Mengukur kedewasaan rohani seseorang berbeda dengan
jika menerka atau menduga berapa usia orang tersebut. Mungkin akan lebih mudah
menebak usia seseorang dilihat dari tampilan fisik dan juga ciri-ciri biologis
lainnya, apakah ia masih tergolong kanak-kanak, remaja atau sudah berusia
lanjut. Namun untuk melihat kedewasaan seseorang dalam beriman tidaklah semudah itu.
Kita harus mengenal lebih dekat akan pribadi orang tersebut dan melihatnya dari
berbagai sisi. Lalu, apa standardisasi untuk menentukan manusia yang dewasa
dalam iman? Lihatlah Sang Manusia dan teladani kehidupanNya, maka engkau akan
mendapatkannya.
Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup. (1 Yohanes 2:6)
Namun,
apakah ketika kita berusaha menyerupai Dia, apakah ini berarti kita semua akan
bertingkah laku sama? Atau kita juga menjadi gondrong dan brewokan seperti yang digambarkan banyak orang tentang fisik Yesus?
Jawabnya,
Ya dan tidak! YA, kita semakin
menyerupai Yesus dalam bentuk karakter,
cara berfikir, berperilaku, dan sikap hatinya dalam merespons banyak hal. TIDAK, karena kita masing-masing diberi
karunia khusus dan minat, serta kemampuan untuk mengembangkan serta
menggunakannya bagi kemuliaanNya (Efesus 4:7). Jadi fokusnya bukan sebagai
YESUS baru, tetapi menjadi manusia yang memiliki visi dan misi seperti yang
Yesus amanatkan bagi kita.
Tentu, saya tidak berkompromi pada kesalahan-kesalahan
yang kita lakukan dengan sengaja. Sebaliknya, setiap orang harus menyadari
bahwa dirinya rapuh dan juga berpotensi. Sehingga, kita diajak untuk
mengembangkan potensi yang ada dalam diri kita untuk menjadi Manusia yang
Dewasa dalam iman.
Seumpama biji durian yang tidak akan menjadi pohon
dalam waktu sehari. Demikian pula halnya yang
terjadi dengan anak-anak Allah. Memang kita diselamatkan karena anugerah dan
dibenarkan dalam Kristus. Namun bila berkaitan dengan bagaimana mewujudkan
hidup serupa dengan Kristus dalam kehidupan sehari-hari, kita harus mengupayakannya terus-menerus sampai Yesus datang kembali.
Terlepas dari apakah Anda baru menerima Yesus ataukah
sudah mengenal-Nya bertahun-tahun, Anda harus "bertumbuh di dalam segala
hal ke arah Dia" (Epesus 4:15).
Jangan biarkan kemunduran dan kegagalan
membuat Anda berkecil hati. Tetaplah bersekutu dengan Allah melalui doa. Lalu,
ketika Anda belajar untuk semakin mengenal Firman Allah dan mentaati
perintah-perintah-Nya, Anda pun dapat menjadi semakin serupa dengan Kristus
melalui kuasa Roh Kudus yang tinggal di dalam Anda. Tetapi ingatlah, itu perlu
waktu!
Segala sesuatu butuh proses, namun setiap proses itu membutuhkan usaha. Maka, jangan berhenti pada kata proses.
Jangan lakukan pula, kesalahan dengan menekan sesama
orang kristiani. Namun, terimalah saja perbedaan-perbedaan yang ada. Allah
telah membuat mereka unik dan memberkati mereka untuk memenuhi tujuan-Nya.
Mengubah elang menjadi kakaktua adalah suatu hal yang patut disesalkan
Kristus Kita Sama, Namun Pelayanan Kita Berbeda. Maka, Marilah Saling
Mendukung Satu dengan yang lainnya
Nah, kenyataanya semua orang memiliki prosesnya
masing-masing. Selama dia hidup, maka selama itu pula ia berproses dalam
hidupnya. Masalahnya, saat ini banyak orang yang mudah menggurui. Contohnya saja,
seperti yang pernah terjadi pada diri saya. Sering kali, sebagai seorang yang pernah bergumul dalam dunia teologi, saya terjebak untuk
menggurui orang lain dengan menunjukkan kebenaran kepada orang lain. Apabila saya sedang dalam perdebatan teologi dengan orang yang tidak memiliki latar belakang teologi, saya akan bersikap menggurui dan merasa paling mengetahui isi alkitab.
Mungkin saudara bertanya, apa salahnya ketika
seseorang menunjukkan kebenaran bagi orang lain. Bukankah kita diminta untuk menjadi
Terang dan Garam? Benar! Setiap kita memang diminta untuk menjadi Terang dan Garam.
Tapi jangan sampai kita terjebak pada perjuangan akan kebenaran apalagi dengan
sikap menggurui kepada orang lain.
Malik Ibn Abnas pernah berkata;
Jika ada orang membela kebenaran, namun dengan cara menghujat, mencerca dan marah-marah, ketahuilah, niat orang itu telah cacat. Kebenaran tak perlu dibela dengan cara-cara seperti itu. Cukup senandungkan kebenaran itu; ia akan diterima.
Atau secara sederhana, setiap orang yang ingin menjadi
Terang dan Garam bagi sekitarnya akan menjadi keliru bila orang tersebut
menganggap bahwa kebenaran hanya ada dalam dirinya dan mengatakan orang lain sebagai
kesalahan. Sebab, hanya orang bodoh yang mengganggap dirinya bijak, namun orang
bijak selalu ingin belajar dan beranggapan diri belum dipenuhi kebijakan.
Kalau kita mempertengkarkan siapa diri yang benar dan
salah. Maka kita terjebak pada tataran manusia yang paling rendah. Saudara tidak
akan menang, sekalipun diri saudara terlihat benar dibandingkan dengan yang
lain. Saudara juga tidak akan kalah, sekalipun diri saudara terlihat salah
dihadapan orang lain. Sebab, hidup itu soal mengalahkan diri sendiri, bukan
mengalahkan orang lain. Kita diciptakan bukan untuk membuktikan kebenaran kita
sendiri, jangan pernah bangga bila mempertengkarkan sebuah kebenaran. Saya juga
tidak mau menjadi seorang yang kalah, karena itu saya hidup bukan pada pertengkaran
soal benar dan salah. Tetapi, saya hidup pada proses dan berusaha untuk terus
belajar menuju kedewasaan rohani. Untuk itu marilah kita berlomba untuk saling
berjuang, saling mendukung dan saling menguatkan dalam proses menuju kedewasaan
rohani.
Komentar
Posting Komentar