“Penyesalan itu selalu datang di akhir dan terlambat,
kalau di awal namanya pendaftaran” menjadi
kalimat yang tak asing bagi kita. Lebih dari sekedar humor, kalimat itu
setidaknya membawa kita pada sebuah perenungan batin yang mendalam yakni
tentang penyesalan. Mari kita mulai dari pertanyaan sederhana: Apa itu
menyesal?
Banyak
peristiwa keseharian yang kita alami dapat menjawab pertanyaan sederhana itu.
Misalnya ketika seorang mahasiswa sering bolos dan lebih memilih titip absen
pada masa perkuliahan, hingga berdampak pada nilai ujiannya yang tidak
maksimal. Atau pun seorang pemimpin yang salah dalam mengambil keputusan
sehingga berdampak pada seluruh elemen yang dipimpinnya.
Dari
kedua peristiwa tersebut, kita bisa sepakat bahwa keduanya memunculkan sebuah
penyesalan. Akan ada sebuah masa di mana mahasiswa tersebut menyesal karena ia
sering bolos dan lebih memilih titip absen dibandingkan belajar. Ataupun
penyesalan seorang pemimpin karena telah memilih sebuah keputusan yang salah.
Hal
tersebut membawa sebuah pengertian bahwa penyesalan muncul setelah kita memilih
dan kemudian menjalankan suatu keputusan. Kata ‘telah’ digunakan untuk
menyatakan perbuatan atau keadaan yang lampau. Sehingga, secara tak langsung,
kata ‘setelah’ sebenarnya sudah memperkuat tesis bahwa tidak mungkin penyesalan
datang pada pada awal peristiwa. Ia selalu datang terlambat, mengandung hal
yang negatif (maksudnya mengandung perasaan tidak senang dan kecewa) serta
tidak kita harapkan untuk terjadi.
Lantas, apa yang membedakan
penyesalan dan pertobatan?
Hal
esensial yang membedakan penyesalan dan pertobatan yakni adanya perbaikan.
Pertobatan selalu mengandaikan perbaikan diri, namun tidak dengan penyesalan.
Penyesalan bisa diikuti dengan pertobatan, tetapi penyesalan itu sendiri
bukanlah pertobatan. Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan jelas menerangkan
bahwa bertobat merupakan sikap menyesal dan berniat hendak memperbaiki
(perbuatan yang salah dan sebagainya)
Adapun
tema tentang penyesalan dan pertobatan ini menjadi penting bagi refleksi kita
yang diambil dari Yesaya 30:23-24, sebagai bagian Nubuatan nabi Yesaya kepada Bangsa
Israel di pembuangan. Bangsa Israel akan memperoleh kemakmuran dan
kesejahteraan, Allah akan memberkati pekerjaan mereka, baik pertanian dan
peternakan. ay.23. Lalu TUHAN akan memberi hujan bagi benih yang baru
kamu taburkan di ladangmu, dan dari hasil tanah itu kamu akan makan roti yang
lezat dan berlimpah-limpah. ay.24. Pada waktu itu ternakmu akan makan
rumput di padang rumput yang luas; sapi-sapi dan keledai-keledai yang
mengerjakan tanah akan memakan makanan campuran yang sedap, yang sudah ditampi
dan diayak. Tapi seperti kita ketahui, bahwa hal ini dimungkinkan apabila bangsa ini mengalami pertobatan yang
sungguh dengan belajar dari penderitaan-penderitaan yang selama ini mereka
alami, juga anugerah dari Tuhan yang senantiasa bagi mereka yang bertobat. Jadi
bukan hanya semerta-merta karena pertobatan saja, tetapi juga anugerah dari
Tuhan yang penuh belas kasih.
Hal
kedua yang dapat kita pahami pula dalam bahan refleksi kita minggu ini adalah
bahwa dalam banyak hal, Tuhan bisa
memberikan kita pengajaran untuk menggantungkan hidup kepada Tuhan, termasuk
dalam sebuah penderitaan.
Seperti
yang kita lihat dalam banyak kisah yang dituliskan dalam kitab Nabi Yesaya,
penderitaan yang mereka alami akhirnya tidak saja menyatakan hukuman dari Allah
yang kudus, tetapi juga pengajaran dan pembongkaran akan kesia-siaan yang
selama ini mereka praktikan dengan berharap kepada sumber lain selain Allah.
Atau dengan kata lain, penderitaan ini bertujuan untuk mengajarkan kebenaran,
bukan menghancurkan umat Allah. Seumpama guru yang baik, Allahpun tidak
bersukacita karena umatNya menderita hukuman, karena itu dalam banyak pesan
nabi Yesaya kepada bangsa Israel terlihat bagaimana Tuhan menanti-nanti
munculnya keinsyafan yang membawa mereka kepada pertobatab. Oleh karena itu,
Dia tetap mendampingi umatnya (ayat 20-21).
Demikianlah,
keseluruhan dari bahan refleksi ini. Untuk menutupnya saya akan membagikan
sebuah kisah tentang Pohon Terkenal.
Jadi,
dii California Selatan ada sebatang pohon yang terkenal di seluruh Amerika.
Sepanjang tahun pohon itu dikunjungi ribuan wisatawan dari dalam dan luar
negeri. Bentuk pohon itu sama sekali tidak sedap dipandang mata. Tingginya
kurang dari 2 meter dengan batang agak pipih & melintir. Hanya sebagian
cabang ditumbuhi daun, sedang bagian lainnya gundul. Pohon itu menjadi terkenal
karena tumbuh di atas batu granit yang keras. Tingginya sekitar 100 mtr di atas
permukaan laut, menghadang langsung Samudera Pasifik yang anginnya
keras mendera. Tidak ada pohon lain yang tumbuh di sekitarnya,
kecuali pohon itu. Rupanya beberapa tahun lalu sebutir biji pohon terbawa
angin, dan jatuh di celah batu granit yang ada tanahnya. Benih itu kemudian
tumbuh, tetapi setiap kali batang muncul keluar, langsung hancur diterpa angin
Pacifik yang kencang. Terkadang pohon itu tumbuh agak besar, tapi badai kembali
memporakporandakan nya. Sekalipun demikian, akarnya terus tumbuh menghunjam ke
bawah mencapai tanah melewati poros-poros batu granit sambil menghisap
mineral-mineral di sekitarnya. Sementara itu batangnya tumbuh terus setelah
berkali-kali dihancurkan angin kencang, makin lama makin kokoh dan liat sampai
akhirnya cukup kuat menahan terpaan badai, sekalipun bentuknya tidak karuan.
Oleh orang Amerika, pohon tersebut dianggap sebagai simbol ketegaran karena
seakan-akan memberi pelajaran kepada umat manusia untuk tetap tabah dan gigih
dalam menghadapi berbagai cobaan dan gelombang kehidupan.
Demikianlah,
bahwa sering kali karena penderitaan lah kita didekatkan kepada Tuhan,
penderitaan memberitahukan kepada kita betapa kita ini lemah dan butuh
bersandar kepada Tuhan dan bukan kepada diri kita sendiri.
Pergumulan
hidup yang seperti apakah yang saat ini saudara hadapi? Bagaimana saudara menghadapi
pergumulan itu? Mari jangan melulu mempertanyakan kemahakuasaan Allah, tapi
cobala untuk memurnikan dan mendewasakan diri dalam penderitaan itu. Sebab bila
kita selalu menghabiskan waktu dengan mempertanyakan kemahakuasaan Allah, dan
ingin Allah segera menolong kita keluar dari pergumulan hidup kita, maka kita
tidak akan pernah menjadi murni dan dewasa secara rohani.
Marilah kita mulai membuka diri kepada Tuhan, membiarkan Tuhan yang menelanjangi hidup rohani kita, pengetahuan dan pemahaman kita yang terbatas. Biarkan Tuhan yang menyatakan Diri-Nya secara pribadi kepada saudara, sehingga saudara juga dapat mengenal-Nya secara pribadi. Sampai akhirnya kita dapat benar-benar menjadi Pohon terkenal itu juga, jadi berbahagialah karena Tuhanlah yang menjadi pendamping dan juga membantu kita dalam proses pertumbuhan menjadi sama dengan pohon itu juga. Amin.
Komentar
Posting Komentar