"Integritas dan Kasih yang Berdampak Bagi Persekutuan Gereja - Amsal 3:3-4" (Refrensi Tambahan PJJ GBKP 06-12 Oktober 2024 "Bujur Bas Perbahanen")



“Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu, maka engkau akan mendapat kasih dan penghargaan dalam pandangan Allah serta manusia.” (Amsal 3:3-4)

Pendahuluan
Integritas dan kasih merupakan dua pilar penting yang menopang kehidupan persekutuan gereja. Sebagai komunitas yang dipanggil untuk menjadi terang dunia (Matius 5:14-16), gereja harus hidup dengan mempraktikkan kasih yang sejati dan integritas yang tak tergoyahkan. Amsal 3:3-4 memberikan kita dasar alkitabiah untuk menjalani kehidupan seperti itu—kasih dan kesetiaan tidak boleh terpisah dari kita, dan harus tertanam dalam hati kita serta terlihat dalam tindakan kita. Melalui kasih dan kesetiaan yang nyata, gereja bisa menjadi saksi yang hidup bagi dunia, yang memancarkan kasih Allah dan integritas iman.

Kasih dan Kesetiaan: Refleksi dari Hidup dalam Kristus

Bapa Gereja seperti Agustinus menekankan bahwa kasih dan kesetiaan adalah cerminan dari kasih Allah kepada manusia, dan sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menirunya dalam kehidupan sehari-hari. Integritas Kristen tidak hanya ditemukan dalam tindakan moral, tetapi juga dalam penghayatan kasih yang tulus. Mengkalungkan kasih dan kesetiaan pada leher (Amsal 3:3) berarti menunjukkan kepada dunia bahwa identitas kita sebagai pengikut Kristus tidak dapat dipisahkan dari tindakan kasih kita. Ini juga menjadi pengingat bahwa kasih itu harus melekat pada kita setiap saat, terlihat dalam segala interaksi kita .

Teolog Reformasi seperti John Calvin melihat kasih dan kesetiaan sebagai ekspresi dari pembenaran oleh iman. Baginya, kesetiaan yang benar datang dari hati yang telah diperbarui oleh kasih karunia Allah, dan kasih itu haruslah mendorong kita untuk hidup dalam kebenaran yang terlihat oleh sesama manusia. Persekutuan gereja yang dipenuhi dengan kasih yang tulus dan integritas akan memperoleh penghargaan bukan hanya dari Allah, tetapi juga dari manusia, sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut .

Tantangan Postmodern: Integritas dalam Dunia yang Relatif

Dalam konteks dunia postmodern, di mana segala sesuatu tampaknya bersifat cair dan tidak pasti, filsuf seperti Zygmunt Bauman menyoroti bahwa kasih dan kesetiaan sering kali bersifat sementara dan terfragmentasi . Ini menjadi tantangan besar bagi persekutuan gereja yang berusaha hidup dalam integritas dan kasih yang abadi. Gereja harus menentang arus relativisme moral dan memegang teguh nilai-nilai kasih yang kokoh dan kesetiaan yang tak tergoyahkan. Dalam dunia yang penuh ketidakpastian, kasih Kristus harus tetap menjadi fondasi dari integritas gereja, yang mampu memberikan stabilitas dan arah yang jelas bagi setiap anggota jemaat.

Kasih sebagai Tindakan Sosial: Perspektif Teologi Pembebasan

Gustavo GutiƩrrez dari Teologi Pembebasan mengingatkan kita bahwa kasih dan kesetiaan tidak hanya terwujud dalam hubungan pribadi dengan Allah, tetapi juga harus terlihat dalam tindakan kita terhadap sesama, terutama yang miskin dan tertindas . Persekutuan gereja yang hidup dalam integritas dan kasih adalah persekutuan yang terlibat aktif dalam memperjuangkan keadilan sosial dan memperhatikan mereka yang terpinggirkan. Kasih dalam pengertian ini menjadi kasih yang berdampak, kasih yang melampaui kata-kata dan diwujudkan dalam tindakan konkret yang membawa perubahan sosial. Dengan demikian, gereja dapat menjadi saksi kasih Allah yang membebaskan di dunia ini.

Dekonstruksi Kasih: Menegaskan Kasih yang Tulus

Jacques Derrida, dengan pendekatan dekonstruksinya, mungkin akan menantang kita untuk mempertanyakan keaslian kasih dan kesetiaan kita. Apakah kasih yang kita wujudkan dalam persekutuan gereja benar-benar tulus, atau hanya sekadar simbol tanpa makna? Apakah kesetiaan kita pada Allah dan sesama berakar pada integritas yang sejati, atau hanya merupakan hasil dari tekanan sosial? Pertanyaan-pertanyaan ini mendorong kita untuk lebih mendalami motivasi kita dalam mengasihi dan setia. Bagi gereja, ini adalah panggilan untuk membersihkan diri dari kepalsuan dan hidup dalam kasih yang tulus .

Penutup: Integritas dan Kasih yang Mengubah Dunia

Amsal 3:3-4 mengajarkan bahwa integritas dan kasih harus menjadi bagian integral dari hidup kita sebagai orang percaya. Ketika persekutuan gereja hidup dalam kasih dan kesetiaan yang sejati, dampaknya akan dirasakan tidak hanya di dalam gereja, tetapi juga di luar, di tengah masyarakat. Di dunia yang penuh ketidakpastian dan perubahan, gereja yang berpegang teguh pada kasih Kristus akan menjadi tempat perlindungan, komunitas yang menawarkan stabilitas dan harapan bagi dunia yang haus akan makna.

Catatan Kaki

1.      Agustinus dari Hippo, Confessions, Buku IX.

2.      John Calvin, Institutes of the Christian Religion, Buku III, Bab 2.

3.      Zygmunt Bauman, Liquid Modernity (Cambridge: Polity Press, 2000), hlm. 30-40.

4.      Gustavo GutiĆ©rrez, A Theology of Liberation (Maryknoll: Orbis Books, 1971), hlm. 56-70.

5.      Jacques Derrida, Of Grammatology (Baltimore: Johns Hopkins University Press, 1976), hlm. 145-165.


Komentar