Akhir-akhir ini, saya sering bergumul dengan kalimat “Proses Pembentukan Hidup dari Tuhan”. Sebab,
pertambahan umur membawa saya dengan beberapa tuntutan-tuntutan sosial yang
sering kali justru menekan kehidupan ini. Mungkin diantara saudara juga ada
yang mengalami hal serupa, ketika keluarga terdekat ataupun lingkungan
mempertanyakan tentang. “apa tujuan hidupmu selanjutnya?”; “Sekarang, mau
menjadi seperti apa kamu?
Saudaraku,
percayalah bahwa tidak sedikit orang-orang yang sedang mengalami pergumulan
ini. Tapi tidak sedikit juga yang lebih tenang untuk menghadapi persoalan ini. Salah
satunya dari seseorang teman saya, ia berkata, bahwa “terkadang kita harus memberikan hak Tuhan untuk memproses kehidupan
kita. Tanpa harus memaksakan kehendak dan keinginan kita. Cukup menjalaninya
saja, bila memang Tuhan izinkan. Dia akan memberikannya”. Begitulah,
nasihat itu diberikan kepada saya yang bergumul dengan “proses pembentukan
hidup dari Tuhan”
Pernahkah
kita mengimani nasihat ini dan melakukannya?
Saya
teringat tentang kisah seorang tokoh didalam Alkitab bernama Yunus. Kisah yang
banyak orang bicarakan, dan tidak sedikit penelitian tentang kisah tersebut.
Dalam kesempatan ini saya ingin membicarakan tokoh ini dalam kaitannya tentang “proses
pembentukan hidup dari Tuhan”. Sebab, saya pikir Yunus telah ditelan dalam 3
hal dikehidupannya, bukan hanya oleh Ikan Besar.
Pertama,
saya melihat bagaimana prasangka buruk menelan diri Yunus. Ia berprasangka
bahwa, suatu hal yang mustahil untuk orang Niniwe dengan segala sikap dan kehidupannya selama
ini. (Yunus
1:2),Kesalahan baginya bila ia hadir di kota tersebut. Justru ia sangat
menginginkan agar Allah menghukum kehidupan mereka.
Kedua,
Yunus ditelan oleh lautan karena pilihan untuk lari dari panggilan Allah
kepadanya. Badai besar menghantam kapal
yang ditumpanginya sehingga para pelaut yang percaya takhyul membuang undi
untuk mengetahui siapa yang bersalah, dan “Yunuslah yang kena undi” (ayat 7).
Yunus pun berkata, “Campakkanlah aku ke dalam laut” (ayat 12).
Saat lautan yang bergelora itu menelannya, ia tenggelam dan dipastikan akan
mati.
Namun,
lautan ternyata tidak membuat dirinya mati. Tetapi dia justru ditelan oleh
seekor ikan besar yang telah Allah persiapkan untuk menyelamatkannya (1:17).
Inilah ketiga kalinya, Yunus ditelan. Selama berada dalam perut ikan tiga hari
lamanya, Yunus mengakui dosanya dan berjanji untuk menaati Allah (2:1-9).
Setelah dilepaskan dari perut ikan, Yunus menanti perintah Allah dan menyerukan
penghakiman atas Niniwe sehingga semua orang disana bertobat (3:1-5).
Tetapi,
setelah proses itu dia lalui. Ternyata Yunus masih juga ditelan oleh pikirannya
yang negatif. Proses kehidupannya tidak membuat dia belajar akan keadilan
Allah. (4:1-3). Ia justru marah pada keadilan yang Allah berikan kepada Niniwe.
Pikiran negatifnya justru membuat ia tidak bisa belajar atas setiap proses yang
Tuhan berikan untuknya. Ia lupa bahwa Tuhanpun mengampuni dan menyayangi dirinya,
melalui setiap proses yang telah dia lalui.
Belajar
dari kisah ini, adakah saudara melihat tentang pertolongan Allah yang setia
dalam setiap masing. Adakah hal-hal serupa yang menelan kehidupan kita, sampai
lupa melihat bagaimana cara Allah bekerja?
Atas
perkataan teman dan refleksi Yunus tersebut, saya berfikir bahwa
“Kesedihan terjadi karena kita memikirkan segala sesuatu yang kita harapkan tidak dipenuhi oleh Allah. Sementara bersukacita atas setiap proses kehidupan dimungkinkan terjadi bila setiap dari kita menyadari atas kesetian Allah dan hikmat yang Dia berikan untuk kita”
Alhasil,
semua dikembalikan kepada kita. Maukah dalam setiap proses pembentukan hidup
ini, kita memohon belas kasihNya. Atau kita masih mengandalkan kuat dan gagah
kita? Saya takut, ketika Allah tidak diikutsertakan dalam setiap proses kehidupan
kita; ketika Kasih Setia Allah kita abaikan; ketika setiap hikmah yang telah
Allah berikan dalam setiap proses kehidupan kita dinafikkan. Maka yang terjadi,
kita akan selalu terbelenggu pada kekecewaan dan keterpurukan.
Datanglah
kepadaNya sebab pintu selalu terbuka untuk setiap kita. Memohonlah kepada Ia,
sebab Ia berbelas kasih dan penyayang.
Berserulah karena Ia mendengar!
Komentar
Posting Komentar