Seringkali kita punya ribuan alasan untuk menolak
memberitakan Firman Tuhan kepada orang. Segala keterbatasan pun akan mudah kita
berikan. Takut, tidak tahu caranya, tidak mengerti terlalu banyak, tidak pintar
ngomong, sudah terlalu sibuk dan lain-lain. Padahal sejatinya banyak cara yang
bisa kita lakukan. Misalnya, bagi kita yang tidak memiliki talenta penginjilan,
bersaksi bisa membangkitkan kenangan yang tidak menyenangkan atau kegelisahan
yang melumpuhkan. Sesungguhnya, kadang kala saya merasa gagal ketika mencoba
mengikuti berbagai metode yang dirancang untuk memudahkan dalam bersaksi.
Jim Henderson, penulis Evangelism Without Additives:
What if Sharing Your Faith Meant Just Being Yourself (Menginjili Tanpa
"Zat Tambahan": Bagikan Iman Anda dengan Menjadi Diri Sendiri),
membuat saya lebih tenang dengan menyarankan suatu cara berpikir yang berbeda.
Daripada memakai perkataan atau kisah orang lain, ia menyarankan "cukup
jadilah diri Anda sendiri" dalam memberi kesaksian.
Di ruang pengadilan, kesaksian yang tidak berasal dari
sumber utama tidak diperkenankan karena dianggap tidak dapat dipercaya. Hal
yang sama berlaku dalam kerohanian. Kisah autentik tentang karya Kristus yang
telah terjadi dalam hidup kita merupakan kesaksian terbaik yang kita miliki.
Kita tidak perlu mereka-reka atau mengisahkannya secara dramatis. Jika kita
menceritakan kebenaran tentang kuasa Kristus yang menyelamatkan dan melepaskan
kita dari dosa, kesaksian kita dapat dipercaya.
Kesaksian lainnya juga terjadi pada Ethel Hatfield
yang berusia 76 tahun. Karena ingin melayani Tuhan, ia bertanya kepada pendeta
di gerejanya, apakah ia boleh mengajar Sekolah Minggu. Akan tetapi, pendeta
tersebut berkata bahwa Ethel mungkin sudah terlalu tua! Ia pulang ke rumah
dengan hati sedih dan kecewa.
Kemudian suatu hari, ketika Ethel sedang merawat kebun
mawarnya, seorang mahasiswa keturunan Tionghoa dari kampus yang ada di dekat
situ berhenti untuk mengomentari keindahan bunga-bunga mawarnya. Ethel
menawarkan secangkir teh. Ketika mereka sedang bercakap-cakap, Ethel
berkesempatan untuk bercerita mengenai Yesus dan kasih-Nya. Keesokan harinya
mahasiswa tadi datang bersama mahasiswa lain, dan itulah awal pelayanan Ethel.
Ethel merasa sangat senang dapat membagikan Injil
Kristus kepada mahasiswa-mahasiswa tersebut, justru karena Ethel sudah tua,
para mahasiswa keturunan Tionghoa itu mendengarkannya dengan rasa hormat dan
penghargaan. Ketika ia meninggal, sekitar 70 orang keturunan Tionghoa yang
sudah menjadi orang percaya berkumpul di upacara pemakamannya. Mereka telah
dimenangkan bagi Kristus oleh seorang wanita yang dianggap terlalu tua untuk
mengajar kelas Sekolah Minggu!
Saudaraku, setiap orang Kristen memiliki pesan utama
dan sama yakni; Baik atau tidak baik
waktunya, kita harus selalu siap sedia menyampaikan firman Tuhan dan senantiasa
harus mengajarkannya. Ketika kita memikirkan betapa sulitnya atau mungkin
berbahayanya menjadi duta Kerajaan Allah maka lakukan itu dengan CINTA. Sebab,
sejatinya keselamatan dari Allah dimulai dengan CINTA dan hanya dapat
disaksikan dengan CINTA pula.
Mengapa? Karena dengan CINTA,
kita memiliki pengajaran dan pemberitaan yang membebaskan. Sesuatu yang juga dirasakan oleh
Yudas Barsabas dan Silas dalam bahan refleksi kita saat sidang Yerusalem
bersama tokoh Alkitab lainnya. Juga saat mereka memberikan pengajaran dan
pemberitaan di Antiokhia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, Anthiokia yang kita
tahu sebagai tempat dimana Kata Kristen pertama kali disebut telah dibangun dan
dimulai dengan CINTA.
Sesuatu yang juga menjadi dasar utama untuk kita dalam
mengajarkan dan memberitakan FIRMAN TUHAN. Sebab;
·
Dengan Cinta, kita menyadari
bahwa kita ini hanya “utusan, bukan pesan itu sendiri”
Seringkali beberapa diantara kita terjebak dengan memperbanyak kesaksian
diri bukan lagi kesaksian tentang Tuhan, saat mengajar dan memberitakan.
Alhasil penerima ajaran dan berita melihat diri kita bukan Firman Tuhan; atau
kemungkinan lain mereka merasa resah. Karena dalam kesaksian diri terlihat
kesombongan pribadi. Sementara ajaran dan pemberitaan dengan CINTA menyadarkan diri kita bahwa yang
pertama dan utama hanyalah Tuhan.
·
Dengan Cinta, kita memiliki
pengajaran dan pemberitaan yang “membebaskan”
Seringkali beberapa diantara kita terjebak pada penilaian ataupun
hukuman saat mengajar dan memberitakan. Alhasil, para penerima justru merasa
terjebak ketika mendengarnya. Padahal, dalam bahan refleksi kita Yudas dan
Silas menyampaikan pesan pembebasan semata-mata karena CINTA Tuhan. Sehingga orang bukan Yahudi tidak lagi harus menjadi
dan mengikuti aturan keYahudian untuk mendapatkan keselamatan yang datangnya
dari Tuhan.
·
Dengan Cinta, kita memiliki
pengajaran dan pemberitaan yang “Ikhlas”
Seringkali beberapa diantara kita terjebak pada “hasil” bukan
“keikhlasan” dalam mengajar dan memberitakan. Alhasil, saat penerima tidak
mengaplikasikan apa yang kita ajarkan dan beritakan, membuat diri kecewa atau
bahkan tidak jarang timbul amarah dalam diri kita. Padahal Silas yang melanjutkan pelayanannya
bersama Paulus juga pernah masuk dipenjara. Tapi peristiwa tersebut tidak
menyulutkan semangat mereka. Sebab CINTA
yang mereka rasakan dari Tuhan memotivasi diri mereka untuk ikhlas saat menjadi
pengajar dan pemberita.
Atau
dengan kata lain, bila saat ini kita merasakan kesulitan dalam pengajaran dan
pemberitaan Firman Tuhan. Maka semua itu dikarenakan, diri kita yang sering
menganggap pengetahuan agama, seni berbicara, keteladanan dsb sebagai hal
utama. Kita lupa, bahwa terwujudnya pengajaran dan pemberitaan Firman Tuhan
adalah tergantung pada Tuhan sendiri. kita hanya diundang untuk berperanserta,
bukan untuk mengambilalih sepenuhnya pekerjaan Tuhan. Dengan demikian, kita
menyadari bahwa Tuhan masih aktif bekerja, dan kehendakNya, caraNya, polaNya
masih berlaku sampai saat ini karena CINTA
Maka, masuklah dalam lingkupan CINTA
Tuhan dan bagikanlah dengan CINTA
Komentar
Posting Komentar