Salah
satu tanggung jawab yang diberikan kepada seorang Ayah adalah menjadi IMAM bagi
keluarganya. Pandangan ini dilandasi dari beberapa ayat alkitab seperti
Kejadian 3:16; 1 Timotius 3:12 ; 1 Korintus 11:3, Kolose 3:21 dan Efesus 6:4. Namun
tidak berarti pula bahwa hanya Ayah yang memiliki tanggung jawab penuh pada
keutuhan sebuah keluarga. Sebab pada akhirnya, baik Ayah, Ibu dan anak, semua
harus benar-benar mengambil bagian untuk merawat dan menjaga keutuhan
keluarganya.
Suami
dan isteri harus melakonkan perannya dengan baik dalam rumah tangga Kristen.
Seorang suami harus tetap menjadi imam dalam rumah tangga yang membawa anggota
keluarga tetap takut kepadaNya dan seorang isteri harus tetap menjadi penolong
yang sepadan bagi suaminya. Sedang, seorang anak memiliki tanggung jawab untuk
menyukacitakan orangtuanya, dengan hidup menghormati orang tua sebagai wujud
nyata akan diri yang telah takut akan Tuhan.
Karena
itu, Keluarga sering disebut sebagai representasi persekutuan kasih, tentang bagaimana
hidup saling mengisi dan melengkapi. Keluarga harus mampu melukiskan dan
menggambarkan bagaimana Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus hidup dalam ke-satuan
dan kasih yang luar biasa, sehingga suami istri dan anak-anak mampu mengisi
satu nuansa persekutuan yang bisa menimbulkan satu kekuatan luar biasa yang
mampu mengatasi masalah apa pun, karena cinta kasih yang menyala.
Sebagai
representasi persekutuan kasih, tentu hal tersebut tidak boleh hanya tinggal
dalam rumah saja. Namun kita juga harus mampu menjadikan keluarga kita sebagai
kesaksian bagi orang yang melihatnya. Seperti saat Paulus dalam perjalannya
menuju Yerusalem yang melewati beberapa daerah dan singgah di Tirus, karena
kapalnya yang bongkar muatan.
Salah
satu pengalaman menarik yang ditemukan Paulus dalam daerah tersebut adalah
keluarga-keluarga Kristen disana, telah menjadi representasi persekutuan kasih.
Hal tersebut dilihat Paulus ketika, keluarga termasuk anak-anak mereka,
mendoakan keberangkatannya menuju Yerusalem.
Saudara
bisa bayangkan bagaimana keluarga tersebut memiliki dampak, bukan hanya saat
memberikan saran kepada Paulus yang mereka dapat dari bisikan Roh Kudus. Tetapi
keluarga-keluarga itu menjadi kesaksian bagi pengalaman iman Paulus, saat mereka
mengambil bagian dalam mendoakan keberangkatan Paulus.
Lalu
bagaimana dengan keluarga kita saat ini, apakah keluarga kita juga merupakan
bagian dari representasi persekutuan kasih? Apakah keluarga kita telah
berdampak secara positif bagi keluarga-keluarga yang tidak mengenal Allah? Atau
malahan, keluarga kita telah menjadi batu sandungan bagi sekeliling kita untuk
mengenal Allah?
Seorang
suami pernah bersaksi dan bagaimana bahagianya ia bisa mengerjakan lebih dari
1000 jenis pekerjaan dalam sehari. Bahkan, katanya bila suasana hati semakin
baik jumlah pekerjaan yang dia lakukan juga dapat lebih banyak. Lalu seorang
temannya yang bijak bertanya kepadanya, bagaimana dengan tanggung jawab yang
dipikul oleh isterti dan anak-anakmu?
Seketika
lelaki itu terdiam sejenak, ia mengalami keheranan bahwa betapa mudahnya
mengingat semua tanggung jawab yang telah dilakukannya, bahkan tanggung jawab
lainnya yang telah dipikul. Tetapi pada saat yang sama pula, lelaki itu sangat
mudah untuk melupakan semua hal yang dilakukan oleh isteri dan
anak-anaknya “Enak betul, mereka”.
Demikianlah pandangan itu terlintas dalam benaknya.
Beproses
menjadi keluarga sebagai representasi persekutuan kasih juga sering kali
mengalami perdebatan-perdebatan, “siapa yang harus melakukan apa, siapa yang
harus melakukan lebih banyak lagi dan sebagainya”. Sadarkah kita, bahwa
perdebatan ini dimulai saat kita menghitung-hitung” semua hal yang telah kita
lakukan. Sebab sikap itu justru membuat kita semakin tidak berpuas diri, ketika
melihat keluarga kita.
Padahal
kita dapat lebih bergembira saat berproses menjadi keluarga sebagai
representasi persekutuan kasih, apabila kita memiliki keikhlasan dalam
melaksanakan tanggung jawab itu. Daripada mempersoalkan apakah suami telah
menjadi Imam bagi keluarga, apakah isteri dan anak telah melakoni tugasnya atau
tidak.
Pada
bagian ini, kita perlu hati-hati bahwa saya tidak mengatakan bahwa yang penting
saudara telah benar dan melaksanakan tanggung jawab di dalam keluarga. Sebab
tidaklah penting kita benar dan juga tidaklah penting kita melakukan tanggung
jawab kita lebih sering dari anggota keluarga lainnya. Sebab itu hanya
perdebatan-perdebatan kecil yang justru akan sering menjadi besar karena kita
terus mempermasalahkanya dalam keluarga. Sementara, saat kita meniadakan
perdebatan itu, lalu dengan penuh ketulusan dan ikhlas dalam melaksanakan
tanggung jawab kita sebagai bagian dari anggota keluarga. Maka saat yang sama
kita telah membebaskan diri kita dan memakai lebih banyak energi dan waktu kita
untuk terus berproses menjadikan keluarga sebagai representasi persekutuan
kasih baik di dalam rumah, ataupun di luar rumah.
Sebab, apa yang paling banyak kita praktikanlah yang membentuk diri kita dan apa yang paling banyak anggota keluarga itu praktikan jugalah yang membentuk keluarga itu tersebut. Untuk itu, bila saudara ragu-ragu siapa yang harus mendoakan siapa, maka berdoalah lebih dahulu bagi keluarga dan siapapun itu.
Komentar
Posting Komentar