Tahukah saudara, Yesaya 40 merupakan tulisan pertama yang
bercerita tentang bagaimana Tuhan ingin Bangsa Israel menaruhkan harapanya
kepada Tuhan, sebab Dialah penyelamat mereka dari penderitaan di tanah
pembuangan. Tulisan ini menjadi nubuatan Yesaya tentang Tuhan yang ingin
Bangsa Israel bertobat dan terhindar dari penghukuman serupa.
Ketika melihat teks ini, kita bisa membayangkan kakak yang menghukum adiknya dan, “Minta ampun gak?”.
“Kalau minta ampun, hukumanya selesai?”. Bila saudara menjadi seorang adik, apakah saudara meminta ampun dan menyesali semua kesalahan saudara?
Sebelum menjawab semua ini, beberapa diskusi teologis
mengenai penderitaan bertanya-tanya tentang, “benarkah suatu penderitaan,
muncul sebagai akibat dosa?”. Mungkin saudara juga mempertanyakan hal serupa, terlebih bila saudara sedang mengalami penderitaan. Tapi, harus dipahami ketika membaca teks Yesaya 40:1-8, ada konteks yang mungkin berbeda dengan situasi saudara.
Sebab beberapa penderitaan memang muncul akibat dari dosa, sedang yang
lainnya muncul akibat pencobaan (?) ataupun memaksa rancangan kita menjadi
rancangan Allah. Ada banyak hal yang membuat penderitaan itu dapat muncul, maka
dari itu penderitan merupakan bagian dari misteri kehidupan. Kita tidak perlu
mempertanyakan asal dan muasalnya, sebab kehidupan ini terlalu sebentar untuk
mempertanyakan semua penderitaan ini. Sebab, setiap dari kita diajak untuk
berhenti memikirkan sesuatu yang tidak sanggup untuk kita pikirkan.
Tapi jangan pernah merasa diri benar, kadang perasaan
diri yang benar justru hanya memperkeruh keadaan. Sebab, tidak sedikit pula
kita menjadi seperti Bangsa Israel, yang ditegur Tuhan untuk bertobat dan
terhindar dari penghukuman. Bila kita selalu membenarkan diri, bagaimana
mungkin kita mendapatkan hikmat dari sebuah penderitaan?
Manusia harus merendahkan hatinya dihadapan Allah.
Sekalipun manusia memiliki kehendak bebas dan pengetahuan untuk melakukan
apapun. Tapi, bak rumput dan bunga yang tumbuh subur, hembusan nafas Allah
dapat menghancurkan segalanya.
Tuhan tidak bermaksud untuk merendahkan diri manusia,
sekalipun Allah juga pantas melakukannya. Allah hanya memperingatkan tentang
dosa yang memunculkan ketinggian hati dan pemberontakan kepadaNya. Allah ingin
kita menyadari bahwa, manusia harus menyerah pada kehendakNya.
Bahkan teks Yesaya 40 sangat jelas menunjukkan, bahwa hal
yang paling dibutuhkan manusia adalah penyerahan yang berujung pada pengampunan. Karena itu dia menghadirkan
dirinya dalam rupa manusia untuk menjawab kebutuhan manusia itu.
SETELAHNYA?
Bila dalam teks ini, Yesaya mengajak untuk setiap orang
mempersiapkan diri tentang nubuatan tersebut dan kembali pada kehendakNya. Maka hal serupa juga diberitakan untuk kita saat ini. Atas kesalahan dan dosa yang
telah kita lakukan, Allah tidak ingin kita hanya berhenti pada kata evaluasi
diri dan berdamai dengan semua penderitaan. Tetapi Allah juga mengaharapkan
dalam setiap hati kita, untuk mempersiapkan kehadiran Allah. Hal ini juga bukan
hanya sekali dan satu waktu dilakukan. Tetapi terus menerus untuk dilakukan. Sebab
sering kali kita justru terjebak dalam kenikmatan pertobatan pertama, lupa
bahwa manusia selalu rapuh dan membutuhkan pertobatan yang terus menerus harus
dilakukan.
Ini juga tidak berarti bahwa, manusia dibiarkan melakukan
kesalahan terus menerus, dan Allah akan terus menerus untuk memakluminya. Bukan!
Kata kuncinya adalah, Allah tidak menginginkan setiap dari kita terjebak pada
penghukuman yang sama, dari waktu ke waktu. Maka proses pertobatan itu adalah “pembelajaran”
untuk manusia sampai pada kedatanganNya yang kedua kali. Selama proses
pembalajaran ini berlangsung manusia akan bertemu dengan setiap insan, untuk
belajar dan mengajar. Disinilah setiap orang diminta untuk memberitakan dan menyaksikannya,
agar kasih Allah tidak berhenti pada diri kita saja. Itulah buah yang nyata,
bahwa pertobatan bukan menjadi kesombongan rohani. Melainkan sarana untuk
belajar dan mengajar dalam berhubangan dengan insan lain. Maukah?
Allah itu pengampunan, dan inilah yang paling manusia
butuhkan. Setiap orang layak mendapatkan pengampunan, bahkan hidup dalam proses
pengampunan. Tentu, pengalaman setiap orang tidak sama. Bahkan, proses manusia
untuk memperbaiki keadaannya dan berefleksi tentang kebutuhannya akan
pengampunan juga tidak serupa. Maka baiklah, bila setiap orang menghargai proses
pembelajaran tersebut. Dalam proses belajar-mengajar ini, baiklah bila setiap
kita untuk menghargai setiap proses yang orang lain jalani.
Komentar
Posting Komentar