Minggu-minggu passion
ini selalu mengajarkan dan menceritakan bagaimana penderitaan-penderitaan yang
dialami Yesus beserta pemberitahuan dariNya akan peristiwa salib dihadapiNya.
Tapi pernahkah kita bertanya tanya, kalau menjadi seorang Kristen itu harus
menderita dan akan menderita? Apakah dengan demikian kita diminta masuk dalam
penderitaan? Kalau menderita sebagai perjalanan yang harus ditempuh dari Orang
Kristen, lalu mengapa dia masih saja meminta kesenangan dari Kristus?
Logika yang selalu kita
bawakan dan sering bicarakan adalah “Memikul Salib” sebagai jalan utama bagi orang
Kristen. Tapi Yesus pernah berkata, bahwa “Marilah kepada-Ku, semua yang
letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah
kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan
rendah hatidan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang
itu enak dan beban-Kupun ringan.” (Matius 11:28-30)
Bukankah ini menjadi
kontradiktif dengan apa yang sering kita bawakan dan bicarakan mengenai orang
kristen yang harus menderita?
Hmmm..... Apa
yang saudara pikirkan? Saudara mulai berfikir tentang keanehan? Ah saya tidak
mengajak saudara untuk berfikir yang tidak-tidak. Bacalah tulisan ini
selengkap-lengkapnya dan marilah kita berefleksi bersama.
Saudaraku, ingatkah
kita tentang kisah anak Zabedeus dan tanggapan Yesus akan pertanyaan tersebut.
Dalam Markus 10:35-45 ini, Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, mendekati
Yesus dan berkata kepada-Nya: “Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu
kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah
kiri-Mu”.
Sebelum teks ini telah
dikatakan Yesus maka akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli
Taurat dan mereka akan menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus. Ia akan
diolok-olok, diludahi, dicambuk dan dibunuh tetapi sesudah tiga hari ia akan bangkit.
( Mark. 10 :33-34). Tetapi, apakah para murid mengerti? Tidak! Mereka fokus
pada kerajaan yang disampaikan Yesus kepadanya. Fokus yang membuat mereka
bertanya tentang posisi dan kekuasaan.Tentu hal ini membuat murid-murid yang
lain menjadi marah, apa yang menyebabkan mereka marah? Benarkah karena pertanyaan
itu tidak pantas? Ataukah karena para murid lainnya juga mengingkan posisi itu?
Mirip seperti
utang-utang politik praktis yang dilakukan oleh para oknum di sekitar kita ya?
Wkwkwkwk. Tapi mari kita lihat respon Yesus.
Dari permintaan ini,
kita dapat menemukan beberapa jawaban Tuhan Yesus:
Pernyataan
Pertama :“Kamu tidak tahu apa yang kamu minta”
Pernyataan pertama ini,
menarik bagi saya. Mengapa? Coba kita telisik pada diri kita masing-masing,
seberapa sering kita meminta akan sesuatu yang tidak pantas kita terima dan
akhirnya kita menderita karena permintaan tersebut.
Loh, memang ada
permintaan semacam itu? Ada dong!
Ada begitu banyak
permintaan kita yang tidak sepantasnya untuk kita minta pada Tuhan. Contohnya,
ketika seseorang mengharapkan “indah pada waktunya = kekayaan” namun dia
memilih untuk bekerja tanpa inovasi dan kreatifitas. Alhasil, ketika orang
tersebut tidak mendapatkannya dirinya menderita dan berbeban berat karena
penantian itu.
Nah bila
demikian, apakah Yesus ingin kita menderita? Atau kita justru mengalami
penderitaan dikarenakan kita tidak mengerti tentang apa yang kita minta dan
pantas untuk kita dapatkan?
Pernyataan kedua
“Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah disediakan”
Usaha tidak
mengkhianati hasil, Tuhan selalu melihat proses kehidupan dan perjuangan
seseorang. Bagi mereka yang berproses dan berjuang dengan kehidupannya tentu
itu bukanlah penderitaan. Tetapi itu adalah kenyataan hidup yang dialami oleh siapapun,
tidak terbatas hanya Orang Kristen. Hanya perbedaannya, kita memiliki Tuhan
yang memiliki “Perasaan” empati dan simpati kepada kita anak-anakNya. Dia
mengerti setiap tangis dan luka yang kita hadapi dalam perjuangan serta usaha
tersebut.
Nah bila
demikian, apakah Yesus ingin kita menderita? Atau kita justru seringkali
memakai akal sehat kita untuk harapan segala sesuatunya dapat bekerja secara instan?
Lalu kita menderita karena pengharapan itu tidak tercapai?
Pernyataan
Ketiga “Barangsiapa ingin menjadi besar
di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu”
Menjadi seorang “pelayan”,
apakah hal ini suatu penderitaan? Di GBKP ada begitu banyak detaser yang sedang
menanti dan menunggu untuk dapat lulus sebagai vikaris dan ditahbiskan menjadi
pendeta. Dibeberapa tempat, ada yang memakai politik praktis untuk mendapatkan
gelar pelayan. Tentu peristiwa semacam ini tidak menunjukkan bahwa menjadi
pelayan itu adalah penderitaan. Lalu mengapa seseorang sering mengganggap untuk
menjadi pelayan itu adalah sesuatu yang tidak menyenangkan?
Mungkin mereka
harus belajar dengan para detaser yang sudah bertahun-tahun berbahagia dan terus
berpengharapan dalam mengejar status seorang pelayan. Wkwkwk....
Tahukah kita,
sebenarnya menjadi pelayan bukanlah penderitaan apabila kita memiliki sikap
kasih untuk memberi diri bagi orang lain. Itu bukanlah tugas, status ataupun
jabatan. Sebaliknya itu jati diri seorang Kristen untuk mengasihi siapapun dan
apapun (hewan,tumbuhan dan alam sekitar). Hanya, sering kali justru sebaliknya
kita lebih ingin dilayani oleh orang lain. Alhasil, kita menderita karena
pengharapan untuk dilayani dan dikasihi oleh orang lain.
Jadi kesimpulannya
apa? Apakah Orang Kristen adalah orang-orang menderita? Mikir..... wkwkwkwk
Komentar
Posting Komentar