita—bahkan
saat kita menghabiskan banyak tenaga untuk berfikir negatif?
Karena itu menjadi menarik untuk setiap kita bertanya
dalam diri kita masing-masing. Apakah kita pernah mengalami kedalaman kasih
Allah dan panggilan-Nya bagi anda untuk hidup dalam kasih itu? Bila pernah,
mengapa pemikiran negatif selalu membayangi diri dan kehidupan kita. Tidakah kita lupa, bahwa tidak ada satu manusiapun yang meninggalkan dunia ini tanpa sebuah masalah. Besar kecilnya masalah tersebut, sampai kita meninggalkan dunia ini. Masalah akan ada, sebab tidak semua masalah, harus kita selesaikan. Tidak jarang masalah itu terlewati atau bahkan selesai dengan sendirinya.
Calonteolog.com dalam beberapa waktu terakhir ini
mengalami kecemasan yang luar biasa. Kecemasan dan ketakutan itu selalu membayangi
pikiran, membuat kesulitan tidur. Hingga, seseorang mengingat sesuatu yang
sebenarnya, sudah sering calonteolog.com sampaikan dan ungkapkan kepada
beberapa orang, yakni “Berserah kepada kekuatanNya”. Ya, nasihat itu membuat suatu
kedamaian dalam pikiran. Sekalipun, masih tetap dalam proses sampai bertemu
dengan peristiwa yang dicemaskan.
Marilah, bersama dengan calonteolog.com untuk berkat dalam hati kita masing,
bahwa kecemasan ini memang nyata dan tidak dapat kita pungkiri. Pikiran negatif
memang akan selalu ada. Tapi, ingat kita harus menguasainya, kita harus mampu
mengimbangi semua ini dengan pengakuan yang mendamaikan hati. Pengakuan bahwa
apapun yang terjadi, kita tidak berhak mengubah keadaan. Bahkan, kita tidak
dilemahkan oleh keadaan. Sebab kita memiliki Allah yang tangannya tidak kurang panjang
untuk menopang; Allah yang memiliki rancangan luar biasa untuk hidup kita. Berserah!
Bahkan sampai semua terlihat semakin tidak mungkin dan lenyap! Sebab iman kita
menunjukkan bahwa Allah selalu punya cara dan peduli untuk kita!
Tetapi, ingatlah saudaraku. Jangan biarkan kepasrahanmu
membawa kepada kemalasan. Kitapun harus tetap berjuang dan menjalaninya. Bukan karena
kita mampu, tetapi karena Allah memampukan kita untuk melewati dan
menghadapinya.
Terakhir, calonteolog.com ingin membagikan kisah
tentang seorang Fanny Crosby. Ia, kehilangan kemampuan
penglihatannya ketika baru berusia enam minggu. Ia mencapai usia 90-an, dan ia
telah menggubah ribuan pujian yang digemari banyak orang. Pada ulang tahunnya
yang ke-92 dengan gembira ia berkata, "Jika ada orang di dunia ini yang
lebih bahagia daripada saya, bawalah orang itu kemari supaya saya bisa
menyalaminya."
Apa yang memampukan Fanny
Crosby mengalami sukacita yang demikian besar dalam situasi yang bagi
kebanyakan orang merupakan "tragedi"? Sejak usia dini ia memilih untuk
"bersukacita senantiasa dalam Tuhan" (Filipi 4:4). Sebenarnya, Fanny hanya melaksanakan sebuah keputusan yang dibuatnya
ketika baru berusia 8 tahun: "Betapa banyak rahmat yang saya nikmati
tetapi tidak dapat dinikmati orang lain. Menangis dan mengeluh karena buta?
Saya tidak akan dan tidak bisa berbuat demikian."
Saudaraku, ingatlah selalu
bahwa semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap
didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, semuanya adalah
pilihan. Jangan biarkan keadaan dan sekelilingmu mengubahnya. Sebab semuanya
tergantung pada bagaimana kita, menata pikiran kita.
Komentar
Posting Komentar