Kompas.com menuliskan
dalam beritanya, bahwa Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) mengaku mendengar kabar ada tanda-tanda bahwa Pemilihan Umum
(Pemilu) 2024 akan diselenggarakan dengan tidak jujur dan adil. SBY mengatakan,
karena adanya informasi tersebut, ia mesti turun gunung untuk menghadapi Pemilu
2024. "Para kader, mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilihan
Umum 2024 mendatang? Saya mendengar, mengetahui, bahwa ada tanda-tanda Pemilu
2024 bisa tidak jujur dan tidak adil," kata SBY saat berpidato di acara
Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat, Kamis (15/9/2022).
Video pidato itu viral
di media sosial, termasuk diunggah oleh akun Instagram DPD Partai Demokrat
Sumatera Utara, @pdemokrat.sumut.
Lalu apa yang menjadi hubungan
dengan Peringatan akan Turunya Roh Kudus bagi orang Kristen saat ini?
Bila kita perhatikan,
apa yang dicatat oleh kompas.com; menunjukkan bahwa Pak SBY turun Gunung karena
mengaku mendengar kabar ada tanda-tanda bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan
diselenggarakan dengan tidak jujur dan adil. Tentu ini didasari oleh kasihnya
kepada partai politik beliau. Namun berbeda dengan Turunnya Roh Kudus bagi umat
manusia.
IA turun karena kasihNya
kepada seluruh ciptaanNya tanpa terbatas oleh kalangan tertentu saja. IA turun
dan mengutus setiap kita yang mendengar dan menerima panggilan itu untuk
menaruhkan kasih kepada seluruh ciptaanNya.
Nah, sekarang bagaimana
kita meresponNYA?
Saat seorang Susilo
Bambang Yudhoyono memberikan pidatonya dan niatanya untuk turun gunung. Seluruh
kader Demokrat meresponnya dengan positif dan semangat yang berapi-api, secara
khusus untuk mengawasi pentas demokrasi 2024 dan memenangkan partainya.
Bagaimana dengan kita?
Berapa kali kita memperingati turunnya Roh Kudus, Apakah api itu masih berkobar-kobar
dalam hati kita? Atau api itu semakin redup di dalam hati kita, karena
kejenuhan dan segala macam bentuk penderitaan dalam kehidupan yang kita alami?
Bila benar demikian,
sadarilah bahwa peristiwa turunnya Roh Kudus bukan ketika para murid sedang
bersemangat dan bergairah. IA turun dan menguasai para murid, justru ketika
mereka bersama sama pengikut lainnya sedang dihantui rasa ketakutan dan
traumatis akan kenaikan Yesus ke Surga. (bdk. Kis 2)
Justru karena
keprihatinan DIA atas kehidupan kita yang dirundung ketakutan, maka ia ingin
menyentuh kita dalam kasihNya dalam rupa ROH KUDUS. Roh yang memberikan kita keberanian
dan pola pikir yang berbeda dalam melihat setiap penderitaan di dalam kehidupan
menjadi tantangan iman.
Inilah kebangunan
Rohani yang sering kali kita bicarakan, dimulai dari kesadaran akan diri yang dirundung
ketakutan. Kemudian mendapa dan menerima curahan dari Roh Kudus, untuk bangkit dan
bergairah kembali dalam menjalani kehidupan. Dengan kata lain mereka yang tidak
lagi bergairah dalam kehidupannya, ia adalah orang-orang yang tidak disentuh
dan dikuasai oleh Roh Kudus.
Inilah tugas kita,
seperti perjalanan awal Petrus dan Yohanes yang diutus ke Samaria. Yakni, mengabarkan
keselamatan dan berita baik ke semua orang termasuk yang diasingkan sekalipun.
Tidak ada batasan, tanpa embel-embel politik praktis dan tanpa menunggu
momen pemilu pula.
Roh Kudus yang turun
dan menguasai kehidupan kita menyadarkan kita kembali bahwa pekabaran Injil
adalah tugas hakiki kita sebagai Gereja. Tugas itu sangat luas, tidak bisa
direduksi hanya pada pemberitaan kata-kata, tetapi juga melalui perbuatan. Injil
itu bersifat menyelamatkan, artinya orang yang mendengarkannya harus memperoleh
kesejahteraan dan kesejukan, sehingga tidak bisa dipaksakan. Demikian juga,
tidaklah layak jika kita menetapkan target terntu seperti Partai Politik disituasi
seperti sekarang ini, misalnya dengan mengatakan pada tahun sekian wilayah A
sudah harus menjadi Kristen. Ini mendaulat kedaulatan Allah yang berkuasa
mengubah dan memperbarui. Injil juga bersifat memperdamaikan, artinya suasana
damai sejahteralah yang harus diciptakan di antara manusia. Suasana damai
sejahtera dengan Allah harus tercermin di dalam damai sejahtera juga dengan
sesama manusia.
Tugas itu jelas sangat
luas. Pekabaran Injil juga berbicara tentang berbagai upaya menghapus
kemiskinan misalnya. Dimana ada kemiskinan, gereja menjadi pelopor untuk
menghapuskannya. Kalau Gereja secara serius melakukan itu, Injil telah
dikabarkan.
Nah, jadi bagaimana?
Apakah Gereja benar-benar melakukannya? Atau Gereja seperti oknum-oknum yang
melakukan politik praktis saja?
Komentar
Posting Komentar