Photo by Daiga Ellaby on Unsplash |
Menjadi bagian dari keluarga Nuh, tentu
bukanlah hal yang mudah. Sangat sulit menerima seorang Ayah seperti Nuh, terlebih
ketika Allah hanya berbicara kepada Nuh tidak kepada seluruh keluarganya.
Seorang petani Kopi, pernah bercerita mengenai
hal ini kepada saya; bagaimana istri dan keluarganya tidak mendukung pilihan
hidup beliau untuk berjuang dalam Dunia Kopi. Alhasil, amarah tersebut dia
lampiaskan untuk berhenti menafkahi keluarganya. Suatu tindakan yang tidak lebih
baik dari diam dan terus fokus pada kopi.
Bagaimana denganmu?
Ada banyak orang yang dapat Anda pilih
dalam hidup dan meninggalkannya jika perlu. Anda dapat memilih teman, dan jika
ada masalah, Anda selalu dapat memilih untuk berpisah. Namun, Anda tidak dapat
memilih keluarga, dan Anda tidak dapat meninggalkan mereka jika masih di bawah
umur, atau jika mereka satu-satunya sumber kehidupan Anda.
Kadang-kadang, keluarga memiliki
sifat-sifat yang tidak Anda sukai, dan sulit untuk menghadapinya. Di lain
waktu, Anda tidak yakin apakah Anda hidup dalam situasi keluarga yang beracun
atau tidak. Saat kita beranjak dewasa dan bertanggung jawab atas diri kita
sendiri, terkadang kita mulai memahami bahwa pola asuh kita tidak ideal.
Apakah saudara semakin merasakan sesuatu
dan memikirkan sesuatu tentang keluarga saudara?
Toxic Family, pernahkah saudara
mendengarnya? Toxic family adalah perilaku anggota keluarga yang membuat kita
tidak nyaman atau saling menyakiti anggota lainnya baik secara verbal maupun
non verbal. Masalahnya pun terjadi terus menerus tanpa mencoba menemukan
solusi, namun justru membuat permasalahan makin rumit. Ciri yang paling
menonjol yaitu mementingkan ego masing-masing, sehingga sering terjadi
keributan antar anggota keluarga.
Sangatlah tidak nyaman jika kita harus
tinggal Bersama keluarga yang toxic. Karena kita semua dapat berkembang dengan
baik di lingkungan yang tepat, dan hal yang paling penting adalah menikmati
hidupmu, menjadi bahagia, apa pun yang terjadi (Audrey Hepburn).
Rumah yang seharusnya jadi tempat paling
nyaman malah jadi seperti tempat kita terdampar. Banyak dari kita bingung dalam
menyikapi keluarga yang toxic, karena kalau marah nanti malah jadi masalah, mau
diam dan membiarkan malah bikin kita sakit hati. Menyikapi keluarga yang toxic
memang susah susah gampang, apalagi jika tinggal satu rumah dengan mereka.
Lalu, bagaimana?
Tentu ada banyak cara yang ditawarkan, tapi
tahukah kita?
“Realita
hidup bisa jadi hal yang sama bagi semua orang. Tapi, tiap individu memiliki
kebebasan untuk memilih dari sudut mana mereka akan menerimanya.” (AGM).
Saran ini mungkin sangat sulit bagi
saudara, tapi ini pilihan terbaik. Karena, tidak ada diantara kita yang dapat
memilih keluarga kita. Bahkan orangtua hanya berharap memiliki anak, bukan
memilih anak.
“When you think positive, good things
happen.” – Matt Kemp
Berpikir positif secara umum adalah cara
berpikir secara logis yang memandang sesuatu dari segi positifnya baik terhadap
dirinya sendiri, terhadap orang lain, maupun keadaan lingkungannya. Sehingga,
individu tidak akan putus asa atas masalah yang dihadapi dan akan mudah dalam mencari jalan keluarnya. Sedangkan
menurut ilmuwan, definisi berpikir positif menurut Abraham Lincoln adalah suatu
kondisi pikiran yang tenang sehingga mampu hidup dengan bahagia.
Manfaat fisik dan mental dari berpikir
positif telah ditunjukkan oleh banyak penelitian ilmiah. Berpikir positif dapat
meningkatkan kepercayaan diri, menenangkan suasana hati, dan mengurangi stres.
Sikap dan kebiasaan positif yang diciptakan dengan atau tanpa disadari akan
memberikan energi untuk mengerjakan semua kegiatan secara fokus.
Daripada Ekspektasi Kita Bisa Mulai
Beradaptasi
Untuk menyikapi anggota keluarga yang
toxic, kita jangan lagi berharap pelaku meminta maaf dan menyadari
kesalahannya, karena kecil kemungkinan itu terjadi. Kita lah yang harus mulai
beradaptasi dengan perilaku mereka. Kita boleh saja mengingatkan si pelaku
kalau yang dilakukannya sudah keliru atau membuat kita tidak nyaman, tetapi
kita harus pintar mengendalikan situasi jika si pelaku sudah di luar kendali.
Yakinlah pasti ada alasan atau masalah yang membuat pelaku menjadi toxic, kita
tidak perlu merasa kecewa dengan hal yang harusnya bukan menjadi beban pikiran
kita.
Komentar
Posting Komentar