Momen kemerdekaan yang
ke 78 bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia, sangatlah menarik bagi saya.
Tepatnya 16 Agustus 2023, saat Presiden Joko Widodo menyampaikan pidatonya demikian,
""Saya tahu ada yang mengatakan Saya ini bodoh, plonga-plongo, tidak
tahu apa-apa, Firaun, tolol. Ya ndak apa-apa, sebagai pribadi saya menerima
saja," ujarnya dalam Pidato Kenegaraan menjelang peringatan hari
kemerdekaan Indonesia ke-78, di Istana Negara
Hal yang membuat sedih
Jokowi adalah hilangnya budaya santun bangsa Indonesia. Jokowi menyebut, alam
demokrasi dijadikan oleh banyak orang untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah.
Ketertarikan saya,
bukan seperti media yang mencari rating dan menggiring kepada opini
bahwa Presiden melalui pidatonya menanggapi kritikus yang beberapa waktu ini
viral. Sebab, terlalu rendah untuk memaknai pidato dalam rangka menuju
kemerdekaan kepada sosok kritikus tersebut. Sebaliknya, saya melihat Pidato Presiden
dengan penuh kagum. Sebab situasi yang dialaminya dan dinyatakannya mempertunjukkan
kondisi demokrasi kita telah “kebablasan”. Dengan kemudahan dan membludaknya
informasi yang kita terima, justru menunjukkan kepada kita sebagai masyarakat
yang tidak mampu memfilter juga kritis. Malah terlihat reaktif tanpa kendali,
sehingga melupakan budaya luhur dan bahkan seperti kata Presiden kita, "Polusi
di wilayah budaya ini, sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa
Indonesia," ujarnya.
Tak ubahnya dengan
kebebasan dan seluruh janji dari Tuhan kepada kita akan kemenangan juga belas
kasihNya. Semua ini menjadi “remeh” di banyak kalangan orang yang mengaku diri Kristen
atau mungkin juga kita (?). Kita sering berbuat dosa dan menikmati perbuatan
dosa itu. Kita tidak mau menyadari bahwa Allah membayar setiap perbuatan kita
dengan nyawa putra-Nya. Oleh karena itu, penulis Ibrani memperingatkan bahwa
ketika kita berbuat dosa secara sengaja, maka tidak ada kurban untuk menghapus
dosa itu. Bagi orang yang sengaja berbuat dosa berlaku penghakiman dan
penghukuman Allah. Dosa yang dimaksudkan Ibrani 10:26 adalah menolak penebusan
Kristus di atas kayu salib dan menghina Roh kasih karunia. Orang yang menolak
anugerah Allah, tidak ada lagi keselamatan bagi dirinya. Tentu, saya tidak
ingin menakut-nakuti kita dengan ayat Alkitab ini. Sebab hal demikian itu juga
tidak baik.
Berdasarkan Ulangan
20:1-4, kita menyadari Bangsa Israel memang memiliki hak istimewa untuk menjadi
umat pilihan Tuhan. Mereka memiliki hukum Taurat, dan lewat garis keturunan
mereka, Yesus Kristus, Sang Juru Selamat lahir. Namun, semua itu bukan berarti
mereka lebih unggul daripada bangsa-bangsa lain. Sebaliknya, mereka memiliki
tanggung jawab yang lebih besar untuk hidup seturut dengan kehendak Tuhan.
Ketika hal itu tidak dilakukan, kita juga melihat reaksi Tuhan bagi bangsa Israel
dalam banyak kisah di Perjanjian Lama.
Di sisi lain, Paulus
menasihatkan agar orang Yahudi menyadari tanggung jawab mereka sebagai umat
pilihan Tuhan. Sebab, saat itu banyak orang Yahudi yang berpikir: karena mereka
adalah umat Tuhan dan keturunan Abraham, mereka menjadi spesial dalam
penghakiman. Mereka berpikir bahwa Allah itu pengampun, penuh kasih, dan hanya
akan menghukum orang-orang bukan Yahudi. Maka, banyak di antara mereka yang
berpikir bahwa tidak apa-apa berbuat dosa sebab Tuhan pasti akan mengampuni
mereka (Bdk Roma 3:7-8).
Pemikiran ini sangatlah
sesat. Melalui bagian ini Paulus mengingatkan bahwa Tuhan itu adil bagi semua.
Justru mereka yang adalah umat Tuhan dituntut lebih karena mereka telah
mengenal kebenaran. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi mereka untuk
membenarkan dosa yang mereka lakukan.
Jadi bagaimana?
Kemerdekaan yang Tuhan anugerahkan, juga menuntut tanggung jawab
besar. Kita tidak dapat meng”hargai”nya dengan nominal uang. Tapi, kita bisa
hidup dalam anugerahnya dan membawa anugerah itu bagi sekeliling kita. - AGM
Komentar
Posting Komentar