KHOTBAH
MINGGU kita hari ini bercerita tentang Raja Yoas yang kala itu berinisiatif
merenovasi rumah Tuhan. Sebab anak-anak Atalya, perempuan fasik itu, telah
membongkar rumah Allah, bahkan memakai barang-barang kudus rumah Tuhan untuk
para Baal. Adapun cara yang dilakukan Raja Yoas adalah dengan mengumpulkan seluruh
pajak yang dikenakan Musa saat di padang Gurun.
Hal
yang menarik digambarkan dalam kisah tersebut, semua orang dengan penuh sukacita datang membawa pajaknya
dan memasukkannya ke dalam peti itu sampai penuh. Tidak dituliskan tentang
kisah orang-orang yang mengkritik dan menaruh curiga atas pengumpulan semacam
ini. Bahkan tidak dituliskan pula kisah orang-orang mengeluh atas pungutan
pajak tersebut. Padahal bila dilihat dari konteks sejarah saat itu, bangsa ini
baru-baru saja sedang mengalami perpecahan kerajaan, atau dengan kata lain
dalam beberapa aspek pastilah mengalami kemerosotan.
Mungkin
saudara akan berkata, tapi situasiku sedang terpuruk MASAKAN hal-hal demikian ini menjadi tema khotbah di situasiku yang
semacam ini. Sejujurnya, saya juga malas mengkhotbah hal semacam ini dalam
situasi sekarang. Tapi dalam edisi khotbah Minggu saya selalu merujuk dari
bahan dan pedoman yang ditetapkan oleh GBKP sebagai tempat saya bergereja.
Nah,
yang menjadi menarik justru bukan soal ketundukan saya kepada Gereja GBKP.
Tetapi, setelah saya menelusuri fakta sejarah ternyata 2 Tawarikh ini
dituliskan dan ditujukkan pada masa setelahnya. Masa dimana para pembaca kedua
kita tawarikh telah hidup selama pembuangan dan juga telah mengalami kehancuran
Yerusalem dan akhir pemerintahan keturunan Daud. Atau dengan kata lain, si
penulis berbicara soal kisah ini kepa pembacanya di saat situasi seperti kita
sekarang ini juga yang tentu penuh dengan persoalan dalam kehidupan. Jadi,
kalau ditanya,”Pantaskah khotbah semacam ini diberikan ketika situasi justru
sedang tidak mendukung?”. Saya pikir jawabannya kembali pada saudara, toh pada
akhirnya sering kali diantara kita hanya mencari Firman yang sering menyukakan
hati kita bukan?
Oke
saya lanjutkan kembali. Bahan khotbah Minggu ini juga menceritakan tentang
bagaimana Yoas memberikan apresiasi kepada semua orang baik itu pemimpin
ataupun rakyat biasa dengan potensinya masing-masing. Suatu teladan yang
ditujukkan kepada kita dalam kehidupan bergereja. Teladan untuk mengenali potensi
jemaat dengan tepat, sehingga menolong untuk kita memenuhi segala sesuatu yang
dibutuhkan dalam Gereja. Daripada hanya terpaku dan meletakkan harapan pada
satu atau dua orang.
Sebab
sikap sikap demikian ini justru sering kali membuat beberapa pihak menjadi atau
merasa dominan dalam Gereja. Dampaknya membuat perjalanan dan perkembangan
Gereja kehilangan ataupun rusak persekutuannya. Untuk itulah melalui bahan
khotbah ini, kita diingatkan kembali untuk tidak mendominasi ataupun membuat
orang lain menjadi dominan dalam Gereja. Sebab Gereja saat ini bukanlah hanya
tempat untuk orang menyembah dan memuji Tuhan, justru masa pendemi
mepertunjukkan kepada kita bahwa dalam rumah kitapun, peribadahan semacam itu
dapat dilaksanakan. Sebaliknya salah satu dari fungsi Gereja sebagai Gedung
adalah menjadi ruang atau fasilitas persekutuan orang-orang yang ada didalamnya
untuk saling mengasihi dengan tulus.
Nah,
Bagaimana mungkin, persekutuan itu menjadi kumpulan orang-orang yang saling
mengashi dengan tulus, tulus melayani, memuji dan menyembah kepada Tuhan. Bila
saudara sendiri ataupun orang lain yang mendominasi? Atau sebaliknya bagaimana
mungkin saudara bisa datang dan beribadah di Gereja, bila saudara hanya mau
dilayani?
Hal
lain yang dapat kita pelajari adalah semua
orang harus menaruh hati dan usahanya untuk Gerejanya, bukan menunggu.
Sebelum
lebih jauh membicarakan hal ini saya ingin menceritakan seorang anak kecil
bernama budi, anak kecil yang menjajakan koran. Ia basah kuyup dan menggigil di
simpang jalan Tugu Pancoran, Menunggu pembeli surat kabar sore yang dijual
malam.Ya, si Budi hanya menunggu orang-orang datang bertanya dan membeli koran
sorenya.
Apakah?
Koran itu terjual? Tidak!
Sebab
si Budi hanya menunggu dan menanti pembeli. Sampai akhirnya si Budi berfikir
cara terbaik untuk bagaimana dirinya bisa menjual koran sore tersebut. Ia
berteriak kepada banyak orang-orang sekitar;
Baca
berita hangat! Berita Hangat! Berita Hangat ini hanya diperuntukkan kepada 50 Orang!
Si
budi kecil itu, berjalan dan berkeliling sembari meneriakan hal yang sama.
Dan……Ya,
malam itu kelima puluh koranya terjual habis seketika. Sungguh si budi kecil
tidak hanya menunggu hujan duit datang kepadanya.
Bila
saudara baca kembali pada ayat 5, Yoas telah memberikan perintah kepada orang
Lewi untuk mengumpulkan uang bagi Rumah Tuhan. Tapi apa yang dilakukan orang
Lewi? Mereka tidak segera melakukannya, sampai di ayat 6 dituliskan Yoas
memanggil mereka kembali dan menginstrusikan tugas dan tanggung jawab mereka
seperti yang telah dikenakkan Musa saat di padang Gurun.
“Semua
ada waktunya….” Sering menjadi dalih yang dipakai oleh beberapa orang untuk
tidak berusaha dan sekedar menunggu. Alih-alih berserah, tindakan semacam ini
sebenarnya adalah tindakan yang justru menyia-nyiakan potensi yang Tuhan
berikan dalam diri kita.
Komentar
Posting Komentar