REFRENSI PEKAN KELUARGA 2024 GBKP HARI PERTAMA "Betapa Berharganya Anak-Anak"

 


Invocatio : Lidah lembut adalah pohon kehidupan, tetapi lidah curang melukai hati. “(Amsal 15:4)

Bacaan I : Ayub 1:4-5

Bahan Khotbah : Matius 18:10-14

Tema : Betapa Berharganya Anak-Anak

Pengantar

Dalam kehidupan modern, kita sering menyaksikan kisah-kisah ironis tentang pola asuh anak yang menjadi renungan. Bayangkan seorang anak yang tumbuh dalam rumah besar, berlimpah materi, namun jarang melihat wajah orangtuanya karena kesibukan pekerjaan. Makanan yang bergizi selalu ada di meja, baju-baju mahal tersedia, pendidikan di sekolah terbaik dibayar, namun apakah semua ini menggantikan waktu berkualitas, perhatian, dan kasih sayang yang tulus? Kisah lain mungkin seorang anak yang selalu mendengar harapan besar dari orangtuanya, namun tidak pernah mendengar kata-kata pujian. Pertanyaan yang muncul adalah: Apakah kita, sebagai orangtua, sudah memahami betapa berharganya anak-anak itu di mata Tuhan? Bagaimana pola asuh kita mencerminkan nilai ini?

Menurut psikolog posmodern, anak-anak tidak hanya membutuhkan kebutuhan fisik seperti makanan, pakaian, dan pendidikan. Mereka juga membutuhkan perhatian emosional, mental, dan spiritual. Orangtua memiliki tanggung jawab besar untuk merawat anak secara holistik—memberikan kasih sayang yang penuh, mendengar perasaan mereka, dan membantu mereka membangun identitas yang sehat. Carl Rogers, seorang psikolog terkemuka, mengajarkan bahwa setiap individu, termasuk anak-anak, memiliki potensi luar biasa untuk berkembang jika diberi lingkungan yang aman, penerimaan tanpa syarat, dan kasih yang tulus. Ini berarti, tanggung jawab orangtua lebih dari sekadar memenuhi kebutuhan materi, melainkan juga memberikan lingkungan yang mendukung pertumbuhan emosional dan spiritual.

Namun, ada orangtua yang lebih fokus pada pencapaian anak secara akademis atau prestasi lainnya. Pola asuh seperti ini tanpa disadari dapat membuat anak merasa hanya berharga jika mereka memenuhi ekspektasi tertentu. Anak-anak menjadi cerminan keinginan orangtua dan kehilangan ruang untuk menjadi diri mereka sendiri. Dalam proses ini, mereka mungkin tumbuh dengan luka emosional dan trauma, yang sering kali tidak terlihat, tetapi memengaruhi kesehatan mental mereka di masa dewasa.

Pola Asuh dalam Cahaya Amsal 15:4

Amsal 15:4 mengingatkan kita bahwa “lidah lembut adalah pohon kehidupan, tetapi lidah curang melukai hati.” Kata-kata yang diucapkan orangtua kepada anak-anaknya membawa dampak yang mendalam. Ketika orangtua berbicara dengan kasih, kelembutan, dan pengertian, mereka menanamkan pohon kehidupan dalam jiwa anak-anak mereka. Sebaliknya, kata-kata yang kasar, kritik berlebihan, atau sikap acuh tak acuh bisa menumbuhkan luka batin dan trauma yang bertahan lama. Psikolog modern menunjukkan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak mendukung secara emosional sering mengalami masalah kecemasan, rendah diri, dan kesulitan dalam membangun hubungan di kemudian hari.

Oleh karena itu, orangtua perlu memperhatikan cara mereka berbicara dan bersikap terhadap anak. Jangan biarkan kemarahan sesaat atau frustrasi menanamkan bibit kepahitan dalam hati anak-anak. Apa yang terlihat kecil di mata orang dewasa bisa menjadi luka besar dalam hati seorang anak yang masih tumbuh.

Teladan Ayub dalam Pertanggungjawaban Orangtua

Ayub, dalam Kitab Suci, memberikan kita gambaran tentang tanggung jawab orangtua yang benar. Ayub selalu mempersembahkan korban bakaran bagi anak-anaknya, bahkan ketika mereka tidak melakukan kesalahan yang nyata (Ayub 1:5). Ini menunjukkan betapa besar perhatian Ayub terhadap kehidupan rohani anak-anaknya. Dia tidak hanya peduli pada kesejahteraan fisik mereka tetapi juga kesejahteraan spiritual mereka. Dalam konteks modern, ini berarti orangtua harus bertanggung jawab atas pertumbuhan rohani anak-anak mereka, berdoa bagi mereka, dan mendidik mereka dalam jalan Tuhan. Ini adalah panggilan besar bagi setiap orangtua—mereka tidak hanya merawat tubuh dan pikiran anak, tetapi juga jiwa mereka di hadapan Tuhan.

Penyertaan Tuhan: Matius 18:10-14

Matius 18:10-14 menekankan betapa berharganya setiap anak di mata Tuhan. Yesus dengan tegas mengatakan agar kita tidak meremehkan anak-anak karena malaikat mereka selalu melihat wajah Bapa di surga. Yesus bahkan memberi perumpamaan tentang gembala yang meninggalkan 99 domba untuk mencari satu yang hilang, menggambarkan bagaimana Tuhan memperhatikan setiap anak dengan kasih yang penuh perhatian dan mendalam. Tuhan menginginkan agar tidak satu pun dari anak-anak-Nya yang hilang atau tersesat. Ini menjadi pelajaran penting bagi orangtua bahwa mereka juga dipanggil untuk menjaga anak-anak dengan penuh kasih, memastikan mereka tumbuh dalam pemahaman bahwa mereka berharga di mata Tuhan.

Kita sebagai orangtua diajak untuk meneladani penyertaan Tuhan ini, menjadi pelindung dan penuntun bagi anak-anak kita, dan menolong mereka dalam setiap fase kehidupan mereka dengan perhatian penuh, cinta, dan kesabaran.

Penutup: Anak Bukan Beban atau Investasi

Anak-anak bukanlah beban bagi orangtua. Mereka bukan pula investasi masa depan yang akan memberi keuntungan ketika dewasa. Sayangnya, banyak orangtua yang tanpa sadar menanamkan beban ini pada anak-anak mereka. Harapan bahwa anak-anak akan menjaga mereka di hari tua atau membanggakan nama keluarga membuat anak merasa seolah-olah mereka harus memenuhi standar yang tidak realistik. Ini menciptakan tekanan yang luar biasa pada anak, yang dapat mengarah pada perasaan gagal atau tidak berharga jika mereka tidak mampu memenuhi ekspektasi tersebut.

Kasih yang sejati adalah kasih yang tulus, yang tidak menuntut imbalan. Orangtua harus mengasihi anak-anak mereka tanpa syarat, mendukung mereka dalam menemukan jalan hidup mereka sendiri, dan tidak menambahkan beban berat atas mereka. Anak-anak haruslah dihargai sebagai pemberian Tuhan yang berharga, dipelihara dengan kasih yang dalam, dan dilindungi seperti yang Yesus contohkan dalam setiap ajaran-Nya.

Semoga kita semua, sebagai orangtua atau calon orangtua, dapat menyadari betapa berharganya anak-anak di mata Tuhan dan memberikan yang terbaik bagi mereka, baik secara fisik, emosional, maupun spiritual.

Komentar