Kita semua berhadapan dengan batas waktu. Tagihan yang harus dibayar, surat izin yang harus diperpanjang, laporan pajak yang harus dikirimkan, dan sederet daftar lainnya.
Namun,
masih ada satu batas waktu terpenting, yang akan dihadapi semua orang. Alkitab
berkata, "Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali
saja, dan sesudah itu dihakimi" (Ibrani
9:27).
Semua
orang akan mati, kecuali orang-orang percaya yang masih hidup saat kedatangan
Yesus kembali (1
Tesalonika 4:16,17). Dan semua orang dari permulaan sejarah akan berdiri di
hadapan Allah untuk menerima penghakiman. Betapa bodohnya kita bila melalaikan
persiapan yang dibutuhkan untuk pertanggungjawaban yang tak terelakkan ini!
Dalam Lukas
12, menceritakan perumpamaan yang mengkisahkan tentang seseorang yang kaya,
yang memiliki banyak harta, dan ingin membuat lumbungnya lebih besar, sehingga
dia akan menimbun hartanya disana selama bertahun-tahun lamanya, dan kemudian
dia akan berkata kepada jiwanya : jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun
untuk bertahun-tahun lamanya, beristirahatlah, makanlah, minumlah dan
bersenang-senanglah! Tetapi Firman Tuhan berkata: Hai, orang bodoh, pada malam
ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kau sediakan,
untuk siapakah nanti?. Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta
bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah. Beberapa hal yang
bisa kita lihat dari kehidupan orang kaya ini adalah :
-
Ia adalah
seseorang yang tidak memiliki relasi dengan orang lain, sehingga ia bertanya
dan menjawab sendiri pertanyaannya serta memuji dirinya sendiri (ay. 17-18).
-
Ia tidak puas
dengan apa yang ia miliki, terlihat dari apa yang dikatakannya “aku akan
merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku
akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku”.
-
Ia adalah
seseorang yang berorientasi pada dirinya sendiri, terbukti dari kata “aku” dan
“ku” yang muncul dalam 3 ayat (17,18,19) sebanyak 13 kali.
Perumpamaan
yang disampaikan Yesus ini, merupakan agar berjaga-jaga dan waspada terhadap
segala ketamakan dan tidak menggantungkan hidup pada kekayaan, namun kepada
Tuhan. Kita tidak tahu kapan hidup kita akan berakhir. Jika selama hidup kita
hanya menimbun, maka sia-sialah semua yang kita miliki ketika kita sudah mati.
Itulah mengapa sering kali kita dinasihatkan bahwa kedamaian dalam hidup tidak
ditemukan dalam harta yang melimpah. Kita tak
dapat menemukan ketenteraman hati dengan memborong "lebih banyak
harta". Kita hanya akan memperoleh kepuasan sejati dengan menginvestasikan
sumber penghidupan serta hidup kita dalam dan untuk kerajaan-Nya
Ada
sebuah kisah tentang seorang pengacara bernama Andr‚-Francois Raffray,
bermaksud membeli apartemen milik Jeanne Louise Calment di kota Arles. Dalam
perjanjian dikatakan bahwa pengacara berusia 47 tahun itu setuju dan bersedia
membayar 500 dolar setiap bulan kepada Bu Calment yang berusia 90 tahun, atas
hak menempati apartemen itu saat pemiliknya meninggal. Benar-benar persetujuan
jual-beli yang menarik! Begitu pikiran sang pengacara. Namun ternyata Bu
Calment masih hidup selama 32 tahun setelah itu, sementara Raffray hanya
bertahan selama 30 tahun sesudahnya. Raffray meninggal pada umur 77 tahun, setelah
membayar 184.000 dolar untuk apartemen yang takkan pernah ditempatinya.
Kejadian itu mengharuskan istri dan ahli waris Raffray terus membayar setiap
bulan kepada Nyonya Calment sampai ia tutup usia pada umur 122 tahun! Pada
ulang tahunnya ke-120, Nyonya Calment berkomentar, "Terkadang seseorang
keliru mengambil keputusan dalam membuat perjanjian."
Peristiwa
di atas adalah peringatan yang baik, bahwa tak seorang pun tahu hari
kematiannya. Karena itu, percayalah bahwa semua ada batas waktunya, dan semua
akan berlalu.
Ketika
penderitaan datang, kitapun sering bertanya, “Sampai Kapan?” “Akankah
penderitaan ini akan berlalu?”. Ketika
kebahagiaan dan kesuksesan datang, bagaimana? Mungkin diantara kita ada yang
berfikir dan memohon, “Tuhan, janganllah kebahagian ini cepat berlalu”. Ya,
inipun sangat manusiawi. Bahkan beberapa orang rela melakukan apapun untuk
hidup lama dalam sukacita itu.
Padahal
itulah alasan mengapa kekecewaan sering datang dalam diri kita. Sikap yang
hanya menghabiskan tenaga dan pikiran untuk melawan segala Misteri yang ada
dalam kehidupan kita ini.
Komentar
Posting Komentar