AKU LEMAH DAN TAK BERDAYA - RABU ABU

 

Photo by Ahna Ziegler on Unsplash

Sebelum menuliskan artikel ini, saya telah terlebiih dahulu menuliskan artikel mengenai “APAKAH KRISTENPROTESTAN, BOLEH MEMPERINGATI RABU ABU?”. Sesuatu yang layak untuk saudara baca juga terlebih dahulu. Atas dasar ini pula, pertanyaan yang menarik untuk dibahas dalam kesempatan ini adalah “Bagaimana memaknai Rabu-Abu?”

Alkisah, pada waktu penciptaan, seorang malaikat bertanya kepada Tuhan: “Tuhan, mengapakah Engkau menciptakan manusia dari debu Tanah?” Lalu Tuhan menjawab “Supaya manusia menyadari kekurangan dan kefanaanya, sehingga ia rendah hati seorang akan yang lain.” Malaikat itu kemudian bertanya lagi, “Tuhan, mengapa Engkau rela bersusah payah membentuk manusia dengan tangan? Tidakkah Engkau bisa menciptakan manusia dengan sekedar menjentikkan jari ataupun dengan berfirman?” Lalu Tuhan menjawab “Supaya manusia menyadari betapa istimewanya dan berharganya ia di hadapan-Ku.

Kisah tersebut mengingatkan kita dalam perayaan hari Rabu-Abu tentang hakikat kemanusiaan kita sebagai makhluk yang terbatas namun sekaligus juga mulia. Sesuatu yang sangat penting untuk kita maknai dalam masa prapaskah yakni 40 hari menuju paskah. Hal yang menjadi persoalaan adalah “Bagaimana memaknai, kesadaran akan diri kita sebagai ciptaan yang terbatas dan mulia.”

Tahukah kita, bahwa sering kali manusia merasa lelah atas perjalanan kehidupannya, termasuk dalam pekerjaan dan sosialnya. Hal yang lumarah ini terjadi kepada manusia, dikarenakan keangkuhannya untuk bisa dan menyelesaikan segala sesuatunya.

Begitu banyak di antara kita yang menjalani kehidupan seolah-olah tujuan hidup kita adalah menyelesaikan segala problema kehidupan ini. Kita bergadang sampai larut malam, bangun pagi-pagi bentar, tidak mau bersenang-senang dan membuat orang-orang yang kita sayangi menunggu-nunggu kita. Saya sangat sedih melihat banyak orang yang putus hubungan dari orang-orang yang mereka sayangi, justru karena orang-orang tersebut lelah melihat kita yang menampung segala problema dalam kehidupan kita sendiri. Saya juga sering mengalaminya.

Sering kali kita meyakinkan diri bahwa obsesi terhadap daftar “yang harus dikerjakan” hanyalah sementara. Kita berfikir bahwa setelah menyelesaikan tugas-tugas itu, kita akan menjadi tenang, santai dan bahagia. Tetapi kenyataannya? Ini tidak akan pernah terjadi. Begitu satu tugas selesai, tugas yang lain akan muncul.

Dalam sebuah cuplikan video, sudjiwo tedjo pernah berkata bahwa banyak orang sering kali salah kaprah dalam melakukan penistaan agama. Orang-orang berfikir dan berjuang keras menghukum pelaku-pelaku yang membakar kitab suci, rumah ibadah dan simbol lainnya. Orang-orang marah, ketika agamanya dipelintir dan dibuat menjadi bahan olok-olokan. Padahal kenyataanya, bagi tedjo penistaan agama sering kali dilakukan oleh orang-orang yang mengaku beragama namun masih sering kali khawatir dengan pekerjaan Tuhan terhadap dirinya.

Itulah mengapa Rabu Abu ini sering kali menjadi pengingat untuk saya, bahwa kenyataannya siapapun kita atau apapun pekerjaan kita; tidak ada yang lebih penting daripada rasa bahagia dan ketenangan batin. Bila kita terobesis menyelesaikan segala sesuatu, kita tidak akan mendapatkan rasa sejahtera! Bahkan sesungguhnya, hampir semua hal bisa ditunda. Sangat jarang dalam hidup kita, kita benar-benar berada dalam keadaan yang bisa dikategorikan “darurat”. Ingatlah ini, waktu saudara mati, selalu masih aka nada urusan yang belum selesai. Tidak percaya? Coba bayangkan hari ini anda mati dan tuliskan berapa banyak kerjaan yang belum selesai.

Lalu bagaimana? Rasa lelah itu akan selesai, saat kita menyadari bahwa kita hanyalah manusia yang diciptakan dengan banyaknya keterbatasa. Tidak ada diantara kita yang sempurna. Namun kita mulia dan berharga di mata Allah, itulah mengapa 1 Petrus 5:7 disebutkan “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” Bahkan dengan tangkas dan lugas Yesus mengatakan kepada kita “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.”

Lalu mengapa kita masih mengangkat semua beban ini sendiri, sulitkah untuk meletakkan semua obsesi ini kepadaNya?

Tetapi jawab Tuhan kepadaku: ”Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat. ( 2 Korinuts 9-10)

Terakhir, izinkan saya menyarankan hal-hal baik ini kepadamu;

Berpuasalah pada hal-hal yang selama ini membawa kenikmatan dalam dirimu lalu berdoalah untuk setiap obsesimu dalam waktu 40 hari. Apakah Tuhan akan memberikan jawaban? Tentu, dia akan memberikan jawaban yang terbaik menurutNya bukan menurut kita. Sebab, demikianlah cara Tuhan bekerja. IA telah melakukan segala sesuatunya untuk kita dengan semestinya, hanya kita yang terlalu sering meminta dan memohon semaunya.

Bertobatlah dan Percaya kepdaNya

 

Komentar